Rabu, 27 Oktober 2010

Polri & Kejagung Ngaku Tak Punya Rekening Liar Tanggapi Data Yang Dilansir LSM FITRA

RMOL. Sebagai lembaga penegak hukum, Polri dan Kejaksaan Agung diduga juga memiliki sejumlah rekening liar.

Menurut data yang dilansir lembaga swadaya masyarakat (LSM) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Korps Bhayangkara dan Korps Adhyaksa juga mempunyai rekening-rekening yang tidak sesuai peraturan. Peraturan apa?

Koordinator Advokasi dan Investigasi FITRA Uchok Kha­dafi menjelaskan, rekening-rekening itu melanggar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.05/2007 , Peraturan Men­te­­ri Keuangan Nomor 58/PMK.05/2007 dan Surat Edaran Direk­tur Jenderal Perbenda­haraan Nomor SE-94/PB/20­07 ya­ng menyebutkan, semua lem­ba­ga harus menyampaikan hasil laporan keuangannya ke Kemen­terian Keuangan dan Bendahara Negara.

“Yang kami dapat, Polri dan Kejaksaan Agung belum menye­torkan laporan keuangan tersebut, dan ini tidak boleh terjadi. Kami khawatir ada oknum-oknum yang akan memainkan uang tersebut. Inilah yang kami sebut rekening liar,” tandas Uchok.

Uchok menambahkan, data tersebut bukanlah hasil investi­gasi FITRA, melainkan hasil au­dit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dikutip pihaknya. “Jika ada yang menyangkal, silakan menemui BPK, karena ini sama persis dengan data BPK,” ujarnya.

Uchok pun menyarankan agar Polri dan Kejaksaan Agung bersi­kap transparan atas kepemilikan rekening itu, dan segera menye­lesaikannya sesuai peraturan yang berlaku sebelum masala­h­nya menjadi besar. “Harus jujur jika memang memiliki rekening liar ini,” tandasnya.

Wakil Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Kom­bes Ketut Untung Yoga Ana mem­per­tanyakan mengenai kata liar yang disematkan FITRA kepada 220 rekening milik Polri. “Liar itu seperti apa, harus jelas penggunaan kata tersebut, soal­nya setiap kami membuat rekeni­ng selalu ada izinnya,” kata dia saat dihubungi, kemarin.

Meski begitu, Ketut menam­bahkan, sah-sah saja jika LSM me­lansir data yang menurut me­reka rekening liar sebagai wujud kontrol sosial. “Ada lembaga eks­ternal yang memantau kondisi keuangan suatu lembaga penegak hukum, itu sah-sah saja. Tapi, itu tidak dapat dijadikan sebagai rujukan hukum, karena yang berhak melakukan audit ialah lem­baga resmi yang ditunjuk pe­merintah, dalam hal ini Kemen­terian Keuangan,” ujar­nya.

Ketut juga berharap FITRA lebih teliti dalam melakukan penelitian yang menyangkut keua­ngan negara di suatu lem­baga penegak hukum. Soalnya, jika dilakukan secara asal-asalan, maka masyarakat tidak ada yang mempercayai data tersebut. “Harus benar-benar hasil audit investigasi yang mendalam. Selain itu harus bekerja sama deng­an lembaga pemantau keua­ngan lainnya,” ujar dia.

Hal senada disampaikan Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM­was) Marwan Effendi. “Tidak ada reke­ning liar di Kejaksaan Agu­ng. Setiap rekening di sini meru­pakan rekening yang formil dan su­dah sesuai prosedur yang berlaku,” katanya saat dihubungi.

Marwan menegaskan, dua buah rekening Kejaksaan Agung yang dicurigai FITRA itu bukan­lah rekening liar. “Pertama, reke­ning untuk barang bukti yang disita kejaksaan. Kedua, rekening untuk setoran kas negara,” jelas bekas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus ini.

Marwan pun mengaku, pihak­nya selalu melaporkan jumlah rekening berikut isinya kepada Kementerian Keuangan atau Bendahara Negara. “Kami selalu melaporkan posisi keuangan kepada instansi terkait. Sebaik­nya FITRA memberikan bukti yang konkret dan jelas jika kami tidak menyerahkan laporan keua­ngan,” tandasnya.

Meski begitu, Marwan meng­akui, saat ini pihaknya merasa ke­su­litan untuk mengatur rekening-rekening tersebut. Soalnya, re­kening yang dimiliki kejaksaan sa­ngat banyak. “Ada edaran bah­wa rekening kejaksaan dijadikan satu saja. Tapi, tampaknya ini re­pot. Masalahnya, rekening di ti­ngkat kejaksaan tinggi dan kejak­saan negeri di seluruh Indonesia se­cara otomatis harus mengirim ke Jakarta. Ini dinilai tidak efi­sien. Ini yang kadang kala men­jadi masalah bagi kami,” papar­nya.

Kendati begitu, Marwan mene­gas­kan, rekening-rekening yang dimiliki kejaksaan itu tidak bisa dibilang liar. “Yang namanya liar itu jika tidak ada izin. Kami sudah mendapatkan izin dan suratnya pun ada. Jadi, apa yang mereka nilai liar,” ujarnya.

Yang Mencurigakan Wajib Ditutup
Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR

Melihat silang pendapat antara FITRA, Polri dan Kejak­saan Agung mengenai dugaan rekening liar, anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar men­co­ba bersikap netral.

“Jika FITRA meyakini data itu, maka harus bisa dipertang­gung jawabkan. Untuk Kejagu­ng dan Polri, jika benar telah melakukan kesalahan, maka segera mengaku,” kata anggota Fraksi Partai Demokrat ini.

Sebagai anggota Komisi Hukum DPR, Dasrul berjanji akan membawa masalah ini ke dalam rapat kerja dengan pihak Kejaksaan Agung dan Polri di gedung DPR. Soalnya, masalah uang negara merupakan isu yang sangat sensitif bagi mas­yarakat. “Kami akan agendakan masalah ini dalam rapat kerja nanti,” tambahnya.

Dasrul juga menyarankan FIT­RA agar memberikan data itu kepada Komisi III DPR un­tuk mempemudah proses peng­ece­kannya. “Kami mau melihat da­t­a itu secara konkrit dan va­lid,” tegasnya.

Dia juga berharap Polri dan Kejaksaan Agung bersikap tran­sparan terhadap masalah ini. Soalnya, lanjut Dasrul, da­lam keputusan Menteri Keua­ng­an disebutkan bahwa setiap lem­baga negara wajib menutup sem­ua rekening yang mencuri­gakan.

“Kalau dirasa rekening-reke­ning itu liar, maka sebaiknya Pol­ri dan Kejagung segera menu­tupnya dan mengem­ba­likan semua uang itu kepada ne­gara. Jika uang tersebut su­dah diserahkan kepada negara, maka bisa digunakan untuk mema­ju­kan perekonomian, selain untuk mem­perbaiki citra kedua lem­baga penegak hukum itu yang saat ini sedang di­pe­r­ta­nyakan,” sarannya.

Semoga Tak Ada Yang Disembunyikan
Johnson Panjaitan, Direktur Bantuan Hukum, Asosiasi Advokat Indonesia

Data yang dilansir Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengenai du­­­gaan rekening liar di se­jum­lah lembaga negara, termasuk Polri dan Kejaksaan Agung me­rupakan suatu teguran masya­rakat atau kontrol sosial.

Demikian pendapat Johnson Panjaitan, Direktur Advokasi dan Bantuan Hukum, Asosiasi Ad­vo­kat Indonesia, kemarin. “Sebaiknya disikapi dengan bijak oleh lembaga penegak hukum itu. Saya harap mereka tidak emosi atas laporan itu,” ka­ta­nya.

Johnson menyarankan, pihak Polri dan Kejaksaan Agung berkata jujur jika memiliki sejumlah rekening dengan isi di atas Rp 1 miliar dan tidak sesuai Peraturan Menteri Keuangan. “Harus berani berkata jujur kepada masyarakat untuk mem­beberkan semuanya. Se­mo­ga tidak ada yang disem­bun­yikan” ujarnya.

Dia menambahkan, Polri dan Kejagung perlu melakukan pem­benahan di internal peng­urus­nya. Kedua lembaga itu, lanjut Johnson, bisa dikatakan sukses apabila mampu mem­ber­sihkan institusinya masing-masing dari oknum penegak hu­kum yang nakal. “Saya yakin me­­reka mampu melakukan pembenahan diri. Akan tetapi, mereka harus mempunyai tekad yang kuat untuk melakuka­n­nya,” ucapnya.

Kepada FITRA, praktisi hukum ini menyarankan untuk meneliti aliran duit di rekening-rekening tersebut. Apakah sudah sesuai prosedur atau disalahgunakan oknum-oknum tertentu. “FITRA harus bisa mem­pertanggung jawabkan hasil penelitiannya,” kata dia.

Johnson juga berharap FIT­RA melapor kepada KPK jika be­nar-benar menemukan indi­ka­si penyalahgunaan rekening-re­kening tersebut. “Kalau FIT­RA yakin ada penyala­hgunaan, sebaiknya diserahkan kepada KPK biar langsung ditangani prosesnya.”  [RM

Tidak ada komentar: