RMOL. Sebagai lembaga penegak hukum, Polri dan Kejaksaan Agung diduga juga memiliki sejumlah rekening liar.
Menurut data yang dilansir lembaga swadaya masyarakat (LSM) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Korps Bhayangkara dan Korps Adhyaksa juga mempunyai rekening-rekening yang tidak sesuai peraturan. Peraturan apa?
Koordinator Advokasi dan Investigasi FITRA Uchok Khadafi menjelaskan, rekening-rekening itu melanggar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.05/2007 , Peraturan Menteri Keuangan Nomor 58/PMK.05/2007 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-94/PB/2007 yang menyebutkan, semua lembaga harus menyampaikan hasil laporan keuangannya ke Kementerian Keuangan dan Bendahara Negara.
“Yang kami dapat, Polri dan Kejaksaan Agung belum menyetorkan laporan keuangan tersebut, dan ini tidak boleh terjadi. Kami khawatir ada oknum-oknum yang akan memainkan uang tersebut. Inilah yang kami sebut rekening liar,” tandas Uchok.
Uchok menambahkan, data tersebut bukanlah hasil investigasi FITRA, melainkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dikutip pihaknya. “Jika ada yang menyangkal, silakan menemui BPK, karena ini sama persis dengan data BPK,” ujarnya.
Uchok pun menyarankan agar Polri dan Kejaksaan Agung bersikap transparan atas kepemilikan rekening itu, dan segera menyelesaikannya sesuai peraturan yang berlaku sebelum masalahnya menjadi besar. “Harus jujur jika memang memiliki rekening liar ini,” tandasnya.
Wakil Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Kombes Ketut Untung Yoga Ana mempertanyakan mengenai kata liar yang disematkan FITRA kepada 220 rekening milik Polri. “Liar itu seperti apa, harus jelas penggunaan kata tersebut, soalnya setiap kami membuat rekening selalu ada izinnya,” kata dia saat dihubungi, kemarin.
Meski begitu, Ketut menambahkan, sah-sah saja jika LSM melansir data yang menurut mereka rekening liar sebagai wujud kontrol sosial. “Ada lembaga eksternal yang memantau kondisi keuangan suatu lembaga penegak hukum, itu sah-sah saja. Tapi, itu tidak dapat dijadikan sebagai rujukan hukum, karena yang berhak melakukan audit ialah lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan,” ujarnya.
Ketut juga berharap FITRA lebih teliti dalam melakukan penelitian yang menyangkut keuangan negara di suatu lembaga penegak hukum. Soalnya, jika dilakukan secara asal-asalan, maka masyarakat tidak ada yang mempercayai data tersebut. “Harus benar-benar hasil audit investigasi yang mendalam. Selain itu harus bekerja sama dengan lembaga pemantau keuangan lainnya,” ujar dia.
Hal senada disampaikan Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAMwas) Marwan Effendi. “Tidak ada rekening liar di Kejaksaan Agung. Setiap rekening di sini merupakan rekening yang formil dan sudah sesuai prosedur yang berlaku,” katanya saat dihubungi.
Marwan menegaskan, dua buah rekening Kejaksaan Agung yang dicurigai FITRA itu bukanlah rekening liar. “Pertama, rekening untuk barang bukti yang disita kejaksaan. Kedua, rekening untuk setoran kas negara,” jelas bekas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus ini.
Marwan pun mengaku, pihaknya selalu melaporkan jumlah rekening berikut isinya kepada Kementerian Keuangan atau Bendahara Negara. “Kami selalu melaporkan posisi keuangan kepada instansi terkait. Sebaiknya FITRA memberikan bukti yang konkret dan jelas jika kami tidak menyerahkan laporan keuangan,” tandasnya.
Meski begitu, Marwan mengakui, saat ini pihaknya merasa kesulitan untuk mengatur rekening-rekening tersebut. Soalnya, rekening yang dimiliki kejaksaan sangat banyak. “Ada edaran bahwa rekening kejaksaan dijadikan satu saja. Tapi, tampaknya ini repot. Masalahnya, rekening di tingkat kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri di seluruh Indonesia secara otomatis harus mengirim ke Jakarta. Ini dinilai tidak efisien. Ini yang kadang kala menjadi masalah bagi kami,” paparnya.
Kendati begitu, Marwan menegaskan, rekening-rekening yang dimiliki kejaksaan itu tidak bisa dibilang liar. “Yang namanya liar itu jika tidak ada izin. Kami sudah mendapatkan izin dan suratnya pun ada. Jadi, apa yang mereka nilai liar,” ujarnya.
Yang Mencurigakan Wajib Ditutup
Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR
Melihat silang pendapat antara FITRA, Polri dan Kejaksaan Agung mengenai dugaan rekening liar, anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar mencoba bersikap netral.
“Jika FITRA meyakini data itu, maka harus bisa dipertanggung jawabkan. Untuk Kejagung dan Polri, jika benar telah melakukan kesalahan, maka segera mengaku,” kata anggota Fraksi Partai Demokrat ini.
Sebagai anggota Komisi Hukum DPR, Dasrul berjanji akan membawa masalah ini ke dalam rapat kerja dengan pihak Kejaksaan Agung dan Polri di gedung DPR. Soalnya, masalah uang negara merupakan isu yang sangat sensitif bagi masyarakat. “Kami akan agendakan masalah ini dalam rapat kerja nanti,” tambahnya.
Dasrul juga menyarankan FITRA agar memberikan data itu kepada Komisi III DPR untuk mempemudah proses pengecekannya. “Kami mau melihat data itu secara konkrit dan valid,” tegasnya.
Dia juga berharap Polri dan Kejaksaan Agung bersikap transparan terhadap masalah ini. Soalnya, lanjut Dasrul, dalam keputusan Menteri Keuangan disebutkan bahwa setiap lembaga negara wajib menutup semua rekening yang mencurigakan.
“Kalau dirasa rekening-rekening itu liar, maka sebaiknya Polri dan Kejagung segera menutupnya dan mengembalikan semua uang itu kepada negara. Jika uang tersebut sudah diserahkan kepada negara, maka bisa digunakan untuk memajukan perekonomian, selain untuk memperbaiki citra kedua lembaga penegak hukum itu yang saat ini sedang dipertanyakan,” sarannya.
Semoga Tak Ada Yang Disembunyikan
Johnson Panjaitan, Direktur Bantuan Hukum, Asosiasi Advokat Indonesia
Data yang dilansir Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengenai dugaan rekening liar di sejumlah lembaga negara, termasuk Polri dan Kejaksaan Agung merupakan suatu teguran masyarakat atau kontrol sosial.
Demikian pendapat Johnson Panjaitan, Direktur Advokasi dan Bantuan Hukum, Asosiasi Advokat Indonesia, kemarin. “Sebaiknya disikapi dengan bijak oleh lembaga penegak hukum itu. Saya harap mereka tidak emosi atas laporan itu,” katanya.
Johnson menyarankan, pihak Polri dan Kejaksaan Agung berkata jujur jika memiliki sejumlah rekening dengan isi di atas Rp 1 miliar dan tidak sesuai Peraturan Menteri Keuangan. “Harus berani berkata jujur kepada masyarakat untuk membeberkan semuanya. Semoga tidak ada yang disembunyikan” ujarnya.
Dia menambahkan, Polri dan Kejagung perlu melakukan pembenahan di internal pengurusnya. Kedua lembaga itu, lanjut Johnson, bisa dikatakan sukses apabila mampu membersihkan institusinya masing-masing dari oknum penegak hukum yang nakal. “Saya yakin mereka mampu melakukan pembenahan diri. Akan tetapi, mereka harus mempunyai tekad yang kuat untuk melakukannya,” ucapnya.
Kepada FITRA, praktisi hukum ini menyarankan untuk meneliti aliran duit di rekening-rekening tersebut. Apakah sudah sesuai prosedur atau disalahgunakan oknum-oknum tertentu. “FITRA harus bisa mempertanggung jawabkan hasil penelitiannya,” kata dia.
Johnson juga berharap FITRA melapor kepada KPK jika benar-benar menemukan indikasi penyalahgunaan rekening-rekening tersebut. “Kalau FITRA yakin ada penyalahgunaan, sebaiknya diserahkan kepada KPK biar langsung ditangani prosesnya.”
[RM