Selasa, 26 Oktober 2010

Komitmen Antikorupsi Menuju KTT Dunia di Seoul

Komitmen antikorupsi yang merupakan hasil kerja Working Group on Anti Corruption (WG-AC) yang dimotori oleh KPK dan Prancis telah disepakati oleh anggota G20 pada acara  G20 Sherpa Meeting yang berlangsung di  Kota Incheon, Republik Korea, pada 13-15 Oktober 20. Komitmen ini selanjutnya akan dibahas oleh para pemimpin negara pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Seoul, Korea, pada 11-12 November 2010.

G20 Sherpa Meeting merupakan pertemuan pendahuluan yang dilakukan sebelum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Pertemuan ini ditujukan untuk membahas dan menyepakati isu-isu yang akan disampaikan dan dideklarasikan oleh para pemimpin negara.


Pada pertemuan yang dihadiri oleh 20 negara anggota G20, 4 negara tamu (Ethiopia, Singapura, Spanyol, dan Vietnam), serta 7 organisasi international (FSB, ILO, IMF, OECD, UN, World Bank, dan WTO) ini, delegasi Indonesia yang terdiri atas KPK, yang diwakilii Moch. Jasin, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Luar Negeri bersama-sama dengan Perancis menyampaikan hasil kerja Working Group on Anti Corruption (WG-AC) dan mengupayakan agar komitmen dan kesepakatan-kesepakatan yang tertuang dalam bentuk Draft Plan of Action dapat disetujui para Sherpa.

Adapun komitmen antikorupsi yang dihasilkan WG-AC tertuang bentuk Plan of Action yang meliputi (1) Ratifikasi dan pemenuhan terhadap UNCAC serta mekanisme reviunya, (2) Kriminalisasi atas tindak penyuapan lintas negara, (3) Anti pencucian uang sesuai Agenda FATF, (4) Kerja sama dalam penolakan masuknya pelaku korupsi serta hasil kejahatannya ke dalam yurisdiksi negara anggota, (5) Kerja sama internasional dan bantuan hukum, yimbal balik (Mutual Legal Assistance), (6) Kerja sama dalam pemulihan aset (asset recovery), (7) Perlindungan terhadap pelapor tindak pidana korupsi, (8) Perlindungan terhadap lembaga atau otoritas yang melakukan upaya pemberantasan korupsi,(9) Pencegahan korupsi di sektor publik,  dan (10) Keterlibatan sektor swasta serta kerja sama antara pihak publik dan swasta dalam kegiatan pemberantasan korupsi.

Laporan WG-AC yang disampaikan oleh Co-Chair WG-AC (dibacakan oleh Sherpa Perancis) secara umum disambut positif. Beberapa catatan yang disampaikan oleh para Sherpa (Saudi Arabia, Turki, Italia, India, dan Kanada) menyatakan persetujuannya dan apresiasi atas hasil kerja WG-AC sejauh ini.

Selain akan dibahas dan disepakati para pemimpin negara pada pertemuan KTT, anggota Sherpa juga bersepakat bahwa komitmen-komitmen antikorupsi yang dihasilkan WG-AC ini direncanakan akan dicantumkan dalam Annex pada deklarasi pemimpin negara G20 di KTT Seoul. Sementara untuk  proses monitor terhadap pemenuhan komitmen dari setiap negara anggota akan dilakukan setiap tahun yang hasil monitoring tahap pertamanya  akan disampaikan pada para pemimpin negara di KTT Perancis tahun 2011 (humas)

KPK Umumkan Kekayaan Penyelenggara Negara di Provinsi Nusa Tenggara Barat

Mataram, 7 Oktober 2010. Sebagaimana tertuang pada Pasal 5 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; setiap Penyelenggara Negara (PN) berkewajiban untuk melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat.
Atas dasar itu, maka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  memfasilitasi pengumuman harta kekayaan para penyelenggara negara di provinsi Nusa Tenggara Barat. Pengumuman dilakukan pada Kamis, 7 Oktober 2010 di Senggigi  Beach Hotel, Nusa Tenggara Barat

Berikut daftar Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sebagaimana telah diumumkan secara langsung oleh Penyelenggara Negara yang bersangkutan.




Sesuai dengan UU 30/2002 pasal 13, KPK bertugas melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara. Untuk itu, KPK mengharapkan partisipasi aktif dari seluruh komponen masyarakat untuk ikut memantau ketaatan PN dalam mengumumkan kekayaannya. Masyarakat juga diharapkan melaporkan kepada KPK jika ditemukan adanya harta PN yang tidak dilaporkan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:

Johan Budi SP
Hubungan Masyarakat
Komisi Pemberantasan Korupsi
Jl HR Rasuna Said Kav C-1
Jakarta Selatan
(021) 2557-8300 begin_of_the_skype_highlighting              (021) 2557-8300      end_of_the_skype_highlighting
www.kpk.go.id

Miranda Penuhi Panggilan KPK

MANTAN Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Miranda Swaray Goeltom akhirnya memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK memanggil Miranda terkait kasus suap dalam pemilihan DGS BI pada 2004 silam.

Juru Bicara KPK, Johan Budi menegaskan, Miranda diperiksa masih sebagai saksi. "Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan lanjutan," katanya, Senin (25/10)

Sebelumnya, Miranda tidak memenuhi panggilan KPK pada 4 Oktober lalu. Alasannya, Miranda sedang berada di luar negeri. "Kami sudah diberitahu sehingga dia tidak bisa disebut sebagai mangkir. Kalau tidak memberi tahu kami, baru itu disebut mangkir," jelas Johan.

KPK sebelumnya menetapkan 26 anggota DPR periode 2004-2009 sebagai tersangka kasus itu. Mayoritas berasal dari Fraksi Partai Golkar dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), termasuk dalam nama-nama tersebut, bekas Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta dan politikus senior PDIP Panda Nababan. Selain itu, ada nama mantan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang masih aktif Tengku Muhammad Nurlif.

Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan, Bibit Samad Rianto mengungkapkan, lembaganya menduga 26 tersangka tersebut telah ikut menerima cek pelawat atawa traveller's cheque dengan jumlah yang beragam. Cek itu untuk mendukung salah satu kandidat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI yakni Miranda.

Mencuatnya kasus ini setelah mantan anggota DPR dari PDIP Agus Tjondro bernyanyi bahwa ada suap di balik terpilihnya Miranda itu. Selain Miranda, nama Nunun Nurbaeti, istri mantan Wakil Kapolri Adang Daradjatun, juga disebut-sebut terlibat sebagai pihak yang membagi-bagi duit suap tersebut. Makanya, Ketua Partai Golkar Priyo Budi Santoso meminta, agar KPK menuntaskan kasus dugaan suap pemilihan deputi gubernur senior BI, dengan tidak hanya mengusut penerima suap, tetapi juga pemberi suap.

Sumber: Kontan Harian, 26 Oktober 2010

KPK Tahan Mantan Pejabat Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Kementrian Kehutanan RI

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Kementerian Kehutanan Wandoyo Siswanto dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di lembaga tersebut.

Penahanan itu dilakukan setelah pemeriksaan terhadap Wandoyo selama 8,5 jam yakni pukul 10.00-18.30 kemarin. Seusai diperiksa Wandoyo tak mengeluarkan komentar sedikit pun ketika ditanya wartawan mengenai kasus tersebut maupun penahanannya itu. Mantan staf ahli Menteri Kehutanan itu ditahan di Polres Jakarta Timur untuk 20 hari ke depan.

Wandoyo ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan SKRT pada tahun lalu. Dalam kasus ini, KPK juga telah menetapkan tersangka pemilik PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo dan salah satu direkturnya, Putranevo Prayogo.

Pelaksana Tugas Ketua KPK Haryono Umar mengatakan yang bersangkutan dijerat Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 11 UU No.31/1999 sebagaimana diubah menjadi UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menurut dia, kasus itu setidaknya merugikan negara sebesar Rp90 miliar karena terkait dengan penunjukan langsung periode 2006-2007.

Sumber: Bisnis Indonesia, 22 Oktober 2010

KPK Beberkan Video Pungli Di Hadapan Gubernur

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan beberapa dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang dilakukan oknum pegawai di beberapa instansi strategis yang terkait langsung dengan pelayanan masyarakat. Praktik pungli itu direkam sembunyi-sembunyi oleh KPK April 2010 lalu dan ditayangkan di hadapan Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo, pada seminar korupsi dan kualitas pelayanan publik di Hotel Kenari, Kamis, 21 Oktober.

Praktik pungli yang dibeberkan KPK melalui rekaman video itu dilakukan dengan cara memungut bayaran dari masyarakat yang membutuhkan pelayanan.

Ironisnya pungutan ada yang langsung di loket pembayaran dan ada juga diluar loket pembayaran. Praktik tidak terpuji itu direkam KPK pada Dinas Perhubungan, Dinas Catatan Sipil, Badan Pertanahan Nasional, Dinas Tata Ruang dan Bangunan, serta kantor Samsat.

"Ini bukan untuk mempermalukan. Tapi dari gambar ini kita inginkan umpang balik untuk kita perbaiki bersama. Karena good government tidak mungkin akan terjadi kalau reformasi birokrasi tidak dilakukan," ujar Deputi Pencegahan KPK, Eko Soesamto Tjiptadi.

Menurut Eko, model pelayanan yang terjadi tersebut bukan dipengaruhi sistem yang tidak benar, namun lebih kepada perilaku oknum yang terlibat di dalamnya. Makanya kata dia, perlu reformasi birokrasi untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan.

Kendati menegaskan bahwa praktik yang direkam secara diam-diam tersebut adalah salah, Eko tidak mempertegas apakah tindakan tersebut merupakan perbuatan korupsi. Dia hanya menyebutkan bahwa tidak ada korupsi dalam bentuk kultur. Eko juga menyebutkan bahwa laporan dari Sulsel tentang dugaan tindak pidana korupsi termasuk banyak. "Namun saya tidak bisa merinci berapa banyak. Yang jelas banyak laporan dari sini," katanya.

Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo yang dimintai tanggapannya soal video yang diduga praktik pungli itu menegaskan bahwa, salah satu yang menjadi kelemahan sehingga praktif penyimpangan terjadi karena kelemahan intelektual sumber daya manusia serta menyangkut paradigma. "Agenda intelektual yang harus kita ubah. Tapi ini bukan membela Makassar, karena Makassar lebih baik dari kota lain," kata Syahrul.

Makanya, gubernur berharap setiap instansi yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat, perlu ditetapkan besarnya biaya yang harus dibayar masyarakat ketika mengurus berbagai keperluan di instansi pemerintah.

Dengan menempel besarnya biaya pada semua loket, praktik tidak terpuji yang berpotensi korupsi bisa ditekan," kata Syahrul.

Dalam seminar sekaligus safari KPK ke sembilan provinsi di Indonesia itu, juga hadir Ketua DPD, Imran Gusman, Bahar Ngitung dan Litha Brent (anggota DPD asal Sulsel), perwakilan Ombudsman, Masdar F Masudi.

Irman pada kesempatan ini menyebut bahwa Indonesia masih merupakan negara terkorup. Berdasarkan survei Political and Economic Risk Consultancy, dari 16 negara tujuan investasi Indonesia menempati rangking tertinggi terkorup.

Sedang berdasar survei Bank Dunia Doing Business Report, kemudahan investasi di Indonesia berada pada urutan 122 dari 183 negara yang disurvei. Kalah dari Vietnam diurutan 93, Brunai Darussalam di posisi 96, Papua Nugini di posisi 102, bahkan kalah dari Ethiopia pada posisi 107.

Sementara perwakilan Ombudsman, Masdar menyebutkan bahwa perilaku buruk pejabat negara memang masih terjadi. "Pelayanan yang seharusnya dipercepat diperlambat, yang harusnya dipermudah dipersulit sehingga masyarakat terpancing untuk membayar agar urusannya cepat dan mudah," kata Masdar.

Sumber: Harian Fajar, 22 Oktober 2010

Bupati Langkat Tersangka Di KPK

Jakarta, 22 Oktober 2010. Dalam pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait penggunaan dan pengelolaan kas daerah Kabupaten Langkat serta penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Langkat tahun 2000-2007, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap tersangka atas nama SA (Mantan Bupati Langkat periode 1999-2007).

Berdasarkan hasil penyidikan, ditemukan bahwa  saat menjadi Bupati Langkat, tersangka SA  diduga telah menyalahgunakan APBD Kabupaten Langkat tahun 2000-2007. Berdasarkan perhitungan sementara, perbuatan yang diduga dilakukan oleh SA tersebut mengakibatkan kerugian negara sekitar 99 miliar rupiah.


Atas perbuatannya, SA disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 dan/atau Pasal 8 dan/atau Pasal 13  Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan upaya penahanan selama 20 hari  terhitung sejak  22 Oktober 2010. Saat ini, tersangka SA ditahan di Rumah Tahanan Kelas 1 Salemba.

Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:

Johan Budi SP
Hubungan Masyarakat
Komisi Pemberantasan Korupsi
Jl HR Rasuna Said Kav C-1
Jakarta Selatan
(021) 2557-8300 begin_of_the_skype_highlighting              (021) 2557-8300     

Pemkab Bantah Tudingan LSM Soal Raskin yang Bermasalah


SINJAI—Tudingan LSM MP2LH yang dialamatkan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sinjai tentang pengelolaan raskin di Desa Saotanre yang konon digunakan untuk membiayai kegiatan MTQ tingkat desa dan kelurahan beberapa bulan lalu, dibantah keras Pemkab Sinjai.
“Sampai sekarang, tidak ada satupun laporan yang kami terima dari masyarakat tentang pengelolaan raskin, apalagi dari Desa Saotanre seperti yang di beritakan sebelumnya,” ujar Kabag Perekonomian, Ahmad Suhaemi, Senin (25/10) saat memberikan keterangan kepada Upeks. Dia menambahkan, permasalahan itu justru disuarakan LSM MP2LH sendiri dan bukan dari masyarakat.
“Tidak ada masyarakat penerima raskin dari Desa Saotanre yang datang mengadukan masalah itu di kantor daerah Sinjai, hanya mereka sendiri (LSM) yang bilang begitu dan sempat dimuat di koran, dan saya telah menyikapi hal tersebut dengan memanggil pihak pemerintah desa untuk menjelaskan masalahnya, dan itu tidak benar,” ungkap Suhaemi.
Menurutnya, permasalahan yang kerap terjadi pada penyaluran raskin hanya tunggakan dari kepala desa ke Bulog tetapi jangka waktunya bisa ditolerir. “Waktu terutang kades di Bulog yang terjadi tahun ini, hanya 1 sampai 2 bulan saja dan waktu tersebut bisa ditoleransi,” katanya.

Dana BOS Dikebiri


PINRANG —Sejumlah orang tua murid di SDN 190 Kecamatan Mattirobulu, Kabupaten Pinrang, mengeluhkan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Pasalnya, murid di sekolah tersebut dibebankan biaya foto copy oleh pihak sekolah.
Buku yang di foto copy adalah buku mata pelajaran yang pengadaannya berasal dari dana BOS. “Yang kami tahu, dana BOS terkucur setiap tahun dan peruntukkannya untuk pembelian buku pelajaran dan murid berhak meminjam serta membawa pulang ke rumah untuk dipelajari. Pihak SDN 190 malah menolak meminjamkan murid buku itu, bahkan kami dibebani biaya untuk mem-foto copy buku tersebut,” keluah Is’ab, salah satu orang tua murid.
Sebagai orang tua murid, dirinya sangat menyayangkan sikap pihak sekolah yang masih membebani orang tua dengan biaya yang sudah memiliki dana tersendiri dari pemerintah pusat. “Kami menduga pihak sekolah SDN 190 Mattirobulu menggunakan dana BOS tidak sesuai dengan peruntukannya. Bahkan buku yang harus di foto copy anak kami sudah tua dan kusam. Padahal kan dana BOS untuk pembelian buku mata pelajaran terkucur setiap tahun,” katanya.
Is’ab mengatakan, pihak kepala sekolah pun dinilai tidak memfungsikan keberadaan komite sekolah, sehingga penggunaan dana BOS selalu digunakan sepihak tanpa melibatkan koordinasi dengan komite sekolah. “Padahal fungsi komite adalah memonitoring segala penggunaan dana yang ada di sekolah tersebut, meski komite sekolah tidak di perbolehkan memegang uang,” katanya.
Kepala SDN 190, Muh Idris G, yang berusaha dikonfirmasi tidak berada di lokasi sekolah. Staf setempat mengatakan yang bersangkutan sedang keluar. Namun seorang guru yang berhasil ditemui mengakui kalau di sekolah tersebut memang kekurangan buku pelajaran. “Buku disini memang kurang,” akunya.
Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dikpora, DR H Sultani SPd MSi, ketika ditemui mengatakan, tiap-tiap sekolah memang memiliki program sendiri dalam penggunaan dana BOS, termasuk didalamnya adalah pengadaan buku pelajaran yang akan dipinjamkan murid dan dikembalikan ke sekolah setelah tidak lagi digunakan atau murid telah tamat.
“Buku pelajaran yang dibeli dari dana BOS memang untuk dipinjamkan kepada murid, namun bukan untuk dimiliki. Buku dipinjamkan dan dikembalikan setelah tidak dipakai atau murid telah tamat,” katanya.
Sulthani menambahkan, ke depan pihaknya mengharapkan agar tiap sekolah untuk memiliki stempel pertahun penggunaan dana BOS, sehingga pembelian buku dari dana BOS dapat diketahui dari stempel sesuai dengan tahun pembeliannya ( upeks.com )

40 Miliar Dana Insentif Pajak Mengendap.


MAKASSAR  – Sebanyak Rp40 miliar dana insentif pajak atau sebelumnya dikenal upah pungut pajak,mengendap pada Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Sulsel.

Seharusnya anggaran tersebut dinikmati petugas pemungut pajak di lapangan. Sejatinya, dana tersebut sudah dibayarkan kepada aparat Dispenda Sulsel sejak Januari lalu.Hanya, Menteri Dalam Negeri belum menerbitkan peraturan pemerintah (PP) atas pemberlakuan Undang- Undang No 28/2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Anggota DPRD Sulsel Ajiep Padindang menilai,Kementerian Dalam Negeri sangat lamban dalam menerbitkan PP yang mengatur petunjuk teknis pembayaran dana insentif pajak tersebut.Akibatnya, terhitung Januari 2010, Dispenda Sulsel belum bisa mencairkan anggaran dengan alasan landasan hukumnya belum kuat.

Padahal dana insentif pajak tersebut berkisar pada angka Rp30 miliar hingga Rp40 miliar per tahun. “Mendagri kan pernah mengeluarkan edaran untuk melarang pemberian intensif atau upah pungut, sebelum PP dikeluarkan terkait sistem pembagian insentif itu. Karena itu,Dispenda Sulsel belum memanfaatkan dana itu, meski sudah dianggarkan,” ujarnya di DPRD Sulsel kemarin. Upah pungut pajak sebelumnya dialokasikan untuk pejabat teras, seperti asisten, pemprov, pejabat bagian keuangan,pejabat satuan kerja perangkat daerah (SKPD), yang melakukan pungutan pajak.

Namun, melalui UU 28/2009 yang efektif berlaku 2011,anggaran tersebut hanya dibayarkan untuk petugas pemungut pajak di lapangan. Politikus Golkar Sulsel ini menuturkan, pembagian insentif itu berdasarkan setiap golongan kepegawaian petugas pajak Dispenda. Item insentif yang diperoleh di antaranya berasal dari pajak kendaraan bermotor, pajak bea balik nama kendaraan,dan pajak bahan bakar, terkecuali pajak bumi dan bangunan (PBB). Kemendagri diharapkan segera menerbitkan PP paling lambat akhir 2010.Jika tidak,dipastikan dana insentif pajak akan menjadi silpa APBD di 2010.“Kalau PP-nya sudah keluar,sebaiknya Dispenda memberikan dalam bentuk rapelan sehingga semua bisa memperoleh hak mereka.

Jika diasumsikan setiap orang menerima Rp500.000,selama 10 bulan pegawai rata-rata menerima insentif Rp6 jutaan,”ungkapnya. Sementara itu,Kepala Dispenda Sulsel Arifuddin Dahlan menuturkan, PP terhadap UU pajak dan retribusi daerah sudah keluar sejak 20 Oktober 2010. Itu diketahui ketika bertemu Mendagri saat berkunjung ke Sulsel dalam rangka rapat koordinasi (rakor) gubernur se-Indonesia. “PP atas UU pajak dan retribusi daerah No 69/2010 belum disosialisasikan karena baru saja diterbitkan. Nanti setelah di lembar negara baru resmi disampaikan ke seluruh Dispenda se-Indonesia,”tuturnya.

Arifuddin Dahlan memaparkan, besarnya pembagian insentif setiap pajak daerah yang dikelola sekitar 3%.Khusus Dispenda Pemprov Sulsel tercatat sekitar 300 orang berhak menerimanya. “Saya tidak tahu pasti berapa besaran setiap golongan aparat Dispenda yang diterima karena PPnya belum dilihat secara rinci disebabkan pemberitahuannya baru beberapa hari ini. (sumber : SINDO.COM)

Dana Sertifikasi Guru Diduga Dideposito

PANGKEP—Lambatnya pencairan dana alokasi sertifikasi guru Agama di Kabupaten Pangkep, diduga karena dana tersebut dideposito. Hal itu diungkapkan sejumlah guru yang enggan ditulis identitasnya.
Kalupun tidak dideposito, kenapa mesti lambang sekali pencairan, padahal sudah beberapa kali dijanji, jauh sebelum Idul Fitri. Para guru juga telah beberapa kali melakukan penyetoran berkas untuk pencairan, namun selalu dikembalikan dari Badan Keuangan Negara Provinsi Sulsel.
Kepala Kementerian Agama Kabupaten Pangkep, Dg Mangenre MAg, yang dihubungi beberapa hari lalu, mengatakan bahwa kepengurusan dana sertifkasi guru, sudah dilakukan, hanya saja selalu ada perubahan aturan, yang membuat lambannya pencairan dana tersebut.
Selain itu, dia berharap kepada guru pendidikan agama, supaya lebih bersabar me-nunggu, karena tidak lama lagi dana tersebut cair, tanpa menyebut kejelasan kapan waktu pencairan.
“Ini hanya persoalan admi-nistrasi yang selalu dikembalikan dari BKN provinsi, ada kesalahan administrasi, dan sudah beberapa kali permohonan itu dibawa, namun selalu saja ditolak,” ujarnya.

Kejari Kabupaten Jeneponto Sul-Sel Di Nilai Lembek


JENEPONTO-Kasus penyalahgunaan dana asuransi kesehatan (Askes) yang sedang bergulir di kejaksaan menimbulkan polemik.
Desakan dari berbagai elemen masyarakat semakin gencar, untuk menahan tersangka kasus Askes atau pihak yang dianggap paling bertanggung jawab. Namun sayang, desakan itu hanya berupa desakan yang tak berarti, kejaksaan dinilai lembek dalam penuntasan kasus askes yang merupakan temuan BPK.
Ketua Lembaga Pemberantasan Mafia Hukum (LPMH) Kabupaten Jeneponto, H Suardi, kepada Upeks Senin (25/10), menegaskan hal itu. Dia juga menuturkan kekecewaannya terhadap penegakan hukum di Bumi Turatea tersebut. Dikatakannya, apa yang dilakukan pihak kejaksaan biasanya selalu mendapat batu sandungan, apakah kasus itu akan terhenti.
Hal ini mengundang pertanyaan besar ada apa di Kejaksaan Negeri Jeneponto. Bahkan ada angin yang berhembus bahwa Kejaksaan Jeneponto sudah kemasukan angin atau kena suap dari pihak-pihak yang paling dianggap bertanggung jawab dalam kasus dana askes di Jeneponto, tutur Suardi.
Sekadar diketahui, alur kasus penyalahgunaan dana askes berdasarkan hasil ekspose Kejaksaan Negeri Jeneponto Selasa (19/10), yakni askes merupakan iuran wajib PNS yang bersumber potongan langsung sebesar 2% dari gaji pokok pegawai negeri berdasarkan PP 69 tahun 1991 dan berdasarkan PP 28 tahun 2003.
Pada saat itu, adalah masa dalam pembahasan RAPBD Tahun Anggaran 2009 dan pembahasan perhitungan APBD dimana terjadi alot atau mengalami jalan buntu, karena ada kepentingan dari para anggota DPRD Kabupaten Jeneponto.
Tanggal 23 Maret 2009, para pimpinan DPRD Jeneponto, Ketua Fraksi DPRD, Ketua Komisi DPRD, Sekda Jeneponto, Kepala Dinas PPKAD, Inspektorat Daerah, Kepala Bappeda, mengadakan pertemuan. Intinya dalam pertemuan tersebut, adalah mencarikan solusi bagaimana mempermulus pembahasan APBD alias menggunakan jalan tol alias uang pelicin.
Atas inisiatif Sekretaris Daerah Jeneponto, Drs HM Iksan Iskandar MSi, maka dipinjamlah uang ke H Bohari Bido sebesar Rp550.000.000,00 untuk Kepala Dinas PPKAD Saleh Aburaera. Akhirnya Bohari Bido menyetujui, Bahrun Kompa selaku Bendahara Sekretariat Jeneponto, bertransaksi dengan Bohari Bido dengan bukti kuitansi yang dikantongi Kejaksaan Jeneponto.
Selanjutnya, Bahrun Kompa Selaku bendahara menyerahkan dana tersebut kepada Kepala Dinas PPKAD Saleh Aburaera melalui Sekretaris DPRD Jeneponto, Ir Ginawaty Paledengi. Kemudian dana tersebut dibagi-bagi kepada anggota dewan Jeneponto untuk memperlancar proses pembahasan APBD Jeneponto.
Berselang beberapa waktu kemudian, Bohari Bido menagih uang yang merupakan pinjaman semetara yang dipinjam Kepala Dinas PPKAD Jeneponto, Saleh Aburaera. Bertempat di lobi kantor DPRD Jeneponto, terjadi pertemuan antara Sekretaris Kabupaten (Sekab) Jeneponto, Drs HM Iksan Iskandar MSi, Kepala Dinas PPKAD, Saleh Aburaera dan anggota DPRD Jeneponto, H Bohari Bido. Akhirnya Kepala Dinas PPKAD Jeneponto, membayar hutangnya dengan menggunakan uang pos askes. Penyalahgunaan dana askes pada saat itu, berimbas pada adanya aksi mogok para dokter dan tenaga medis Rumah Sakit Umum Lanto Daeng Pasewang.