Rabu, 27 Oktober 2010

INDEKS PERSEPSI KORUPSI - Somalia Negara Terkorup Sedunia

Negara-negara yang tercabik peperangan masih dinilai sebagai negara terkorup di dunia. Hal itu menurut laporan terkini dari Transparency Internasional untuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index (CPI) 2010, Selasa (26/10).

Laporan IPK ini dilandaskan pada hasil jajak pendapat di kalangan para pelaku bisnis dan rakyat di 178 negara. Negara paling korupsi adalah Somalia, disusul oleh Birma (Myanmar), Afghanistan dan Irak. Denmark, Selandia Baru dan Singapura menempati urusan paling atas sebagai negara yang paling tidak korup, sementara Inggris hanya menduduki urutan ke-20.

Melalui laporannya yang paling baru, Rusia digolongkan ke dalam kelompok negara-negara yang paling korup, menempati urutan ke-154. Sementara Italia turun ke peringkat 67, sekarang berada di bawah Rwanda. Sementara itu China menduduki urutan ke-78.

Menurut temuan Transparency International, negara-negara miskin dan rentan paling menderita berbagai akibat korupsi.  Hasil temuan ini menandakan upaya-upaya yang lebih besar harus dilakukan terhadap pemerintahan di seluruh dunia. Karena, itu, banyak yang harus dilakukan untuk menerapkan peraturan dan hukum yang sudah ada, kata Huguette Labelle, Ketua Transparency Internasional.

Indonesia

Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia tidak berubah dari tahun lalu, yaitu 2,8. Pencapaian ini berada di bawah beberapa negeri tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.

Capaian Indonesia berada di bawah sejumlah negara tetangga seperti Singapura 9,3, Malaysia 4,4, Thailand 3,5. Indonesia setara dengan sejumlah negara terbelakang seperti Bolivia, Gabon, Kosovo, dan Solomon Island. Posisi Indonesia hanya unggul dari Vietnam 2,7, Filipina 2,4, Kamboja 2,1, Laos 2,1, dan Myanmar 1,4.

CPI adalah pengukuran tingkat korupsi berdasarkan persepsi negara-negara di dunia. Korupsi yang diukur adalah sektor publik, yaitu korupsi yang berkaitan dengan pejabat publik, pegawai negeri dan politikus.

Transparency International didirikan tahun 1993 dan merupakan LSM yang memantau praktik korupsi dalam perusahaan dan korupsi politik. Untuk CPI tahun 2010, data yang digabungkan berasal dari 13 survei yang dilakukan oleh 10 organisasi. Berikut data Indeks Persepsi Korupsi untuk negara-negara ASEAN.

UrutanNegaraSkor
176Myanmar 1,4
154Laos 2,1
154Kamboja2,1
134Filipina2,4
116Vietnam2,7
110Indonesia2,8
78Thailand3,5
56Malaysia4,4
38Brunei5,5
1Singapura9,3

BBC-DETIK | GLOBAL |  BERLIN

INDEKS PERSEPSI KORUPSI

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tak berubah
JAKARTA. Upaya pemberantasan korupsi ternyata stagnan. Hal ini ditunjukan dengan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang tahun ini tidak berubah dengan tahun lalu.

Tahun ini, IPK Indonesia sebesar 2,8 atau berada di posisi ke-110. Sebelumnya, tahun lalu, Indonesia berada di posisi 111.

Sekretaris Jenderal Tansparency International (TI) Indonesia Teten Masduki menyatakan angka 2,8 menunjukkan bahwa pemerintah belum serius memberantas korupsi. Untuk itu, dia mengatakan perlu dukungan yang kuat terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Wakil Ketua KPK Muhammad Jasin mengatakan bahwa salah satu faktor masih stagnannya indeks persepsi korupsi karena belum efektifnya proses reformasi birokrasi. "Negara yang memiliki IPK tinggi memiliki pelayanan birokrasi yang sangat baik," ujarnya.

Secara umum Corruption Perception Index (CPI) 2010 mengukur tingkat korupsi di 178 negara. Negara dengan skor tertinggi (9,3) adalah Denmark, Selandia Baru dan Singapura. Di Asia Tenggara, Indonesia ada di posisi kelima setelah Singapura, Brunei (5,5), Malaysia (4,4), Thailand (3,5). Namun nilai Indonesia lebih baik daripada Vietnam (2,7), Timor Leste (2,5), Filipina (2,4), Kamboja (2,1) dan Myanmar (1,4).
"Melakukan copy & paste artikel berita ini dan atau mendistribusikan ulang melalui situs atau blog Anda tanpa seizin redaksi Kontan adalah melanggar Hak Cipta / Copyright ©"

Polri & Kejagung Ngaku Tak Punya Rekening Liar Tanggapi Data Yang Dilansir LSM FITRA

RMOL. Sebagai lembaga penegak hukum, Polri dan Kejaksaan Agung diduga juga memiliki sejumlah rekening liar.

Menurut data yang dilansir lembaga swadaya masyarakat (LSM) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Korps Bhayangkara dan Korps Adhyaksa juga mempunyai rekening-rekening yang tidak sesuai peraturan. Peraturan apa?

Koordinator Advokasi dan Investigasi FITRA Uchok Kha­dafi menjelaskan, rekening-rekening itu melanggar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.05/2007 , Peraturan Men­te­­ri Keuangan Nomor 58/PMK.05/2007 dan Surat Edaran Direk­tur Jenderal Perbenda­haraan Nomor SE-94/PB/20­07 ya­ng menyebutkan, semua lem­ba­ga harus menyampaikan hasil laporan keuangannya ke Kemen­terian Keuangan dan Bendahara Negara.

“Yang kami dapat, Polri dan Kejaksaan Agung belum menye­torkan laporan keuangan tersebut, dan ini tidak boleh terjadi. Kami khawatir ada oknum-oknum yang akan memainkan uang tersebut. Inilah yang kami sebut rekening liar,” tandas Uchok.

Uchok menambahkan, data tersebut bukanlah hasil investi­gasi FITRA, melainkan hasil au­dit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dikutip pihaknya. “Jika ada yang menyangkal, silakan menemui BPK, karena ini sama persis dengan data BPK,” ujarnya.

Uchok pun menyarankan agar Polri dan Kejaksaan Agung bersi­kap transparan atas kepemilikan rekening itu, dan segera menye­lesaikannya sesuai peraturan yang berlaku sebelum masala­h­nya menjadi besar. “Harus jujur jika memang memiliki rekening liar ini,” tandasnya.

Wakil Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Kom­bes Ketut Untung Yoga Ana mem­per­tanyakan mengenai kata liar yang disematkan FITRA kepada 220 rekening milik Polri. “Liar itu seperti apa, harus jelas penggunaan kata tersebut, soal­nya setiap kami membuat rekeni­ng selalu ada izinnya,” kata dia saat dihubungi, kemarin.

Meski begitu, Ketut menam­bahkan, sah-sah saja jika LSM me­lansir data yang menurut me­reka rekening liar sebagai wujud kontrol sosial. “Ada lembaga eks­ternal yang memantau kondisi keuangan suatu lembaga penegak hukum, itu sah-sah saja. Tapi, itu tidak dapat dijadikan sebagai rujukan hukum, karena yang berhak melakukan audit ialah lem­baga resmi yang ditunjuk pe­merintah, dalam hal ini Kemen­terian Keuangan,” ujar­nya.

Ketut juga berharap FITRA lebih teliti dalam melakukan penelitian yang menyangkut keua­ngan negara di suatu lem­baga penegak hukum. Soalnya, jika dilakukan secara asal-asalan, maka masyarakat tidak ada yang mempercayai data tersebut. “Harus benar-benar hasil audit investigasi yang mendalam. Selain itu harus bekerja sama deng­an lembaga pemantau keua­ngan lainnya,” ujar dia.

Hal senada disampaikan Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM­was) Marwan Effendi. “Tidak ada reke­ning liar di Kejaksaan Agu­ng. Setiap rekening di sini meru­pakan rekening yang formil dan su­dah sesuai prosedur yang berlaku,” katanya saat dihubungi.

Marwan menegaskan, dua buah rekening Kejaksaan Agung yang dicurigai FITRA itu bukan­lah rekening liar. “Pertama, reke­ning untuk barang bukti yang disita kejaksaan. Kedua, rekening untuk setoran kas negara,” jelas bekas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus ini.

Marwan pun mengaku, pihak­nya selalu melaporkan jumlah rekening berikut isinya kepada Kementerian Keuangan atau Bendahara Negara. “Kami selalu melaporkan posisi keuangan kepada instansi terkait. Sebaik­nya FITRA memberikan bukti yang konkret dan jelas jika kami tidak menyerahkan laporan keua­ngan,” tandasnya.

Meski begitu, Marwan meng­akui, saat ini pihaknya merasa ke­su­litan untuk mengatur rekening-rekening tersebut. Soalnya, re­kening yang dimiliki kejaksaan sa­ngat banyak. “Ada edaran bah­wa rekening kejaksaan dijadikan satu saja. Tapi, tampaknya ini re­pot. Masalahnya, rekening di ti­ngkat kejaksaan tinggi dan kejak­saan negeri di seluruh Indonesia se­cara otomatis harus mengirim ke Jakarta. Ini dinilai tidak efi­sien. Ini yang kadang kala men­jadi masalah bagi kami,” papar­nya.

Kendati begitu, Marwan mene­gas­kan, rekening-rekening yang dimiliki kejaksaan itu tidak bisa dibilang liar. “Yang namanya liar itu jika tidak ada izin. Kami sudah mendapatkan izin dan suratnya pun ada. Jadi, apa yang mereka nilai liar,” ujarnya.

Yang Mencurigakan Wajib Ditutup
Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR

Melihat silang pendapat antara FITRA, Polri dan Kejak­saan Agung mengenai dugaan rekening liar, anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar men­co­ba bersikap netral.

“Jika FITRA meyakini data itu, maka harus bisa dipertang­gung jawabkan. Untuk Kejagu­ng dan Polri, jika benar telah melakukan kesalahan, maka segera mengaku,” kata anggota Fraksi Partai Demokrat ini.

Sebagai anggota Komisi Hukum DPR, Dasrul berjanji akan membawa masalah ini ke dalam rapat kerja dengan pihak Kejaksaan Agung dan Polri di gedung DPR. Soalnya, masalah uang negara merupakan isu yang sangat sensitif bagi mas­yarakat. “Kami akan agendakan masalah ini dalam rapat kerja nanti,” tambahnya.

Dasrul juga menyarankan FIT­RA agar memberikan data itu kepada Komisi III DPR un­tuk mempemudah proses peng­ece­kannya. “Kami mau melihat da­t­a itu secara konkrit dan va­lid,” tegasnya.

Dia juga berharap Polri dan Kejaksaan Agung bersikap tran­sparan terhadap masalah ini. Soalnya, lanjut Dasrul, da­lam keputusan Menteri Keua­ng­an disebutkan bahwa setiap lem­baga negara wajib menutup sem­ua rekening yang mencuri­gakan.

“Kalau dirasa rekening-reke­ning itu liar, maka sebaiknya Pol­ri dan Kejagung segera menu­tupnya dan mengem­ba­likan semua uang itu kepada ne­gara. Jika uang tersebut su­dah diserahkan kepada negara, maka bisa digunakan untuk mema­ju­kan perekonomian, selain untuk mem­perbaiki citra kedua lem­baga penegak hukum itu yang saat ini sedang di­pe­r­ta­nyakan,” sarannya.

Semoga Tak Ada Yang Disembunyikan
Johnson Panjaitan, Direktur Bantuan Hukum, Asosiasi Advokat Indonesia

Data yang dilansir Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengenai du­­­gaan rekening liar di se­jum­lah lembaga negara, termasuk Polri dan Kejaksaan Agung me­rupakan suatu teguran masya­rakat atau kontrol sosial.

Demikian pendapat Johnson Panjaitan, Direktur Advokasi dan Bantuan Hukum, Asosiasi Ad­vo­kat Indonesia, kemarin. “Sebaiknya disikapi dengan bijak oleh lembaga penegak hukum itu. Saya harap mereka tidak emosi atas laporan itu,” ka­ta­nya.

Johnson menyarankan, pihak Polri dan Kejaksaan Agung berkata jujur jika memiliki sejumlah rekening dengan isi di atas Rp 1 miliar dan tidak sesuai Peraturan Menteri Keuangan. “Harus berani berkata jujur kepada masyarakat untuk mem­beberkan semuanya. Se­mo­ga tidak ada yang disem­bun­yikan” ujarnya.

Dia menambahkan, Polri dan Kejagung perlu melakukan pem­benahan di internal peng­urus­nya. Kedua lembaga itu, lanjut Johnson, bisa dikatakan sukses apabila mampu mem­ber­sihkan institusinya masing-masing dari oknum penegak hu­kum yang nakal. “Saya yakin me­­reka mampu melakukan pembenahan diri. Akan tetapi, mereka harus mempunyai tekad yang kuat untuk melakuka­n­nya,” ucapnya.

Kepada FITRA, praktisi hukum ini menyarankan untuk meneliti aliran duit di rekening-rekening tersebut. Apakah sudah sesuai prosedur atau disalahgunakan oknum-oknum tertentu. “FITRA harus bisa mem­pertanggung jawabkan hasil penelitiannya,” kata dia.

Johnson juga berharap FIT­RA melapor kepada KPK jika be­nar-benar menemukan indi­ka­si penyalahgunaan rekening-re­kening tersebut. “Kalau FIT­RA yakin ada penyala­hgunaan, sebaiknya diserahkan kepada KPK biar langsung ditangani prosesnya.”  [RM

Semua Perkara Korupsi Harus Dihukum Minimal 8 Tahun!

   Laporan: Ade Mulyana
PENGADILAN/IST
  
RMOL. Sistem hukum terhadap pelaku korupsi haruslah dimaksimalkan mulai dari penyidik, pengadilan maupun dari sisi UU-nya. Diharapkan, tidak ada lagi batas minimal dan batas maksimal hukuman.

"Pokoknya bangun pararadigma semua perkara korupsi paling kurang dihukum delapan tahun. Kalau kesalahannya banyak, misalnya, bisa 20 tahun," demikian ujar Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Zainal Arifin Mochtar saat memaparkan makalahnya pada rangkaian acara Simposium Nasional Pemuda Anti Korupsi, di Hotel Century Park, Senayan, Jakarta, Senin (25/10).

Pasalnya ia melihat penjeraan terhadap koruptor sampai saat ini masih kurang. Hukuman yang seharusnya bisa sampai 20 tahun ternyata hanya dihukum satu tahun. Bahkan pasal yang menjerat mereka pun menjadi ancaman ikut serta melakukan penyuapan.

"Ancaman kurungannya lima tahun, ya akhirnya diputuskan cuma satu tahun saja. Selain itu juga proses remisi harus diperbaiki. Jangan seorang koruptor bisa mendapatkan remisi dua kali dalam satu tahun,"  imbuhnya menambahkan. [wid]

Dua Triliun Duit Negara Telah Dijarah Koruptor Hasil Penelitian PUKAT UGM 1 Juli-15 September 2010

RMOL. Koruptor bikin bangkrut negara. Dari 1 Juli hingga 15 September 2010 saja, ditemukan kerugian negara sekitar Rp 2,1 triliun. Ini pun angka sementara, sehingga duit rakyat yang dijarah koruptor dalam periode itu bisa lebih besar. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) merilis suatu penelitian yang diberi judul Trend Cor­ruption Report (TCR) atau la­poran kecenderungan korupsi.

Lembaga yang berada dalam ruang lingkup Universitas Gajah Mada (UGM) ini, membuat pe­nelitian itu untuk memantau kecenderungan tindak pidana korupsi berdasarkan pemberitaan di media massa.

Ini adalah kali ketiga lembaga yang dipimpin Zaenal Arifin Mochtar itu membuat penelitian serupa. “TCR III 2010 disusun ber­dasarkan pemantauan berita korupsi yang dilakukan selama tiga bulan, yaitu periode 1 Juli-15 September 2010,” kata pe­neliti PUKAT Hifdzil Alim kepada Rakyat Merdeka.

 Hifdzil menambahkan, PU­KAT memantau 113 kasus yang melibatkan 236 pelaku, 116 modus, dan 113 sektor korupsi. Ka­sus tersebut lebih lanjut di­paparkan dalam beberapa bagian, meliputi aktor, modus, sektor, tingkat kerugian negara, penegak hukum yang menangani, dan vo­nis yang dijatuhkan.

Dalam penelitian itu dise­butkan, aktor korupsi berjumlah 236 pelaku yang dibagi dalam 38 macam. Posisi teratas di­do­minasi kelompok anggota/bekas anggota DPRD sebanyak 56 orang. Diikuti anggota/bekas DPR  29 orang, kepala dinas 18 orang, pegawai pemprov/ka­bupaten 17 orang, pegawai dinas pem­da 13 orang, dan dirut per­seroan ter­batas 11 orang. Se­da­ngkan ke­lompok yang lain jumlahnya be­rada pada kisaran di bawah 10 orang.

Dalam penelitian ini, PUKAT membeberkan 116 modus korup­si yang dikelompokkan dalam sembilan kategori untuk mencuri uang negara. Modus memper­kaya diri dan orang lain ber­jumlah 57 kali, korupsi secara bersama-sama 15 kali, mark-up 11 kali, pen­yalahgunaan wewe­nang 9 kali, suap 7 kali, grati­fikasi dan pen­ye­lewengan ang­garan masing-masing 5 kali, dan penyimpangan proyek serta penunjukan langsung masing-masing 4 kali.

Sementara itu, sektor yang paling sering dijadikan ajang korupsi masih ditempati peng­adaan barang dan jasa yang dite­mukan dalam 33 kasus. Peri­ngkat kedua, diambil oleh sektor ke­sejahteraan sosial 13 kasus. Sedangkan posisi ketiga menjadi milik sektor APBN dan pendi­dikan masing-masing 10 kasus. Berikutnya, pertanahan 7 kasus, pendapatan negara/daerah 5 kasus, BUMN 4 kasus, per­bank­an, pemerintah daerah, DPRD, kesehatan, dan olahraga masing-masing 3 kasus, departemen, ke­hutanan, dan pilkada masing-ma­sing 2 kasus, DPR, BUMD, kelautan, bantuan bencana alam, kas daerah, ketenagakerjaan, perumahan, perkoperasian, ke­aga­maan, pariwisata masing-masing 1 kasus.

Dalam laporannya, tingkat kerugian negara terbanyak pada triwulan III 2010 berkisar pada angka di bawah Rp 1 miliar de­ng­an 39 kasus.  Sementara, keru­gian negara antara Rp 1 miliar hingga Rp 10 miliar ada 31 kasus, Rp 10 miliar��"Rp 50 mi­liar��"berjumlah 10 kasus, Rp 50 mi­liar��"Rp 100 miliar hanya 1 kasus, di atas Rp 100 miliar ada 2 kasus. Kerugian negara itu belum ter­masuk 30 kasus yang belum diketahui jumlah ke­rugian nega­ranya, karena masih dalam tahap penyelidikan pe­negak hukum. “Jadi, jumlah sementara uang negara yang dijarah sebesar Rp 2,1 triliun,” tan­das Hifdzil.

PUKAT menduga, kerugian negara terbesar ada dalam kasus meloloskan permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPH­HK-HT) sebesar Rp 889,2 miliar.

Sedangkan, kerugian negara terkecil ada pada kasus korupsi dana Program Pemberdayaan So­sial Ekonomi Masyarakat (P2­SEM) yang mendakwa Edi Uto­mo, Ketua LSM PNC (Pag­u­yuban Nelayan Cam­purejo), Panceng, korupsi se­besar Rp 50 juta.

“Untuk kasus hutan, telah menjerat bekas Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau, Asral Rachman yang sekarang ditang­ani KPK. Sementara untuk P2­SEM ditangani Kejaksaan Ne­geri Gresik dan Sudah divonis oleh PN Gresik dengan pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 25 juta subsider satu bulan. Se­lain itu, terdakwa diperintahkan mengem­balikan uang negara sebesar Rp 50 juta,” katanya.

Bekas Wakil Ketua KPK Tum­pak Hatorangan Panggabean meng­imbau PUKAT agar menye­rah­kan hasil penelitiannya itu kepada lembaga penegak hukum semisal KPK.

“Di sana bisa dico­cokkan validitas data tersebut,” ujar bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan ini.

Tumpak menambahkan, keru­gi­an negara hasil penelitian PU­KAT sebesar Rp 2,1 triliun itu bi­sa bertambah dalam hitungan menit. Pasalnya, praktik korupsi di­lakukan karena melihat ada kesempatan.

“Mungkin saja pada hari ini angka itu telah berubah na­ik menjadi Rp 3 triliun. Karena, se­seorang jika melakukan ko­rup­si pasti selalu memanfaatkan kesempatan yang ada,” ujarnya.

Perlu Diteliti Kebenarannya
Harry Witjaksono, Anggota Komisi III DPR

Laporan Trend Korupsi peri­­ode 1 Juli hingga 15 Sep­tember 2010 yang dilansir PU­KA­T UGM direspon politisi Se­nayan.

Me­nurut anggota Ko­misi III DPR Har­ry Witjak­sono, laporan itu bisa diguna­kan untuk memetakan perkara ko-r­u­psi dan jumlah ke­rugian negaranya. “Sebaiknya te­rus di­kembang­kan,” katanya ke­pada Rakyat Merdeka.

Namun, Harry mengingat­kan agar PUKAT lebih teliti da­lam menyatakan angka-angka keru­gian negara. Soal­nya, jumlah ke­rugian negara akibat korupsi me­rupakan per­kara yang sangat sensitif. “Le­bih baik PUKAT ber­koordinasi dengan BPK atau lem­baga penegak hukum semi­sal KPK, Polri, Kejaksaan Agu­ng dan la­innya. Sehingga, angka Rp 2,1 tri­liun itu bisa diper­tan­ggung ja­wabkan kebe­narannya,” ujar­nya.

Har­ry juga meminta PU­KAT memberikan data itu ke­pada Komisi III DPR un­tuk diteliti kebenarannya. Pa­sal­nya, Komisi Hu­­kum DPR bisa meneliti dan men­­­­co­cokkan data PUKAT deng­an data dari lembaga pe­ne­gak hu­kum. “Kami sa­ng­at berterimaksih ji­ka PUKAT memberikan data itu un­tuk kami teliti kebena­rannya.”   [RM

Kubu Syamsul Pastikan Belum Terima Jadwal Periksa KPK

RMOL. Gubernur Sumatera Utara Syamsul Arifin masih ditunggu kedatangannya di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi.

KPK tetap berencana kembali memeriksa Syamsul Arifin terkait kasus penyelewengan dana APBD Kabupaten Langkat, hari ini (Rabu, 27/10).

Namun ketika dikonfirmasi, kuasa hukum Syamsul Arifin, Samsul Huda mengaku tidak mendapat jadwal pemeriksaan bagi kliennya.

"Tidak ada tuh, saya tidak tahu," ujar Samsul Huda ketika dihubungi wartawan di kantor KPK, jalan HR Rasuna Said Jakarta Selatan, sore ini (Rabu, 27/10).

Jum'at (22/10) kemarin, KPK secara resmi menetapkan Syamsul Arifin sebagai tersangka penyelewengan dana APBD Kabupaten Langkat tahun 2000-2007 ketika dirinya menjabat sebagai Bupati. Syamsul disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1), pasal 3, pasal 8 dan pasal 13 UU Nomer 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK melakukan upaya penahanan terhadap Syamsul Arifin selama 20 hari di rumah Tahanan kelas 1 Salemba.

Selain Syamsul Arifin, KPK juga berencana melakukan pemeriksaan terhadap mantan Kepala Bappenas Paskah Suzetta dan mantan anggota DPR Hamka Yamdhu. Sementara itu belum ada keterangan resmi dari pihak KPK sendiri mengenai rencana pemeriksaan tersebut. [wid]

Timur Pradopo Minim Program Berantas Korupsi

Laporan: Frida Astuti
TIMUR PRADOPO/IST
  
RMOL. Indonesian Corruption Watch (ICW) berpendapat pemilihan Kapolri dan Jaksa Agung seharusnya menjadi momentum tepat bagi SBY untuk menunjukkan komitmen memberantas korupsi

Namun dengan terplihnya Timur Pradopo sebagai Kapolri pengganti Jenderal BHD justru akan semakin menjauhkan komitmen pemerintah untuk memberantas korupsi.

"Kami tidak mendengar sedikitpun mainset antikorupsi sebagai latar belakang pemilihan Kapolri dan program calon Kapolri pun tidak terukur untuk pemberantasan korupsi," papar koordinator bidang hukum ICW, Febridiansyah di kantornya, Jalan Kalibata, Jakarta, Minggu (24/10)

Selain itu, kata Febri lagi, terdapat sejumlah kejanggalan dalam pemilihan Timur sebagai Kapolri. Salah satunya yaitu kenaikan pangkat yang secara tiba-tiba.

Dengan demikian ICW pun menyimpulkan bahwa SBY telah gagal memanfaatkan momentum penting untuk pembersihan dan penyelamatan Polri dengan mengangkat Timur sebagai Kapolri. [wid]

SINDIR PRILAKU KORUPSI



Seorang pengendara motor melintasi grafiti di daerah lebak bulus, Jakarta Selatan, (Minggu, 24/10). Mural atau grafiti ini menyindir prilaku korupsi. Walau mempunyai banyak uang, hati koruptor tidak akan tenang karena uang yang didapatkan dengan cara tidak halal. INDRA HARDI/RM

Diperiksa KPK, MS Kaban Seret Nama Soeharto

Laporan: Wahyu Sabda Kuncahyo
MS KABAN/IST
  
RMOL. Mantan Menteri Kehutanan (Menhut) MS Kaban memenuhi panggilan sebagai saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus pengadaan sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan.

"Sebagai saksi untuk Pak Wandoyo (mantan Direktur Perencanaan dan Keuangan Kemenhut), mantan anak buah dalam kasus SKRT," jelas Kaban saat tiba di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, sekitar pukul 10.30 WIB tadi (Senin, 25/10).

Menjelaskan soal proyek SKRT, Kaban malah mengatakan bahwa proyek itu adalah produk yang berasal dari jaman Presiden Soeharto.

"Ini kan dari jaman Pak Harto, saya tinggal meneruskan. Waktu itu karena ada perubahan pengelolaan hutan lalu berubah karena ada UU Otonomi Daerah. Setelah itu ngga terpelihara lagi.

"Waktu itu (ia menjabat) ada kebijakan berantas illegal logging, pembakaran hutan dan sebagainya. Jadi kita perlu satu sistem komunikasi, ternyata berantakan semua," ungkapnya.

Ia mengatakan hal penunjukan langsung PT Masaro Radiokom milik Anggoro Widjojo, kakak Anggodo Widjojo, dalam kasus SKRT bukanlah substansi perkara karena soal itu sudah diatur di Keppres.

"Itu diatur Keppres tapi saya pikir persoalannya bukan itu nanti kita serahkan ke KPK saja. Nanti kita tunggu di pengadilan bagaimana," tandasnya.[ald]

Walhi Desak Pemerintah Tatapkan Status Darurat Bencana

WALHI/IST
  
RMOL. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menetapkan situasi Indonesia dalam status darurat bencana.

Manager Desk Bencana Walhi, Irhash Ahmady menjelaskan sejak awal Oktober 2009 sudah terjadi tujuh kali bencana besar.

Diantaranya banjir yang melanda lebih dari 80 Kabupaten/Kota di Indonesia, gempa diberbagai daerah, Banjir Wasior dan terakhir bencana gunung Merapi di Yogyakarta dan tsunami di Mentawai.

Selain itu, meskipun UU Nomer 24/2007 tentang pengelolaan bencana sudah dikeluarkan, pemerintah masih terlihat gamang dalam menjalankan amanat konstitusi.

''Tujuan dilahirkannya regulasi itu adalah untuk meminimalisasi dampak bencana yang terjadi di Indonesia. Berbagai bencana yang terus terjadi hingga hari ini seakan mempertegas kondisi dan situasi pengelolaan bencana kita masih amburadul,'' ujar Irhash dalam jumpa pers di kantornya, Jalan Tegal Parang Utara 14 Jakarta Selatan (Rabu, 27/10).

Ia menambahkan pemerintah juga harus segera mengambil langkah-langkah keluar dari krisis ini, dengan menyiapsiagakan seluruh komponen terkait agar ancaman terhadap keselamatan warga bisa dikurangi. Dalam konteks lebih jauh, lanjut Irhash, perspektif pengurangan resiko bencana harus segera diimplementasikan dan dilakukan kajian serius terhadap ancaman dan kerentanan.

Walhi juga meminta pemerintah segera mengeluarkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pemulihan untuk memulihkan dan melindungi kondisi ekologis, sosial dan budaya kawasan dengan menjamin akses dan kontrol rakyat atas sumber-sumber kehidupan yang adil dan lestari. [arp]

Survei TII: IPK Korupsi Indonesia Masih Sama dengan Tahun Lalu

Laporan: Kristian Ginting

SIKAT KORUPSI/IST
  
RMOL. Transparency International meluncurkan Indeks Persepsi Korupsi secara serentak diseluruh dunia, hari ini (26/10), termasuk juga di Indonesia.

Hasilnya, korupsi tetap menjadi hambatan terhadap kemajuan setiap negara. Dari 178 negara yang disurvei, tiga perempatnya memiliki nilai di bawah lima. Artinya dengan skala nol negara yang dipersepsikan sangat korup, sedangkan 10 dipersepsikan tingkat korupsinya sangat rendah.

Posisi pamungkas ditempati oleh tiga negara, yakni Denmark, Selandia Baru dan Singapura. Ketiga negara ini memiliki skor IPK yang sama yaitu 9,3. Sedangkan negara yang dipersepsikan paling korup adalah Somalia. Dengan skor IPK 1,1 peringkat 178.

Sedangkan Indonesia berada pada peringkat 110, dengan skor IPK 2,8. Skor yang sama diperoleh pada tahun lalu. [wid]

Skor Korupsi Indonesia Stagnan

Perang melawan korupsi yang ditabuh pemerintah Indonesia jalan di tempat. Buktinya, hanya terjadi sedikit perbaikan dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index (CPI) 2010 ini.
Dalam survei tahunan yang dilakukan Transparency International (TI) yang berbasis di Berlin, Jerman ini, Indonesia hanya menempati peringkat 110 dari 178 negara yang disurvei. Tahun lalu, Indonesia berada di peringkat 111.
Seperti tahun 2009, skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2010 hanya 2,8. Skor 0 untuk negara yang paling korup dan skor 10 untuk negara yang paling tidak korup.
"Membiarkan korupsi berlanjut tak bisa diterima. Terlalu banyak orang miskin dan lemah yang akan terus menderita sebagai konsekuensi dari tingginya korupsi di seluruh dunia," kata Presiden TI, Huguette Labelle seperti dilansir AFP, Selasa (26/10/2010).
Dalam survei ini, ada tiga negara yang sama-sama mendapat skor tertinggi (9,3), yang artinya merupakan negara yang paling rendah tingkat korupsinya. Negara itu adalah Denmark, Selandia Baru, dan Singapura. Pada level beriktnya diikuti Finlandia, Swedia, Kanada, dan Belanda.
Negara yang paling korup tahun 2010 ini adalah Somalia dengan skor 1,1. Selanjutnya, Myanmar dan Afghanistan sama-sama menempati peringkat kedua negara terkorup di dunia.
Di Asia Tenggara, Brunei Darussalam meraih skor 5,5 dan menempati peringkat 38. Skor ini menempatkan Brunei sebagai negara terbersih kedua dari korupsi di Asia Tenggara setelah Singapura.
Sedangkan Malaysia menempati rangking 56 dengan skor 4,4. Thailand ada di urutan 78 dengan skor 3,5. Dalam survei ini, Indonesia hanya sedikit lebih baik dibandingkan Vietnam yang berada di urutan 116 dengan skor 2,7.
Kebal Hukum
Menanggapi hasil survei TI ini, Ketua Transparency International (TI), Todung Mulya Lubis menilai bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia tidak ada kemajuan. “Pemberantasan korupsi jalan di tempat dan stagnan," tandasnya.
Capaian Indonesia, kata Todung, berada di bawah sejumlah negara tetangga seperti Singapura (skor 9,3), Malaysia (4,4), Thailand (3,5). Indonesia setara dengan sejumlah negara terbelakang, seperti Bolivia, Gabon, Kosovo, dan Solomon Island. Posisi Indonesia hanya unggul dari Vietnam (2,7), Filipina (2,4), Kamboja (2,1), Laos (2,1), dan Myanmar (1,4).
Todung menduga, IPK Indonesia jalan di tempat karena melemahnya kinerja pemberantasan korupsi dalam setahun terakhir. Sejumlah kasus yang menunjukkan itu antara lain pelemahan KPK dan kasus Gayus Tambunan.
"Pada kasus Gayus, menunjukkan pengadilan dan pertanggungjawaban pidana hanya sampai pada orang yang tidak memiliki kekuasaan. Sedangkan yang ada di sekeliling kekuasaan mempunyai kekebalan hukum. Ini contoh sempurna dari kasus korupsi yang sistematik," jelas Todung.
Sedangkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mochamad Jasin menilai, stagnannya pemberantasan korupsi–yang kemudian dipersepsikan dalam IPK–disebabkan karena sistem hukum dan sistem politik di Indonesia masih korup.
“Pencalonan anggota DPR, DPRD, dan pilkada, selalu mengumbar duit. Ini beresiko korupsi politik, karena setiap pilkada tidak ada yang berakhir tenang, semua ricuh. Inilah yang dinilai oleh peneliti internasional,” jelas Jasin.
Selain itu, kata Jasin, perizinan investasi yang mahal, berbelit-belit, dan korup  juga menjadi penghambat perbaikan IPK Indonesia. Akibatnya, investor masih kesulitan menanamkan modalnya di Indonesia dengan tenang.
Sebenarnya, lanjut Jasin, perbaikan birokrasi dalam lima tahun ini mulai dijalankan di tiga lembaga yang menjadi pioner, yakni, Badan Pemeriksa Keuangan, Kementerian Keuangan, dan Mahkamah Agung.
“Tiga lembaga itu sebenarnya diprioritaskan, tapi justru terganjal kasus Gayus. Jadi tidak integrated, tidak komperhensif, dan tidak parsial. Inilah faktanya,” jelasnya.
Lantas, bagaimana solusinya? Menurut Jasin, pencegahan dan penegakan hukum harus berjalan beriringan. (Dwi/AFP)

Kejagung Akan Laporkan Cirus & Haposan ke Polisi Terkait Rentut Gayus

Jakarta - Tim pemeriksa internal Kejagung menyimpulkan surat rencana tuntutan (rentut) Gayus Tambunan diduga dipalsukan oleh Haposan Hutagalung. Bocornya rentut tersebut pun diduga atas kerjasama Jaksa Cirus Sinaga dan Jaksa Fadil Regan. Tim tersebut rencananya akan melaporkan ketiganya ke polisi karena melanggar pasal pemalsuan surat.

"Saran dari saya, hasil temuan pemeriksa akan diteruskan kepada pihak yang berwenang," kata Ketua Tim Widyo Pramono dalam jumpa pers di Kejagung, Jl Sultan Hasanudin, Jakarta, Rabu (27/19/2010).

Widyo menjelaskan bahwa perbuatan ketiganya telah melanggar pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP. Termasuk oknum B staf Jampidum Kejagung yang terlibat.

"Tunggu tanggal mainnya, akan saya serahkan ke penyidik (Polri)." jelasnya.

Dari hasil pemeriksaan, lanjut Widyo, surat rentut dengan nomor R 431 yang dipalsukan tersebut adalah surat rentut terdakwa kasus narkotika.

"Surat itu bukan untuk kasus Gayus. Tapi atas nama Tio Beng Tjai dengan perkara narkotika," tambahnya.

Sementara itu pengacara Haposan, John S Panggabean yang coba dikonfirmasi tidak memberikan jawaban. Saat dihubungi telepon selulernya tidak aktif dan dikirimi pesan singkat tidak memberikan jawaban.

Indonesia Banyak Bencana karena Banyak Korupsi


Jakarta - Berbagai bencana terus melanda Indoneia. Tsunami di Mentawai yang menewaskan ratusan orang dan letusan Gunung Merapi yang menewaskan belasan orang, terjadi hampir bersamaan.

Hal ini dinilai sebagai peringatan dari Sang Pencipta agar penduduk Indonesia mau bertobat.

"Pemimpin korupsi dan tebang pilih dalam menegakkan hukum. Ini yang harus dikoreksi," ujar pemimpin Pondok Pesantren Daarul Rahman, Syukron Ma'mun dalam tausyiahnya di acara silaturahim akbar Ponpes dan Madrasah Diniyah se-Jakarta Selatan di Bumi Perkemahan Ragunan, Jakarta Selatan, Rabu (27/10/2010).

Syukron sepakat bahwa semua bencana terjadi karena merupakan fenomena alam. Namun semua bencana tersebut juga merupakan teguran dari Allah.

"Saya tidak menafikan perkataan para ilmuwan. Tetapi siapa yang punya lempengan, punya laut, punya gunung? Semua milik Allah, semua tidak akan terjadi tanpa digerakkan pemiliknya," terang dia yang diamini para jamaah.

Syukron pun meminta agar seluruh penduduk Indonesia melakukan koreksi diri. Bukan hanya presiden atau pemimpin, rakyat pun diminta mengkoreksi diri dan bertobat.

"Kiai-kiai juga harus dikoreksi," pesannya.

Sementara itu ustadz Arifin Ilham yang juga hadir, terus  mengajak rakyat Indonesia untuk terus berzikir agar negeri ini bebas dari bencana.

"Jadikan semuanya sebagai tempat berzikir. Kantor kita pun adalah tempat berzikir," pesan Arifin.

(rdf/lrn)
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!

Dugaan Korupsi Proyek Pengadaan Dan Pemasangan Tiang Listrik Kabupaten Kepulauan Selayar Sulawesi-Selatan

http://www.kpk.go.idwww.kejaksaan.go.id




Dua panitia tender proyek pengadaan dan pemasangan tiang listrik di Kabupaten Selayar, hari ini, dipanggil tim lidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulselbar untuk dimintai keterangan.
Humas Kejati Sulselbar Irsan Djafar didampingi Kepala Seksi Ekonomi dan Keuangan Kejati Noor HK mengatakan, kedua orang tersebut adalah ketua panitia tender atas nama Khadafi dan sekretaris panitia Bahtiar. Irsan menjelaskan, kapasitas keduanya dalam kasus ini masih sebatas saksi.”Kami hanya minta keterangannya. Karena kedua orang ini tahu banyak terkait proyek pemasangan dan pengadaan tiang listrik,”kata Irsan.

Dia menjelaskan, Bahtiar dan Khadafi sudah kedua kalinya dipanggil sebagai saksi. ”Sebelumnya mereka pernah diperiksa. Karena keterangannya masih dibutuhkan makanya kami panggil kembali,”jelasnya. Selain memeriksa sejumlah saksi,Kejati juga sudah minta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulsel untuk melakukan audit.

Untuk diketahui, pengadaan dan pemasangan tiang listrik di Kabupaten Selayar dikerjakan tahun 2009 oleh dinas Pekerjaan Umum.Anggarannya sebesar Rp6 miliar tahun 2009. Namun dalam proses pengerjaan proyek ini diduga ada sejumlah masalah.Di antaranya, proyek ini ditenderkan sebanyak tiga kali.


Sumber: Kejaksaan RI

Pusat Informasi Dan Komunikasi Event Miliaran Rupiah Takabonerate Islands Ekspeditions Dinilai Tidak Berfungsi. Pejabat Pemkab Kalang Kabut Jemput Pak Gub.


FPS : Kesalahan Panitia adalah Menyepelekan Fungsi Komunikasi Untuk Informasi 

Selayar - Dengan alasan harus membuka acara di Makassar hari rabu, (27/10) pagi, jadwal kunjungan Gubernur Sulsel ke Kabupaten Kepulauan Selayar molor dari jadwal yang telah ditentukan sebelumnya. Semula, gubernur Sulsel direncanakan akan bertolak meninggalkan Makassar dengan menumpangi kapal perang milik Dan Lantamal wilayah IV Makassar, menuju Pulau Rajuni, Kecamatan Takabonerate tempat dipusatkannya event Takabonerate Island Expedition part 2 pada hari selesa, (26/10). Dari perkiraan ini, maka Gubernur akan di tiba di lokasi,dengan rencana akan membuka lomba diving esok harinya rabu(27/10. Bapak Gubernur sendiri akan melakukan diving di sana, hal ini sesuai lembaran agenda yang di buat oleh panitia. Namun rencana dan informasi ini kemudian berubah.  Sekitar pukul 02.00 Dini hari Rabu(27/10), ada penyampaian dari siskomda kepulauan selayar bahwa Pak Gub akan tiba di benteng selayar pada hari Rabu (27/10) dengan menggunakan heli kopter, dan mendarat di lapangan pemuda benteng.  Dan Informasi ini di tujukan kepada Bupati Kepulauan Selayar, yang telah berada di lokasi event di kawasan takabonerate yang tidak dapat di hubungi oleh alat komunikasi yang dimiliki pemkab dan panitia pada dinihari tersebut. Kondisi blengnya komunikasi antara ibu kota dan wilayah kepulauan selayar ini membuat sejumlah pejabat pemkab yang tersisa di ibu kota kabupaten kepulauan selayar kalang kabut. Solusi dan alternatif hanya ada pada sejumlah station radio amatir ORARI Selayar yang tidak di libatkan pada event internasional tersebut. Para amatir yang stationnya mampu menjangkau komunikasi ke wilayah tersebut,juga tidak mampu berbuat banyak menyampaikan informasi penting ini,  karena sebelumnya ada himbauan bahwa seluruh informasi di pusatkan di sekretariat kantor pariwisata kepulauan selayar, yang nyatanya tidak dapat melakukan apa apa pada saat itu.
Asisten Tata Praja & Pemerintahan Setda Kepulauan Selayar, Drs. H. Andi Apung yang mendatangi Sudirman, salah seorang amatir radio Orari Selayar hanya bisa  menyebutkan informasi tersebut di frekwensi orlok selayar bahwa, “Gubernur Sulsel akan bertolak  menuju Kabupaten Kepulauan Selayar dari makassar dengan menggunakan helikopter dan mendarat di alun-alun Tribun Lapangan Pemuda Benteng sekira pukul 10.30 WITA besok ”.apakah ada rekan amatir yang mendengar dan mampu menyambungkan ke lokasi “ kemudian tidak terdengar dan tidak terjawab oleh seorang amatir pun “ kepada Media Ini sudirman menjelaskan bahwa pada dinihari hingga paginya, dirinya tidak bisa tidur memikirkan solusi alternatif untuk menyampaikan informasi ke lokasi event dimana Pak Bupati kepulauan selayar berada.

Informasi lainnya dari pusat ibukota Benteng kep. Selayar,menyebutkan bahwa rombongan Gubernur Sulsel rencananya akan berangkat menuju Pulau Rajuni dengan menumpangi kapal fiber MV. Minanga Ekspress 07. Akan tetapi, tepat pukul 06.00 hari rabu, (27/10) pagi, informasi tersebut  kembali berkembang dari posko induk panitia lokal Takabonerate Island Expedition di Pulau Rajuni yang menyebutkan, “Gubernur Sulsel akan terbang langsung dari Makassar dan mendarat di Pulau Kayuadi, Kecamatan Takabonerate untuk selanjutnya rombongan akan dijemput oleh panitia dengan menggunakan kapal fiber MV. Minanga Ekspress 07”. Sementara informasi tersebut berkembang, tiba tiba ada arahan kepada pihak kemanan dan sejumlah pejabat termasuk Sekda Kepulauan Selayar H.Zaenudin, ke lapangan pemuda benteng guna menjemput kedatangan  Gubernur Sulsel beserta rombongan lebih memilih mendarat di tengah alun-alun lapangan Pemuda Benteng dengan menggunakan helikopter. Tanpa rencana dan jadwal yang di ketahui sejumlah penjemput kemudian rombongan  mantan Bupati Kabupaten Gowa dua periode ini, mampir di sebuah warkop di jalan KH.Ahmad Dakhlan Benteng.
        Usai minum kopi, gubernur bersama rombongan langsung menuju rumah jabatan Bupati Kabupaten Kepulauan Selayar untuk bersantap siang dan sekaligus menunaikan ibadah shalat dzuhur.
Hingga pukul 14.00 Wita helikopter jenis AIR TRANSPORT SERVICES PK-EAD yang ditumpangi gubernur Sulsel belum bergerak dari Lapangan Pemuda Benteng.
H.Zaenudin, Sekda Kepulauan Selayar  saat di konfirmasi memjelaskan bahwa Gubernur batal menggunakan kapal laut menuju Kawasan Takabonerate akibat cuaca dan ombak di pantai selayar. Di tanya mengenai komunikasi yang bleng, pak sekdamenjawab bahwa  Bapak Bupati yang telah berada di pulau rajuni menunggu kedatangan Gubernur.
        Sementara itu, Gubernur Sul-Sel  saat dikonfirmasi wartawan saat masih berada di warung kopi terkait dengan molornya waktu kedatangan gubernur bersama rombongan ke Kabupaten Kepulauan Selayar, Syahrul Yasin Limpo, SH, Msi, MH menjawab “keberangkatan saya sudah sesuai dengan shedulle. Apalagi,  wakil gubernur sudah lebih awal bertolak meninggalkan Makassar, menuju Pulau Rajuni dengan menumpangi KRI Surabaya”
Belum lagi, saya harus membuka acara peringatan hari Listrik Nasional tingkat Sulawesi-Selatan, tandasnya.

Event international takabonerate selayar sangat mengherankan karena tidak sama sekali membuat sebagian besar warga kabupaten kepulauan selayar tertarik, dan mengunjunginya. Kemungkinan karena informasi yang sangat kurang di lokal ini, ujar Arsi ihsan ketua FPS. Lebih lanjut di sampaikan oleh ketua FPS, bahwa secara pribadi, dirinya telah menyampaiak perihal komunikasi untuk kebutuhan informasi dari loakasi perlu perhatian Bupati, jangan sampai ada kejadian nantinya yang akan membuat kalang kabut pihak pihak terkait. Dan ini terbuklti bahwa ada kejadian calon peserta mancing yang naas kapalnya menabrak karang namun tidak mendapat pertolongan dan perhatian serius dari pihak panitia. Untuk ada warga nelayan yang lewat hingga ke 3  orang tertolong dan selamat. Arsil juga menyebutkan bahwa event yang di sebut sebut bertaraf internasional ini sama sekali tidak bergaung karena panitia menyepelekan fungsi fungsi komunikasi untuk kebutuhan informasi. 
 

Rp40 Miliar Upah Pungut Pajak Mengendap


MAKASSAR  – Sebanyak Rp40 miliar dana insentif pajak atau sebelumnya dikenal upah pungut pajak,mengendap pada Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Sulsel.
Seharusnya anggaran tersebut dinikmati petugas pemungut pajak di lapangan. Sejatinya, dana tersebut sudah dibayarkan kepada aparat Dispenda Sulsel sejak Januari lalu.Hanya, Menteri Dalam Negeri belum menerbitkan peraturan pemerintah (PP) atas pemberlakuan Undang- Undang No 28/2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Anggota DPRD Sulsel Ajiep Padindang menilai,Kementerian Dalam Negeri sangat lamban dalam menerbitkan PP yang mengatur petunjuk teknis pembayaran dana insentif pajak tersebut.Akibatnya, terhitung Januari 2010, Dispenda Sulsel belum bisa mencairkan anggaran dengan alasan landasan hukumnya belum kuat.
Padahal dana insentif pajak tersebut berkisar pada angka Rp30 miliar hingga Rp40 miliar per tahun. “Mendagri kan pernah mengeluarkan edaran untuk melarang pemberian intensif atau upah pungut, sebelum PP dikeluarkan terkait sistem pembagian insentif itu. Karena itu,Dispenda Sulsel belum memanfaatkan dana itu, meski sudah dianggarkan,” ujarnya di DPRD Sulsel kemarin. Upah pungut pajak sebelumnya dialokasikan untuk pejabat teras, seperti asisten, pemprov, pejabat bagian keuangan,pejabat satuan kerja perangkat daerah (SKPD), yang melakukan pungutan pajak.

Namun, melalui UU 28/2009 yang efektif berlaku 2011,anggaran tersebut hanya dibayarkan untuk petugas pemungut pajak di lapangan. Politikus Golkar Sulsel ini menuturkan, pembagian insentif itu berdasarkan setiap golongan kepegawaian petugas pajak Dispenda. Item insentif yang diperoleh di antaranya berasal dari pajak kendaraan bermotor, pajak bea balik nama kendaraan,dan pajak bahan bakar, terkecuali pajak bumi dan bangunan (PBB). Kemendagri diharapkan segera menerbitkan PP paling lambat akhir 2010.Jika tidak,dipastikan dana insentif pajak akan menjadi silpa APBD di 2010.“Kalau PP-nya sudah keluar,sebaiknya Dispenda memberikan dalam bentuk rapelan sehingga semua bisa memperoleh hak mereka.

Jika diasumsikan setiap orang menerima Rp500.000,selama 10 bulan pegawai rata-rata menerima insentif Rp6 jutaan,”ungkapnya. Sementara itu,Kepala Dispenda Sulsel Arifuddin Dahlan menuturkan, PP terhadap UU pajak dan retribusi daerah sudah keluar sejak 20 Oktober 2010. Itu diketahui ketika bertemu Mendagri saat berkunjung ke Sulsel dalam rangka rapat koordinasi (rakor) gubernur se-Indonesia. “PP atas UU pajak dan retribusi daerah No 69/2010 belum disosialisasikan karena baru saja diterbitkan. Nanti setelah di lembar negara baru resmi disampaikan ke seluruh Dispenda se-Indonesia,”tuturnya.

Arifuddin Dahlan memaparkan, besarnya pembagian insentif setiap pajak daerah yang dikelola sekitar 3%.Khusus Dispenda Pemprov Sulsel tercatat sekitar 300 orang berhak menerimanya. “Saya tidak tahu pasti berapa besaran setiap golongan aparat Dispenda yang diterima karena PPnya belum dilihat secara rinci disebabkan pemberitahuannya baru beberapa hari ini tandasnya.

Dana pensiun tentara Amerika (US) disikat pemilik Antaboga, padahal Century dibail-out, diam-diam karena itu

 

Direktur Utama Bank Century Maryono akan meneliti dana pensiun milik tentara AS yang diduga tersangkut di produk Antaboga.


"Sejauh ini tidak ada dana pensiun tentara AS di Bank Century," kata Maryono kepada VIVAnews, Selasa 2 Juni 2009. Namun, Maryoto mengakui ada salah satu nasabah Bank Century yang mempunyai komunikasi dengan tentara AS.

Komunikasi antara satu nasabah korporasi dengan Century terjadi sebelum bank ini diambilalih. Namun, dia menekankan sampai sekarang masih dilakukan penelitian mengenai apakah dana perusahaan tersebut berasal dari tentara AS. "Kami juga meneliti apakah dana perusahaan tersebut dibelikan produk Antaboga," katanya.

Sebelumnya anggota Komisi XI Dradjad H Wibowo menengarai ada dana pensiun tentara Amerika Serikat yang disimpan di Bank Century, yang dananya digelapkan Robert Tantular.

Karena itu perburuan aset Robert di luar negeri diharapkan tidak hanya demi kepentingan nasabah dari negara lain, tapi juga dalam negeri. "Karena kami mendengar ada dana pensiunan tentara AS yang juga ada di sana (Bank Century)." katanya

Sementara Direktur Bank Century, Ahmad Fajar saat dikonfirmasi mengatakan dana milik dana pensiun tentara AS bukan berada di Bank Century. "Namun, dana tentara AS itu dibelikan produk investasi Antaboga," kata Fajar.

Dia menjelaskan biasanya pembelian produk discreationary fund yang diterbitkan Antaboga dilakukan dengan dua cara. Pertama, membeli melalui kantor cabang Bank Century karena dulu Bank Century menjadi agen penjual Antaboga.

Kedua, konsumen membeli langsung kepada Antaboga tanpa melalui kantor cabang Bank Century. "Nah, dana pensiun AS membeli langsung ke Antaboga sehingga tidak ada di buku Century."

Dia menjelaskan dana tentara AS tersebut dikelola oleh manajer investasi yang biasanya menginvestasikan ke negara di Asia dengan yield yang tinggi.

Inilah 10 Inisial Atasan Gayus yang Dinonaktifkan

Jauh di rimba dunia "perkorupsian" sana, masih banyak PNS yang "dipaksa" atasan untuk menantangani sebuah berkas memuluskan langkah jahat sebuah perusahaan yang ternyata konco atasan tersebut dalam sebuah praktek kolusi. Gayus masih beruntung mendapatkan jipratan yang dia lakukan atau korupsi. Banyak atasan bahkan menjerumuskan bawahannya untuk korupsi dan berkolusi tanpa tedeng aling-aling. Sang atasan merasa berhak untuk menghancurkan karir dan kehidupan bawahannya bila tak mau bersekongkol. Bahkan tak memberi "sedikit" pun sangking pongahnya. Kalaupun ketahuan yang ditangkap adalah bawahan yang ketakutan tersebut. Para PNS ini di dalam hati pasti mengucapkan salut kepada Gayus.... salut karena dia "masih mempunyai" milyaran untuk membuat-nya bebas dari terkaman penjara... Bagaimana nasib meraka yang tak dibagi apa-apa lalu dipenjara, karena menandatangani sebuah berkas negara yang hati nuraninya sendiri menolak????
Kompas

Direktur Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Angin Prayitno mengungkapkan 10 inisial nama atasan Gayus Tambunan di Direktorat Keberatan dan Banding Pajak yang dibebastugaskan oleh Ditjen Pajak.

Mereka yakni Direktur Direktorat Keberatan dan Banding Pajak Bambang Heru Ismiarso atau BH. Adapun lainnya, yakni empat pejabat Kepala Sub Direktorat Keberatan dan Banding, yaitu D, E, J, dan M. Lainnya adalah lima orang pejabat kepala seksi, yakni B, Y, A, S, dan E.

Sebagaimana diketahui, Ditjen Pajak telah menonaktifkan 10 atasan Gayus, Selasa (30/3/2010), untuk memudahkan proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Kepatuhan Internal Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA) Pajak terkait kasus ini.

Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo menolak untuk membeberkan nama-nama atasan Gayus tersebut secara lengkap. "Mereka kan belum tentu bersalah, belum tentu terlibat. Hanya dinonaktifkan untuk memudahkan pemeriksaan. Kalau nama jangan disebut. Nanti kasihan yang bersangkutanlah," tandasnya di tempat yang sama.

Kolaborasi Konglomerat Hitam, Penjajah dalam Sejarah Korupsi Indonesia

Korupsi di Indonesia sudah 'membudaya' sejak dulu, sebelum dan sesudah kemerdekaan, di era Orde Lama, Orde Baru, berlanjut hingga era Reformasi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi, namun hasilnya masih jauh panggang dari api.

Sejarawan di Indonesia umumnya kurang tertarik memfokuskan kajiannya pada sejarah ekonomi, khususnya seputar korupsi yang berkaitan dengan kekuasaan yang dilakukan oleh para bangsawan kerajaan, kesultanan, pegawai Belanda (Amtenaren dan Binenland Bestuur) maupun pemerintah Hindia Belanda sendiri. Sejarawan lebih tertarik pada pengkajian sejarah politik dan sosial, padahal dampak yang ditimbulkan dari aspek sejarah ekonomi itu, khususnya dalam "budaya korupsi" yang sudah mendarah daging mampu mempengaruhi bahkan merubah peta perpolitikan, baik dalam skala lokal yaitu lingkup kerajaan yang bersangkutan maupun skala besar yaitu sistem dan pola pemerintahan di Nusantara ini. Sistem dan pola itu dengan kuat mengajarkan "perilaku curang, culas, uncivilian, amoral, oportunis dan lain-lain" dan banyak menimbulkan tragedi yang teramat dahsyat.