Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kemarin mendorong daerah untuk terus kreatif berinovasi tanpa takut korupsi. Sepanjang, sesuai dengan prosedur dan undang-undang inovasi daerah tetap mendapatkan apresiasi. Hal tersebut diungkapkan oleh wakil ketua KPK M Jasin dalam diskusi dalam rangka penghargaan otonomi award 10 di yang diadakan The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP) di Grand Ballrom, The Empire Palace, Surabaya kemarin (4/8), kemarin.
Jasin mengungkapkan bahwa selama inovasi daerah tetap sejalan dengan mata anggaran, atas persetujuan DPRD, akuntabel tetap tak menjadi persoalan. “Tak ada yang dipersoalkan bila sesuai jalurnya,” jelas alumnus Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, kemarin.
Dia menjelaskan, inovasi daerah tetap harus didorong selama kepala daerah atau pejabatnya tidak mengambil keuntungan pribadi. “Dalihnya inovasi tapi ada keuntungan yang mengalir. Ini yang harus kami ingatkan dengan penegakan hukum,” terangnya. Mulanya, KPK akan mengingatkan melalui sarana pencegahan korupsi. Namun bila kepala daerah yang bersangkutan membandel tentu KPK harus turun tangan dengan langkah penindakan. Artinya menyeret pelaku korupsi ke persidangan di Pengadilan Tipikor.
Jasin menambahkan bahwa selama ini banyak sekali modus korupsi di daerah. Modus tersebut dipelajari KPK, dari banyaknya pejabat yang ditangani KPK selama ini. Para pejabat daerah, kata dia, kerap kali bermain-main di arena pengadaan barang dengan cara memarkup harga dan mengubah spesifikasi barang. Modus ini mudah terlacak dan paling banyak melibatkan pejabat daerah Modus ini tidak hanya menggejala di praktik pemerintah daerah tetapi juga di pusat.
Modus lain adalah pemanfaatan sisa dana tanpa pertanggungjawaban, manipulasi sisa APBD, manipulasi perizinan, gratifikasi dari dana BPD penampung anggaran daerah, hingga bantuan sosial yang tak sesuai peruntukan. “Modus-modus macam sudah kami lacak dan mereka yang terungkap harus bertanggung jawab,” ungkap Jasin, kemarin. Selama KPK berdiri, pihaknya sudah menyeret 7 gubernur dan 21 bupati/walikota. “Yang perlu dicatat setiap upaya kami terbukti di pengadilan,” jelasnya.
Jasin mengungkapkan tak selalu dengan langkah penindakan. Kepada daerah KPK selama ini juga berupaya mendorong agar daerah berinisiatif antikorupsi. Di antaranya melakukan survey integritas secara periodik. “Kami juga melakukan sejumlah studi penilaian kepada daerah. Ada juga studi pengadaan publik secara elektronik ,” ungkapnya.
Pembicara lain, anggota VI BPK Rizal Djalil mengungkapkan bahwa ada modus baru korupsi di daerah, yakni menyalahgunakan APBD dengan modus investasi. Salah satu yang mengemuka adalah penyelewengan di kabupaten Kutai Timur. “Di mana Rp 70 miliar dana daerah diinvestasikan kepada lembaga keuangan yang tidak pruden,” jelas pria yang pernah menjabat mantan anggota komisi anggaran DPR RI.
Menurut Rizal, inventasi untuk daerah sebenarnya merupakan langkah kreatif untuk mendapatkan dana daerah. Tapi, yang kerapmenjadi persoalan jalur yang ditempuh tak prosedural Di antaranya mengabaikan persetujuan DPRD setempat. “Investasi macam itu baik saja. Asal tolok ukurnya jelas,” katanya.
Modus lain yang kerap tercium oleh penegak hukum katanya adalah penggelembungan anggaran dalam pelaksanaan suatu program. “Yang begini juga kerap terjadi di sejumlah daerah,” ungkapnya. Yang paling parah, kata dia, pelaksanaan proyek pembangungunan gedung oleh daerah. “Kerap kali kami menemukan uang habis kantor yang dibangun pun tak ada,” katanya.
Selama ini BPK selalu mendorong agar daerah bisa membikin laporan pertanggungjawaban keuangan yang akuntabel. Laporan BPK per 30 Juni sudah 74 persen daerah bisa meraih predikat wajar tanpa pengecualian dalam laporan keuangannya. “Tapi yang perlu dicatat laporan keuangan baik belum tentu tak ada korupsi,” ucapnya. Program inovasi, temuan BPK juga kerap dilakukan kepala daerah menjelang pemilukada. Langkah ini untuk menggaet respons masyarakat bila kepala daerah yang bersangkutan mengajukan diri lagi sebagai calon kepala daerah.
Sementara itu, Gubernur Soekarwo memiliki perpektif lain terkait penyebab inovasi daerah tersebut. Disinkronisasi regulasi pemerintah pusat membuat banyak kabupaten-kota ragu menuangkan inovasinya. Mereka tidak mau ambil risiko. “Ada kekhawatiran pengucuran dana sosial sebagai hibah. Padahal, hibah itu murni untuk masyarakat sangat miskin,” ungkap Gubernur Jatim Soekarwo. Menurut dia, kata hibah dari segi gramatika sebenarnya terputus. Begitu pula sebagaimana diatur Permendagri nomor 13 tahun 2006 tentang Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah.
Mantan sekdaprov itu sudah mengusulkan ke jajaran terkait tentang hibah untuk masyakat sangat miskin seharusnya ada diskresi. “Saya sudah ketemu Kepala Kejaksaan Tinggi dan Ketua Pengadilan Tinggi. Kuncinya tetap ada di pusat,” terang Sokarwo. Pejabat dari Madiun itu mengaku tidak bisa bertindak banyak ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mempermasalahkan laporan hasil penggunaan (LHP) hibah tersebut dalam penggunaan APBD.
Hal itu disebabkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan mengharuskan pencatatan melalui belanja modal, bukan belanja barang dan jasa. “Saya bukan Mendagri yang bisa langsung take over. Peran saya hanya sebatas mendorong,” ujar Soekarwo.
Sementara itu, dalam seminar sesi pertama yang diikuti empat nara sumber, yakni staf khusus Presiden RI Denny Indrayana, staf ahli Kapolri Chairul Huda, Kajati Jatim M Farela dan direktur investigasi BPKP M Yusuf juga terungkap dorongan untuk inovasi daerah. Menurut Denny, para pejabat daerah tetap tak perlu takut berinovasi. “Selama tak ada keuntungan, tak ada diskon pembelian perumahan atau kick back dalam bentuk apapun saya kira inovasi memmpercepat kemajuan daerah,” ungkapnya. Menurut Denny, garis demarkasi antara inovasi dengan korupsi adalah persoalan meraih keuntungan pribadi tadi.
Denny juga berharap agar aparat penegak hukum ekstra hati-hati dalam menegakkan hukum korupsi. Sebab, jangan sampai penegak hukum kemudian mengkorupsikan inovasi mereka, tanpa ada keuntungan pribadi yang mengalir kepada pejabat daerah tadi. (git/sep/kit)
Korupsi Daerah Versi KPK
Modus DPRD
* Memperbesar mata anggaran untuk tunjangan dan fasilitas anggota dewan
* Menyalurkan Dana APBD bagi anggota dewan melalui yayasan fiktif
* Memanipulasi perjalanan dinas
* Menerima gratifikasi
* Menerima Suap.
Modus Pejabat Daerah
* Pengadaan Barang dana Jasa Pemerintah dengan mark up harga dan merubah spesifikasi barang.
* Penggunaan sisa dana tanpa dipertanggungjawabkan & tanpa prosedur
* Penyimpangan prosedur pengajuan & pencairan dana kas daerah
* Manipulasi sisa APBD
* Manipulasi dalam proses pengadaan/perijinan/konsensi hutan
* Gratifikasi dari BPD penampung dana daerah
* Bantuan Sosial tidak sesuai peruntukannya
* Menggunakan APBD untuk keperluan Keluarganya dan koleganya
* Menerbitkan Peraturan Daerah untuk upah pungut pajak;
* Ruislag/tukar guling tanah dengan mark down harga
* Penerimaan Fee Bank
Korupsi Daerah Versi BPK
- Penggelembungan dana program
- Program fiktif
- Investasi dana daerah ke lembaga keuangan yang tak pruden
http://www.kpk.go.id
Sabtu, 30 Oktober 2010
Siaran Pers : KPK Tahan Tersangka SA (Mantan Bupati Langkat Periode 1999-2007)
Dalam pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait penggunaan dan pengelolaan kas daerah Kabupaten Langkat serta penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Langkat tahun 2000-2007, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap tersangka atas nama SA (Mantan Bupati Langkat periode 1999-2007).
Berdasarkan hasil penyidikan, ditemukan bahwa saat menjadi Bupati Langkat, tersangka SA diduga telah menyalahgunakan APBD Kabupaten Langkat tahun 2000-2007. Berdasarkan perhitungan sementara, perbuatan yang diduga dilakukan oleh SA tersebut mengakibatkan kerugian negara sekitar 99 miliar rupiah.
Atas perbuatannya, SA disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 dan/atau Pasal 8 dan/atau Pasal 13 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan upaya penahanan selama 20 hari terhitung sejak 22 Oktober 2010. Saat ini, tersangka SA ditahan di Rumah Tahanan Kelas 1 Salemba.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:
Johan Budi SP
Hubungan Masyarakat
Komisi Pemberantasan Korupsi
Jl HR Rasuna Said Kav C-1
Jakarta Selatan
(021) 2557-8300
http://www.kpk.go.id
Berdasarkan hasil penyidikan, ditemukan bahwa saat menjadi Bupati Langkat, tersangka SA diduga telah menyalahgunakan APBD Kabupaten Langkat tahun 2000-2007. Berdasarkan perhitungan sementara, perbuatan yang diduga dilakukan oleh SA tersebut mengakibatkan kerugian negara sekitar 99 miliar rupiah.
Atas perbuatannya, SA disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 dan/atau Pasal 8 dan/atau Pasal 13 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan upaya penahanan selama 20 hari terhitung sejak 22 Oktober 2010. Saat ini, tersangka SA ditahan di Rumah Tahanan Kelas 1 Salemba.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:
Johan Budi SP
Hubungan Masyarakat
Komisi Pemberantasan Korupsi
Jl HR Rasuna Said Kav C-1
Jakarta Selatan
(021) 2557-8300
http://www.kpk.go.id
Terkait Kasus Dugaan Korupsi Dalam Pengadaan Kapal Feri Takabonerate Selayar
“Pak SBY Dan Pak Komisioner KPK,” Tolong Kembalikan Kapal Kami Ke Kepulauan Selayar”
Program pemberantasan korupsi yang di dengungkan oleh presiden SBY setidaknya telah membuat para pelaku korupsi seperti cacing kepanasan , dimana dalam pengungkapan kasus korupsi sejumlah elemen di beri ruang untuk ikut berpartisipasi dalam pengungkapannya. Namun sayang, karena di kabupaten selayar sulawesi-selatan hal ini tidak berjalan seperti wilayah lain diIndonesia,
Sebutlah sebuah kasus dugaan korupsi yang melibatkan eksekutif dan legislatif kabupaten selayar, hal mana ke dua lembaga tersebut di duga telah merugikan daerah dalam penyimpangan anggaran apbd selayar TA .2002, terkait pembelian kapal feri km.takabonerate sebesar 5,5 m rupiah , yang di duga terjadi mark up dalam pembeliannya,
Dalam proses penanganan kasusnya, hakim telah menvonis mantan bupati selayar periode 1999/2004, akib patta dan ketua dprd selayar periode 1999/2004,ince langke.yang di laksanakan di dua tempat persidangan yang berbeda, akib patta di pengadilan negeri makassar dan ince langke ia di pengadilan negeri selayar.
Selain tempat sidang yang berbeda, proses penanganan terhadap ke duanya juga berbeda, yakni akib patta di tahan selama proses penyidikan jaksa dari pengadilan tinggi makassar sementara ince langke tidak ditahan oleh jaksa dari kejaksaan negeri selayar. Selain penanganan yang berbeda putusan hakim yang menangani juga berbeda, dimana hakim pengadilan negeri makassar memvonis penjara 1 tahun penjara kepada akib patta, selanjutnya dibebaskan oleh pengadilan tinggi sulawesi selatan, dibanding ince langke yang langsung di bebaskan oleh putusan hakim pengadilan negeri selayar.
Selain ke dua petinggi kabupaten selayar yang telah mendapat vonis hakim , tiga pejabat pemerintah kabupaten selayar telah duluan mendapat vonis hakim pn.selayar , ketiganya masing-masing mendapatkan putusan tiga tahun penjara, namun hanya 3 bulan yang di jalani di rutan selayar, selanjutnya melakukan upaya hukum untuk di tahan diluar rutan alias tahanan kota,dan hingga saat ini belum mendapat kepastian hukum dalam kasus dugaan korupsi ini . Ke tiganya adalah , jenewali rahim,s.sos, kepala dinas perindustrian selayar, rosman se, kepala bagian ekonomi pemkab selayar dan direktur pt.suc ,perusahaan investor pelaksana proyek pembelian dan pengoperasian kapal feri km.takabonerate.
Setelah sejumlah proses hukum dilaksanakan untuk mengungkap fakta dari dugaan kasus korupsi 5,5 miliar dana apbd selayar ta.2002 , saat ini 9 anggota dprd selayar periode 1999/2004 yang merupakan panitia anggaran dalam pengadaan kapal tersebut , juga didudukkan sebagai terdakwa, namun sayang sekali dalam proses hukum yang dilaksanakan terkesan hanya sandiwara belaka, bisa di bayangkan ketika 9 anggota dprd selayar periode 1999/2004 yang menjadi terdakwa dalam kasus ini , saat ini kembali menduduki pantia anggaran periode 2004/2009, malahj di antaranya ada yang menduduki ketua komisi di dprd selayar. Akibatnya proses persidangan pun tersendat. Hal ini di buktikan dengan panjangnya proses persidangan di pengadilan negeri selayar, hingga mencapai 35 kali sidang , di mana sebagaian besar persidangan hanya di agendakan sebagai sidang tertunda yang tentu saja sangat tidak sesuai dengan peradilan di negeri ini. Yang menjadi pertanyaan kenapa aparat penegak hukum kita tidak tegas kepada sembilan terdakwa dengan memberikan penahanan atau memberikan sangsi jika tidak mengikuti persidangan. Malah dari fakta hukum yang ada disetiap proses persidangan kasus dugaan korupsi apbd selayar ini , barang bukti sebuah kapal feri km takabonerate tidak pernah di hadirkan atau tercatat dalam pengananan hakim , namun kapal milik pemerintah dan masyarakat ini , dikontrakkan dan dioperasikan tanpa diketahui kemana hasil dan siapa yang mengoperasikannya. Ketika penulis menanyakan kepada jpu, aji sukartaji sh. Malah berkelit dan membanarkan namun menurutnya hal ini adalah kebijakan dari atas.
Proses persidangan dari dugaan kasus korupsi dana apbd selayar sebesar 5,5 rupiah dari pembelian kapal feri km takabonerate hingga saat ini masih berlanjut, namun hasil persidangannya boleh di kata telah di ketahui oleh masyarakat kabupaten selayar , yakni tidak ada persoalan”” , baik yang telah menjadi terdakwa” tidak berupaya hukum untuk pengembalian nama baiknya setelah mendapat vonis bebas dari segala tuntutan , dikaitkan dengan kedudukannya sebagai pejabat publik yang telah rusak namanya karena diduga melakukan korupsi maupun upaya lainnya untuk meluruskan persoalan yang sebenarnya, agar masyarakat tidak merasa dibohongi dengan apa yang mereka dengar dan lihat selama ini. Yang paling penting adalah “ kemana kapal km taka bonerate yang selayar telah beli di pulau jawa” dan kalau memang kapal itu bukan milik selayar , lantas kemana dan siapa yang menggunakan dana apbd selayar ta.2002 sebesar 5,5 m, tersebut ?? perlu digaris bawahi bahwa atas pembeliannya maka masyarakat selayar melalui apbd setiap tahunnya terpaksa menanggung utang bunga bank dan beban cicilan pembayaran kepada Bank BPD Sul-Sel yang di taksir telah mencapai 2 kali lipat dari kredit yang di ambil oleh investor jadi jadian yang di ketahui oleh pemimpin pemkab selayar atas persetujuan pimpinan dprd selayar.
Sejak tahun 2006 lalu penulis berusaha menghubungi kepala kejaksaan negeri selayar sejak yang telah berganti sebanyak 2 kali, selanjutnya pada tahun 2009 dan pada bulan oktober tahun ini, penulis masih menanyaka perihal perkara ini ke kajari kepulauan selayar termasuk dimana keberadaan barang bukti kapal feri yang di beli dari uang rakyat selayar tersebut berada namun di jawab dengan jawaban yang juga memelas dengan menyebut dari mana kami bisa mendapatkan dana eksekusi , sementara saya belum menjadi kejari saat itu, ujar kejari kepulauan selayar 2010 kepada penulis. Jawaban yang sama dilontarkan oleh kepala kejaksaan lama dan baru, begitupun dengan sejumlah hakim yang lama dan yang baru , atau mungkin karena mereka tidak merasakan beban utang daerah yang harus di bayarkan dari apbd selayar hingga saat ini.
Forum Peduli Selayar telah melakukan berbagai upaya dalam mencoba berbuat untuk menyelamatkan asset orang selayar, berupa sebuah kapal LCT yang di ubah menjadi kapal feri jadi jadian dengan membawa perkara ini ke KPK ( Komisi Pemberantasan Korupsi ) dengan sejumlah data pendukung termasuk temuan BPK dan temuan BPKP. KPK sempat melakukan upaya proses klarifikasi ke kejaksaan namun hingga saat ini belum di ketahui ujung pangkal perkembangan kasusnya. Padahal masyarakat selayar sangat berharap agar hal ini segera mendapat bantuan penanganan dari para komisionernya. Ataukan semua yang terlibat di dalam kasus ini adalah orang kuat dan tidak bisa tersentuh “?????”
Mungkin dengan dimuatnya tulisan ini, semua yang terkait dan yang berwenang bisa memberikan masukan dan dorongan serta bantuan agar kiranya penegak hukum di bumi tanadoang kepualaun selayar sulawesi-selatan dapat lebih tegas dalam menjalankan amanah undang-undang. Bukan malah sebaliknya ketika membaca tulisan ini kemudian mendapat celah untuk mendapatkan kesempatan”.
Penulis : arsil ihsan.
Kontak : 081 241 92 7000
http://www.kpk.go.id
Program pemberantasan korupsi yang di dengungkan oleh presiden SBY setidaknya telah membuat para pelaku korupsi seperti cacing kepanasan , dimana dalam pengungkapan kasus korupsi sejumlah elemen di beri ruang untuk ikut berpartisipasi dalam pengungkapannya. Namun sayang, karena di kabupaten selayar sulawesi-selatan hal ini tidak berjalan seperti wilayah lain diIndonesia,
Sebutlah sebuah kasus dugaan korupsi yang melibatkan eksekutif dan legislatif kabupaten selayar, hal mana ke dua lembaga tersebut di duga telah merugikan daerah dalam penyimpangan anggaran apbd selayar TA .2002, terkait pembelian kapal feri km.takabonerate sebesar 5,5 m rupiah , yang di duga terjadi mark up dalam pembeliannya,
Dalam proses penanganan kasusnya, hakim telah menvonis mantan bupati selayar periode 1999/2004, akib patta dan ketua dprd selayar periode 1999/2004,ince langke.yang di laksanakan di dua tempat persidangan yang berbeda, akib patta di pengadilan negeri makassar dan ince langke ia di pengadilan negeri selayar.
Selain tempat sidang yang berbeda, proses penanganan terhadap ke duanya juga berbeda, yakni akib patta di tahan selama proses penyidikan jaksa dari pengadilan tinggi makassar sementara ince langke tidak ditahan oleh jaksa dari kejaksaan negeri selayar. Selain penanganan yang berbeda putusan hakim yang menangani juga berbeda, dimana hakim pengadilan negeri makassar memvonis penjara 1 tahun penjara kepada akib patta, selanjutnya dibebaskan oleh pengadilan tinggi sulawesi selatan, dibanding ince langke yang langsung di bebaskan oleh putusan hakim pengadilan negeri selayar.
Selain ke dua petinggi kabupaten selayar yang telah mendapat vonis hakim , tiga pejabat pemerintah kabupaten selayar telah duluan mendapat vonis hakim pn.selayar , ketiganya masing-masing mendapatkan putusan tiga tahun penjara, namun hanya 3 bulan yang di jalani di rutan selayar, selanjutnya melakukan upaya hukum untuk di tahan diluar rutan alias tahanan kota,dan hingga saat ini belum mendapat kepastian hukum dalam kasus dugaan korupsi ini . Ke tiganya adalah , jenewali rahim,s.sos, kepala dinas perindustrian selayar, rosman se, kepala bagian ekonomi pemkab selayar dan direktur pt.suc ,perusahaan investor pelaksana proyek pembelian dan pengoperasian kapal feri km.takabonerate.
Setelah sejumlah proses hukum dilaksanakan untuk mengungkap fakta dari dugaan kasus korupsi 5,5 miliar dana apbd selayar ta.2002 , saat ini 9 anggota dprd selayar periode 1999/2004 yang merupakan panitia anggaran dalam pengadaan kapal tersebut , juga didudukkan sebagai terdakwa, namun sayang sekali dalam proses hukum yang dilaksanakan terkesan hanya sandiwara belaka, bisa di bayangkan ketika 9 anggota dprd selayar periode 1999/2004 yang menjadi terdakwa dalam kasus ini , saat ini kembali menduduki pantia anggaran periode 2004/2009, malahj di antaranya ada yang menduduki ketua komisi di dprd selayar. Akibatnya proses persidangan pun tersendat. Hal ini di buktikan dengan panjangnya proses persidangan di pengadilan negeri selayar, hingga mencapai 35 kali sidang , di mana sebagaian besar persidangan hanya di agendakan sebagai sidang tertunda yang tentu saja sangat tidak sesuai dengan peradilan di negeri ini. Yang menjadi pertanyaan kenapa aparat penegak hukum kita tidak tegas kepada sembilan terdakwa dengan memberikan penahanan atau memberikan sangsi jika tidak mengikuti persidangan. Malah dari fakta hukum yang ada disetiap proses persidangan kasus dugaan korupsi apbd selayar ini , barang bukti sebuah kapal feri km takabonerate tidak pernah di hadirkan atau tercatat dalam pengananan hakim , namun kapal milik pemerintah dan masyarakat ini , dikontrakkan dan dioperasikan tanpa diketahui kemana hasil dan siapa yang mengoperasikannya. Ketika penulis menanyakan kepada jpu, aji sukartaji sh. Malah berkelit dan membanarkan namun menurutnya hal ini adalah kebijakan dari atas.
Proses persidangan dari dugaan kasus korupsi dana apbd selayar sebesar 5,5 rupiah dari pembelian kapal feri km takabonerate hingga saat ini masih berlanjut, namun hasil persidangannya boleh di kata telah di ketahui oleh masyarakat kabupaten selayar , yakni tidak ada persoalan”” , baik yang telah menjadi terdakwa” tidak berupaya hukum untuk pengembalian nama baiknya setelah mendapat vonis bebas dari segala tuntutan , dikaitkan dengan kedudukannya sebagai pejabat publik yang telah rusak namanya karena diduga melakukan korupsi maupun upaya lainnya untuk meluruskan persoalan yang sebenarnya, agar masyarakat tidak merasa dibohongi dengan apa yang mereka dengar dan lihat selama ini. Yang paling penting adalah “ kemana kapal km taka bonerate yang selayar telah beli di pulau jawa” dan kalau memang kapal itu bukan milik selayar , lantas kemana dan siapa yang menggunakan dana apbd selayar ta.2002 sebesar 5,5 m, tersebut ?? perlu digaris bawahi bahwa atas pembeliannya maka masyarakat selayar melalui apbd setiap tahunnya terpaksa menanggung utang bunga bank dan beban cicilan pembayaran kepada Bank BPD Sul-Sel yang di taksir telah mencapai 2 kali lipat dari kredit yang di ambil oleh investor jadi jadian yang di ketahui oleh pemimpin pemkab selayar atas persetujuan pimpinan dprd selayar.
Sejak tahun 2006 lalu penulis berusaha menghubungi kepala kejaksaan negeri selayar sejak yang telah berganti sebanyak 2 kali, selanjutnya pada tahun 2009 dan pada bulan oktober tahun ini, penulis masih menanyaka perihal perkara ini ke kajari kepulauan selayar termasuk dimana keberadaan barang bukti kapal feri yang di beli dari uang rakyat selayar tersebut berada namun di jawab dengan jawaban yang juga memelas dengan menyebut dari mana kami bisa mendapatkan dana eksekusi , sementara saya belum menjadi kejari saat itu, ujar kejari kepulauan selayar 2010 kepada penulis. Jawaban yang sama dilontarkan oleh kepala kejaksaan lama dan baru, begitupun dengan sejumlah hakim yang lama dan yang baru , atau mungkin karena mereka tidak merasakan beban utang daerah yang harus di bayarkan dari apbd selayar hingga saat ini.
Forum Peduli Selayar telah melakukan berbagai upaya dalam mencoba berbuat untuk menyelamatkan asset orang selayar, berupa sebuah kapal LCT yang di ubah menjadi kapal feri jadi jadian dengan membawa perkara ini ke KPK ( Komisi Pemberantasan Korupsi ) dengan sejumlah data pendukung termasuk temuan BPK dan temuan BPKP. KPK sempat melakukan upaya proses klarifikasi ke kejaksaan namun hingga saat ini belum di ketahui ujung pangkal perkembangan kasusnya. Padahal masyarakat selayar sangat berharap agar hal ini segera mendapat bantuan penanganan dari para komisionernya. Ataukan semua yang terlibat di dalam kasus ini adalah orang kuat dan tidak bisa tersentuh “?????”
Mungkin dengan dimuatnya tulisan ini, semua yang terkait dan yang berwenang bisa memberikan masukan dan dorongan serta bantuan agar kiranya penegak hukum di bumi tanadoang kepualaun selayar sulawesi-selatan dapat lebih tegas dalam menjalankan amanah undang-undang. Bukan malah sebaliknya ketika membaca tulisan ini kemudian mendapat celah untuk mendapatkan kesempatan”.
Penulis : arsil ihsan.
Kontak : 081 241 92 7000
http://www.kpk.go.id
Langganan:
Postingan (Atom)