Kamis, 11 November 2010

Korupsi di Daerah Hambatan Utama Pebisnis

Para pengusaha menganggap praktik korupsi di daerah-daerah masih sangat tinggi. Itu menjadi faktor penghambat mereka dalam menjalankan bisnis di daerah.
Demikian kesimpulan hasil survei Transparancy International Indonesia (TII), kemarin (9/11). Teten Masduki, Sekjen TII mengungkapkan, survei ini dilakukan di 50 kota, meliputi 33 ibukota provinsi plus 1,7 kota lain yang signifikan secara ekonomi terhadap Indonesia. Untuk menyusun Indeks Persepsi Korupsi (IPK), TII mensurvei 9.237 responden yang semuanya bergerak di dunia usaha.

la menjelaskan rentang indeks IPK dari angka 0-10. Semakin tinggi angkanya maka semakin kecil praktik korupsi di kota tersebut. Sebaliknya, semakin rendah angka indeks maka semakin sering terjadi praktik korupsi, khususnya suap menyuap untuk mempermudah izin usaha.

Nah, TII mencatat tak ada satu kota yang meraih IPK 10. Paling tinggi Denpasar, Bali dengan IPK cuma 6,71. Sementara Pekan Baru dan Cirebon memiliki IPK paling rendah (lihat tabel). "Dari hasil ini terlihat dunia usaha masih menempatkan korupsi sebagai penghambat utama dalam berbisnis," ujar Teten, Selasa, (9/11).

Salah satu indikator

Asisten Deputi Pemberdayaan Masyarakat dan Pemberantasan Korupsi Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi Iskandar Hasan mengatakan, hasil survei TII tersebut menjadi referensi penting bagi pemerintah untuk meningkatkan mutu reformasi bkokrasi.

Namun pemerintah tak hanya menggunakan IPK sebagai acuan dalam menilai kesuksesan reformasi birokrasi. "Tapi ini hanya salah satu indikator saja," ujarnya.

Menurut Iskandar, selain IPK, hal yang paling penting adalah Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). IKM ini merupakan hasil survei Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara. Ini untuk menilai kepuasan masyarakat terhadap pelayanan dari aparat negara. Sebab secara prinsip, reformasi birokrasi untuk meningkatkan kepuasan masyarakat. "Datanya berasal dari laporan berbagai kementerian/lembaga," ujarnya.

Toh begitu, Iskandar tidak menyepelekan hasil survei TII tersebut.

Sumber : Kontan Harian, 10 November 2010
ARTIKEL INI BUKAN TANGGUNGJAWAB KPK RI

Tidak ada komentar: