Sabtu, 30 Oktober 2010

KPK Beber Modus Korupsi Daerah

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kemarin mendorong daerah untuk terus kreatif berinovasi tanpa takut korupsi. Sepanjang, sesuai dengan prosedur dan undang-undang inovasi daerah tetap mendapatkan apresiasi. Hal tersebut diungkapkan oleh wakil ketua KPK M Jasin dalam diskusi dalam rangka penghargaan otonomi award 10 di yang diadakan The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP) di Grand Ballrom, The Empire Palace, Surabaya kemarin (4/8), kemarin.

Jasin mengungkapkan bahwa selama inovasi daerah tetap sejalan dengan mata anggaran, atas persetujuan DPRD, akuntabel tetap tak menjadi persoalan. “Tak ada yang dipersoalkan bila sesuai jalurnya,” jelas alumnus Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, kemarin.

Dia menjelaskan, inovasi daerah tetap harus didorong selama kepala daerah atau pejabatnya tidak mengambil keuntungan pribadi. “Dalihnya inovasi tapi ada keuntungan yang mengalir. Ini yang harus kami ingatkan dengan penegakan hukum,” terangnya. Mulanya, KPK akan mengingatkan melalui sarana pencegahan korupsi. Namun bila kepala daerah yang bersangkutan membandel tentu KPK harus turun tangan dengan langkah penindakan. Artinya menyeret pelaku korupsi ke persidangan di Pengadilan Tipikor.

Jasin menambahkan bahwa selama ini banyak sekali modus korupsi di daerah. Modus tersebut dipelajari KPK, dari banyaknya pejabat yang ditangani KPK selama ini. Para pejabat daerah, kata dia, kerap kali bermain-main di arena pengadaan barang dengan cara memarkup harga dan mengubah spesifikasi barang. Modus ini mudah terlacak dan paling banyak melibatkan pejabat daerah Modus ini tidak hanya menggejala di praktik pemerintah daerah tetapi juga di pusat.

Modus lain adalah pemanfaatan sisa dana tanpa pertanggungjawaban, manipulasi sisa APBD, manipulasi perizinan, gratifikasi dari dana BPD penampung anggaran daerah, hingga bantuan sosial yang tak sesuai peruntukan. “Modus-modus macam sudah kami lacak dan mereka yang terungkap harus bertanggung jawab,” ungkap Jasin, kemarin. Selama KPK berdiri, pihaknya sudah menyeret 7 gubernur dan 21 bupati/walikota. “Yang perlu dicatat setiap upaya kami terbukti di pengadilan,” jelasnya.

Jasin mengungkapkan tak selalu dengan langkah penindakan. Kepada daerah KPK selama ini juga berupaya mendorong agar daerah berinisiatif antikorupsi. Di antaranya melakukan survey integritas secara periodik. “Kami juga melakukan sejumlah studi penilaian kepada daerah. Ada juga studi pengadaan publik secara elektronik ,” ungkapnya.

Pembicara lain, anggota VI BPK Rizal Djalil mengungkapkan bahwa ada modus baru korupsi di daerah, yakni menyalahgunakan APBD dengan modus investasi. Salah satu yang mengemuka adalah penyelewengan di kabupaten Kutai Timur. “Di mana Rp 70 miliar dana daerah diinvestasikan kepada lembaga keuangan yang tidak pruden,” jelas pria yang pernah menjabat mantan anggota komisi anggaran DPR RI.

Menurut Rizal, inventasi untuk daerah sebenarnya merupakan langkah kreatif untuk mendapatkan dana daerah. Tapi, yang kerapmenjadi persoalan jalur yang ditempuh tak prosedural Di antaranya mengabaikan persetujuan DPRD setempat. “Investasi macam itu baik saja. Asal tolok ukurnya jelas,” katanya.

Modus lain yang kerap tercium oleh penegak hukum katanya adalah penggelembungan anggaran dalam pelaksanaan suatu program. “Yang begini juga kerap terjadi di sejumlah daerah,” ungkapnya. Yang paling parah, kata dia, pelaksanaan proyek pembangungunan gedung oleh daerah. “Kerap kali kami menemukan uang habis kantor yang dibangun pun tak ada,” katanya.

Selama ini BPK selalu mendorong agar daerah bisa membikin laporan pertanggungjawaban keuangan yang akuntabel. Laporan BPK per 30 Juni sudah 74 persen daerah bisa meraih predikat wajar tanpa pengecualian dalam laporan keuangannya. “Tapi yang perlu dicatat laporan keuangan baik belum tentu tak ada korupsi,” ucapnya. Program inovasi, temuan BPK juga kerap dilakukan kepala daerah menjelang pemilukada. Langkah ini untuk menggaet respons masyarakat bila kepala daerah yang bersangkutan mengajukan diri lagi sebagai calon kepala daerah.

Sementara itu, Gubernur Soekarwo memiliki perpektif lain terkait penyebab inovasi daerah tersebut. Disinkronisasi regulasi pemerintah pusat membuat banyak kabupaten-kota ragu menuangkan inovasinya. Mereka tidak mau ambil risiko. “Ada kekhawatiran pengucuran dana sosial sebagai hibah. Padahal, hibah itu murni untuk masyarakat sangat miskin,” ungkap Gubernur Jatim Soekarwo. Menurut dia, kata hibah dari segi gramatika sebenarnya terputus. Begitu pula sebagaimana diatur Permendagri nomor 13 tahun 2006 tentang Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah.

Mantan sekdaprov itu sudah mengusulkan ke jajaran terkait tentang hibah untuk masyakat sangat miskin seharusnya ada diskresi. “Saya sudah ketemu Kepala Kejaksaan Tinggi dan Ketua Pengadilan Tinggi. Kuncinya tetap ada di pusat,” terang Sokarwo. Pejabat dari Madiun itu mengaku tidak bisa bertindak banyak ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mempermasalahkan laporan hasil penggunaan (LHP) hibah tersebut dalam penggunaan APBD.

Hal itu disebabkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan mengharuskan pencatatan melalui belanja modal, bukan belanja barang dan jasa. “Saya bukan Mendagri yang bisa langsung take over. Peran saya hanya sebatas mendorong,” ujar Soekarwo.

Sementara itu, dalam seminar sesi pertama yang diikuti empat nara sumber, yakni staf khusus Presiden RI Denny Indrayana, staf ahli Kapolri Chairul Huda, Kajati Jatim M Farela dan direktur investigasi BPKP M Yusuf juga terungkap dorongan untuk inovasi daerah. Menurut Denny, para pejabat daerah tetap tak perlu takut berinovasi. “Selama tak ada keuntungan, tak ada diskon pembelian perumahan atau kick back dalam bentuk apapun saya kira inovasi memmpercepat kemajuan daerah,” ungkapnya. Menurut Denny, garis demarkasi antara inovasi dengan korupsi adalah persoalan meraih keuntungan pribadi tadi.

Denny juga berharap agar aparat penegak hukum ekstra hati-hati dalam menegakkan hukum korupsi. Sebab, jangan sampai penegak hukum kemudian mengkorupsikan inovasi mereka, tanpa ada keuntungan pribadi yang mengalir kepada pejabat daerah tadi. (git/sep/kit)

Korupsi Daerah Versi KPK

Modus DPRD
* Memperbesar mata anggaran untuk tunjangan dan fasilitas anggota dewan
* Menyalurkan Dana APBD bagi anggota dewan melalui yayasan fiktif
* Memanipulasi perjalanan dinas
* Menerima gratifikasi
* Menerima Suap.

Modus Pejabat Daerah
* Pengadaan Barang dana Jasa Pemerintah dengan mark up harga dan merubah spesifikasi barang.
* Penggunaan sisa dana tanpa dipertanggungjawabkan & tanpa prosedur
* Penyimpangan prosedur pengajuan & pencairan dana kas daerah
* Manipulasi sisa APBD
* Manipulasi dalam proses pengadaan/perijinan/konsensi hutan
* Gratifikasi dari BPD penampung dana daerah
* Bantuan Sosial tidak sesuai peruntukannya
* Menggunakan APBD untuk keperluan Keluarganya dan koleganya
* Menerbitkan Peraturan Daerah untuk upah pungut pajak;
* Ruislag/tukar guling tanah dengan mark down harga
* Penerimaan Fee Bank

Korupsi Daerah Versi BPK

- Penggelembungan dana program
- Program fiktif
- Investasi dana daerah ke lembaga keuangan yang tak pruden
http://www.kpk.go.id

Tidak ada komentar: