Kamis, 11 November 2010

Mantan Anggota DPR Tersangka

Mantan anggota Komisi Keuangan DPR RI periode 2004-2009 Sofyan Usman (SU) ditetapkan sebagal tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap pengadaan unit mobil pemadam kebakaran (damkar).

Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi SP, Sofyan diduga menerima dana Rp 1 miliar terkait proses penganggaran pengadaan mobil damkar di Otorita Batam tahun 2004-2005. "Dalam rangka pengembangan penyidikan kasus damkar, KPK menetapkan tersangka baru, mantan anggota DPR berinisial SU," kata Johan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (10/11).

Atas perbuatannya, tersangka dikenakan pasal 5 ayat (1) dan atau pasal 5 ayat (2) serta pasal 11 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara. Sebelumnya, dalam persidangan perkara korupsi pengadaan mobil damkar di Otorita Batam dengan terdakwa Gubernur Kepri nonaktif Ismeth Abdullah, Sofyan mengaku menerima uang Rp 1 miliar untuk membantu usulan anggaran untuk Otorita Batam. Sofyan pada saat itu duduk di Panitia Anggaran DPR RI priode 2004-2009.

Dalam kesaksiannya, Sofyan mengaku dirinya menerima uang dengan jumlah total Rp 1 miliar tersebut dalam dua kali penyerahan. Sumbangan pertama sebesar Rp 150 juta, merupakan pemberian tahun 2004 karena sebagai anggota Panitia Anggaran DPR Sofyan ikut membahas anggaran biaya tambahan (ABT) untuk Otorita Batam yang mencapai Rp 10 miliar. Sedangkan sumbangan sebesar Rp 850 juta, karena telah membantu mengusulkan anggaran untuk Otorita Batam tahun 2005.

Meski demikian, politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut menegaskan dirinya tidak pernah berbicara dengan Ismeth Abdullah, termasuk untuk sekadar menyampaikan ucapan terima kasih ke ketua Otorita Batam itu.

Terkait penerimaan uang tersebut, Sofyan mengaku sudah mengembalikan ke KPK, sebesar Rp 500 juta. "Sisanya saya mohon ada keringanan karena saya sekarang sudah pensiun," ujar Sofyan dalam kesaksiannya.

Dalam kasus ini, KPK sudah menjerat mantan Ketua Otorita Batam Ismeth Abdullah. Dia dinilai terbukti bersalah dalam kasus pengadaan damkar dan divonis hukuman penjara selama dua tahun. Ismeth juga harus membayar denda senilai Rp 100 juta kepada negara melalui KPK.

Sumber : Investor Daily, 11 November 2010
ARTIKEL INI BUKAN TANGGUNGJAWAB KPK RI

Tren Pelemahan Komisi Antikorupsi

Di tengah menguatnya kesadaran masyarakat dunia untuk melawan korupsi, juga terjadi tren global untuk melemahkan komisi antikorupsi oleh pihak penguasa setempat. Tren pelemahan itu disampaikan oleh pimpinan komisi antikorupsi sejumlah negara dan para pakar pada hari pertama Konferensi Internasional Antikorupsi Ke-14 di Bangkok, Thailand, Rabu (10/11).

Wartawan Kompas Ahmad Arif dari Bangkok, kemarin, melaporkan, pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia menjadi salah satu contoh yang dibahas dalam konferensi yang diikuti perwakilan lebih dari 100 negara itu.

Wakil Ketua KPK M Jasin memaparkan tentang rekayasa perkara pemerasan dan penyalahgunaan wewenang yang disangkakan kepada dua unsur pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. "Dua unsur pimpinan KPK, Bibit dan Chandra, dipenjara Polri dengan sangkaan yang direkayasa," kata Jasin.

Menurut Jasin, rekayasa perkara terhadap Bibit dan Chandra itu terjadi karena banyak pihak yang merasa terancam dengan penindakan yang dilakukan KPK. Jasin menyebutkan, lembaganya telah memenjarakan 42 anggota parlemen, 8 menteri, 7 gubernur, 20 bupati/wali kota, 8 anggota KPU, 4 duta besar, 1 gubernur Bank Indonesia (BI), dan 4 deputi gubernur BI, termasuk salah satunya besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Panthep Klanarongan, Presiden National Anti-Corruption Commission Thailand, mengemukakan adanya tekanan dan ancaman terhadap anggota komisinya, terutama ketika menginvestigasi korupsi yang melibatkan politisi dan pimpinan pemerintahan. "Kami juga mendapat ancaman. Saya yakin ini juga terjadi di negara lain dengan detail yang berbeda," katanya.

Panthep juga menyebutkan soal lemahnya dukungan penegak hukum lain dan kerja sama Pemerintah Thailand untuk memberantas korupsi.

Dragos Kos, Presiden Group of States Against Corruption (GRECO), menyatakan adanya tekanan yang dialami oleh lembaga antikorupsi di Eropa. "Kerja komisi antikorupsi memang selalu dalam bahaya. Semakin sukses komisi antikorupsi, semakin tinggi ancaman dan upaya pelemahannya," ujarnya.

Dia merumuskan, modus pelemahan itu dilakukan dengan mengubah undang-undang untuk mengurangi kewenangan komisi antikorupsi. Modus berikutnya dengan merestrukturisasi lembaga untuk mengurangi independensinya hingga mengurangi sumber daya atau anggaran.

Dragos Kos menyarankan agar dasar hukum yang mengatur keberadaan komisi antikorupsi diperkuat, misalnya dengan dimasukkan dalam konstitusi dasar sehingga tidak bisa diubah dengan mudah oleh kepentingan koruptor.

Kasus lain yang menjadi sorotan adalah yang menimpa Nuhu Ribadu, mantan Ketua Economic and Financial Crimes Commission Nigeria. Dia dipaksa mundur dari jabatannya oleh Pemerintah Nigeria karena mengungkap korupsi di kalangan politisi Nigeria.

Salah satu yang pernah dijebloskan oleh Nuhu Ribadu adalah mantan Gubernur Negara Bagian Delta yang dikenal memiliki kedekatan dengan Presiden Nigeria Umaru Yar'Adua. Nuhu Ribadu kemudian terpaksa melarikan diri ke Amerika Serikat karena kuatnya ancaman dari dalam negeri. Namun, Nuhu Ribadu, yang diagendakan menjadi pembicara dalam sesi ini, batal menyampaikan kesaksiannya.

Contoh tekanan

Juree Vichit, Sekretaris Jenderal Transparency International Thailand, yang menjadi moderator dalam sesi ini menggarisbawahi bahwa kasus yang dialami KPK di Indonesia dan sejumlah negara lain menjadi contoh besarnya tekanan terhadap gerakan antikorupsi.

Sumber : Kompas, 11 November 2010
ARTIKEL INI BUKAN TANGGUNGJAWAB KPK RI

Ruang Gerak Koruptor Makin dipersempit

Tak cukup dengan kebijakan cegah dan tangkal (cekal) untuk menghalau koruptor mabur ke luar negeri, kelompok negara yang tergabung dalam G20 termasuk Indonesia, dipaparkan Wakil Ketua KPK, Chandra M Hamzah, telah mengusulkan perjanjian penolakan kunjungan koruptor.

"Larangan (koruptor suatu Negara memasuki negara anggota G 20) itu akan diusulkan untuk disepakati," kata Chandra saat dijumpai di Hotel Sultan, Jakarta, kemarin.

Dengan adanya kesepakatan itu koruptor bakal kerepotan untuk mabur dan bersembunyi di negara lain.

Chandra menjelaskan, jika nanti perjanjian itu disepakati, maka pelaku korupsi akan ditolak masuk ke negera anggota G20.

Negara anggota G20, selanjutnya akan membentuk working group untuk mengimplementasikan usulan tersebut.

Selain membahas status cekal koruptor, pertemuati negara anggota G-20 yang digelar di Seoul, Korea Selatan pada 1112 November 2010 juga akan membahas proses pertukaran informasi terkait pemberantasan korupsi.

Di tempat yang sama, Wakil Menteri Perdagangan, Mahendra Siregar, menambahkan, isu terkait action antikorupsi menjadi agenda penting, termasuk menyepakati usulan cekal koruptor masuk ke negara G20.

"Upaya pemberantasan korupsi tak bisa sepenuhnya dilakukan tanpa dorongan dan kerja sama dari dunia internasional, dengan alasan itu, Indonesia menyepakati usulan itu," terangnya.

Dipaparkan Mahendra, dalam pembahasan isu antikorupsi, Indonesia dipercaya menjadi wakil ketua mendampingi Perancis yang didapuk sebagai ketuanya.

Sumber : Rakyat Merdeka, 11 November 2010
ARTIKEL INI BUKAN TANGGUNGJAWAB KPK RI

KPK Bahas Kerja Sama Internasional pada Konferensi IAACA di Makau

Jakarta, 4 November 2010. Sebagai salah satu upaya optimalisasi kerja sama internasional untuk meningkatkan upaya pemberantasan korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kerap ambil bagian pada berbagai kegiatan internasional bertemakan pemberantasan korupsi. Pada 2-4 November 2010, KPK – yang diwakili oleh Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Rianto – memenuhi undangan sekaligus menjadi pemateri pada acara Konferensi International Asssociation Against Corruption Authorities (IAACA) ke-4 yang berlangsung di Makau, Cina.
Konferensi IACAA yang mengangkat topik khusus “kerja sama internasional dalam pemberantasan korupsi” ini dihadiri perwakilan dari 148 negara, otoritas independen, dan organisasi non-pemerintah di bidang antikorupsi. Delegasi KPK sendiri merupakan perwakilan otoritas penegakan hukum korupsi bersama dengan otoritas penegak hukum korupsi serupa, di antaranya ICAC Hong Kong, CPIB Singapura, dan MACC Malaysia.

Pada konferensi ini, KPK memaparkan mengenai kesuksesan dalam menggunakan teknik investigasi khusus dan kerja sama internasional dalam menangani kasus korupsi dalam negeri maupun lintas negara.

Dalam uraiannya, Bibit menyampaikan bahwa salah satu faktor utama keberhasilan pengungkapan kasus korupsi karena adanya dukungan teknik investigatif khusus yang dilakukan KPK dan dapat diterimanya bukti-bukti yang diperoleh dari upaya teknik tersebut oleh pengadilan. “KPK juga mengakui kesuksesan tersebut merupakan hasil dari dukungan publik, media, LSM, pemerintah, dan dunia internasional yang mendorong independensi KPK sehingga dapat mengembangkan sistem organisasinya, termasuk teknik-teknik investigasi,” ungkap Bibit.

Selain itu, KPK juga menyampaikan kendala dan tantangan yang dihadapi dalam upaya penegakan hukum korupsi di Indonesia, di antaranya masih rendahnya penghasilan pegawai negeri, integritas, budaya tata aturan. lemahnya pengawasan, dan sistem administrasi negara yang rawan korupsi.

Mengenai tantangan yang dihadapi, Bibit mengemukakan bahwa lambatnya proses bantuan hukum timbal balik antarnegara (MLA) serta rendahnya pemahaman dan keahlian penyidik dan penuntut umum dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan yurisdiksi asing menjadi hal yang perlu tangani. “Untuk itu, KPK secara proaktif melakukan kerja sama dengan otoritas-otoritas penegakan hukum di luar negeri untuk menjajaki kemungkinan dapat dilakukannya upaya-upaya joint investigasi antarnegara, baik untuk kepentingan penegakan hukum KPK maupun untuk kepentingan penegakan hukum negara lain”, tandas Bibit.

Pada sela pertemuan IAACA, delegasi KPK melakukan pertemuan bilateral dengan penegak hukum pemberantasan korupsi dari China, Makau, Hong Kong, Malaysia, dan Brunei Darusalam.

Informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:

Johan Budi SP
Hubungan Masyarakat
Komisi Pemberantasan Korupsi
Jl. HR. Rasuna Said Kav C-1
ARTIKEL INI BUKAN TANGGUNGJAWAB KPK RI

Pegawai BPK Divonis 4 Tahun Penjara

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin memvonis pegawai Badan Pemeriksa Keuangan Jawa Barat, Suharto dan Enang Hermawan, empat tahun penjara karena menerima suap. "Denda Rp 200 juta subsider tiga bulan penjara," kata hakim Jupriadi membacakan putusannya.

Vonis ini lebih ringan satu tahun dari tuntutan jaksa. Majelis hakim yakin mereka terbukti menerima suap dari Tjandra Utama Efendi, Sekretaris Daerah Kota Bekasi, sebesar Rp 400 juta. Uang diberikan dalam dua tahap, pada 21 Mei 2010 dan 21 Juni 2010.

Awalnya, Tjandra ingin hasil pemeriksaan tahun anggaran 2009 beropini wajar tanpa pengecualian. Bersama Tjandra, dua pegawai Pemerintah Kota Bekasi, Heri Suparjan dan Herry Lukamtohari, memberikan uang Rp 200 juta kepada Suharto selaku Ketua Tim Pemeriksa Pemerintah Kota Bekasi pada 21 Mei 2010. Suharto memberikan Rp 50 juta kepada Enang sebagai anggota tim auditor. Sisanya, dikantongi Suharto.

Pada 21 Juni 2010, tiga pegawai tadi kembali memberikan uang Rp 400 juta kepada Suharto di kediamannya di Bandung. Ketika melakukan transaksi, empat orang itu dicokok oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Uang Rp 400 juta disita penyidik," ujar Jupriadi. Para terdakwa belum memutuskan untuk banding. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jalan H.R. Rasuna Said, Jakarta Selatan, kemarin juga menyidangkan terdakwa perkara suap pajak, Herry Ahmad Buchori, mantan Kepala Divisi Akuntansi Bank Jawa Barat. Jaksa menuntutnya 4 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan penjara.

Pada 2001 Bank Jabar wajib membayar pajak Rp 129,29 miliar. Hasil kongkalikong dengan pejabat Pajak Bandung I hanya membayar Rp 4,97 miliar. Pada 2002, yang mestinya membayar Rp 51,80 miliar, nyatanya cuma Rp 7,27 miliar. "Negara rugi sekitar Rp 51 miliar," kata jaksa Supriadi.

Sumber : Koran Tempo
ARTIKEL INI BUKAN TANGGUNGJAWAB KPK RI

Koruptor Dana Bencana Bisa Terancam Hukuman Mati

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dimungkinkan menerapkan hukuman maksimal terhadap kasus korupsi dana bencana. Hal ini ditegaskan Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Chandra M Hamzah, usai Peluncuran Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2010, di Graha Niaga, Jalan Jenderal Sudirman, Selasa (9/11).
"Hukuman maksimal yakni hukuman mati dimungkinkan. Penerapan Pasal 2 ayat (2) bisa diterapkan," kata Chandra menjawab pertanyaan potensi korupsi dalam penggunaan dana bencana.

Seperti diketahui, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam Pasal 2 ayat (2) memungkinkan hukuman mati terkait kasus korupsi dana bencana. Pasal tersebut menyebutkan, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."

Keadaan tertentu dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.

Pengawasan
Ditanya soal pengawasan, Chandra mengaku tidak bisa melakukan setiap hari. Penggunaan anggaran bisa diawasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan melakukan audit. "Hasil audit baru bisa ditindaklanjuti," katanya.

Chandra menambahkan, penunjukan memang dimungkinkan dilakukan saat fase tanggap darurat setelah bencana. Namun, jika terjadi pengadaan fiktif maupun penggelembungan harga maka tetap bisa dijerat dengan UU Tindak Pidana Korupsi.

KPK berpendapat situasi kegentingan atau tanggap darurat telah berakhir saat memasuki tahap rehabilitasi dalam setiap bencana. Karena itu, pengaturan penunjukan langsung dalam pengadaan barang dan jasa telah dikembalikan ke peraturan awal. Dia memaparkan, dalam berbagai kasus korupsi dana bantuan sosial biasanya dilakukan dalam berbagai modus, di antaranya dengan memberikan bantuan hanya kepada pihak yang sepaham atau satu partai.

Sumber : Suara Merdeka, 10 Npvember 2010
ARTIKEL INI BUKAN TANGGUNGJAWAB KPK RI

Korupsi di Daerah Hambatan Utama Pebisnis

Para pengusaha menganggap praktik korupsi di daerah-daerah masih sangat tinggi. Itu menjadi faktor penghambat mereka dalam menjalankan bisnis di daerah.
Demikian kesimpulan hasil survei Transparancy International Indonesia (TII), kemarin (9/11). Teten Masduki, Sekjen TII mengungkapkan, survei ini dilakukan di 50 kota, meliputi 33 ibukota provinsi plus 1,7 kota lain yang signifikan secara ekonomi terhadap Indonesia. Untuk menyusun Indeks Persepsi Korupsi (IPK), TII mensurvei 9.237 responden yang semuanya bergerak di dunia usaha.

la menjelaskan rentang indeks IPK dari angka 0-10. Semakin tinggi angkanya maka semakin kecil praktik korupsi di kota tersebut. Sebaliknya, semakin rendah angka indeks maka semakin sering terjadi praktik korupsi, khususnya suap menyuap untuk mempermudah izin usaha.

Nah, TII mencatat tak ada satu kota yang meraih IPK 10. Paling tinggi Denpasar, Bali dengan IPK cuma 6,71. Sementara Pekan Baru dan Cirebon memiliki IPK paling rendah (lihat tabel). "Dari hasil ini terlihat dunia usaha masih menempatkan korupsi sebagai penghambat utama dalam berbisnis," ujar Teten, Selasa, (9/11).

Salah satu indikator

Asisten Deputi Pemberdayaan Masyarakat dan Pemberantasan Korupsi Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi Iskandar Hasan mengatakan, hasil survei TII tersebut menjadi referensi penting bagi pemerintah untuk meningkatkan mutu reformasi bkokrasi.

Namun pemerintah tak hanya menggunakan IPK sebagai acuan dalam menilai kesuksesan reformasi birokrasi. "Tapi ini hanya salah satu indikator saja," ujarnya.

Menurut Iskandar, selain IPK, hal yang paling penting adalah Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). IKM ini merupakan hasil survei Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara. Ini untuk menilai kepuasan masyarakat terhadap pelayanan dari aparat negara. Sebab secara prinsip, reformasi birokrasi untuk meningkatkan kepuasan masyarakat. "Datanya berasal dari laporan berbagai kementerian/lembaga," ujarnya.

Toh begitu, Iskandar tidak menyepelekan hasil survei TII tersebut.

Sumber : Kontan Harian, 10 November 2010
ARTIKEL INI BUKAN TANGGUNGJAWAB KPK RI