RMOL. Koruptor bikin bangkrut  negara. Dari 1 Juli hingga 15 September 2010 saja, ditemukan kerugian  negara sekitar Rp 2,1 triliun. Ini pun angka sementara, sehingga duit  rakyat yang dijarah koruptor dalam periode itu bisa lebih besar. Lembaga  swadaya masyarakat (LSM) Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) merilis  suatu penelitian yang diberi judul Trend Corruption Report (TCR) atau  laporan kecenderungan korupsi.
Lembaga yang berada dalam ruang  lingkup Universitas Gajah Mada (UGM) ini, membuat penelitian itu untuk  memantau kecenderungan tindak pidana korupsi berdasarkan pemberitaan di  media massa. 
Ini adalah kali ketiga lembaga yang dipimpin Zaenal  Arifin Mochtar itu membuat penelitian serupa. “TCR III 2010 disusun  berdasarkan pemantauan berita korupsi yang dilakukan selama tiga bulan,  yaitu periode 1 Juli-15 September 2010,” kata peneliti PUKAT Hifdzil  Alim kepada Rakyat Merdeka.
 Hifdzil  menambahkan, PUKAT memantau 113 kasus yang melibatkan 236 pelaku, 116  modus, dan 113 sektor korupsi. Kasus tersebut lebih lanjut dipaparkan  dalam beberapa bagian, meliputi aktor, modus, sektor, tingkat kerugian  negara, penegak hukum yang menangani, dan vonis yang dijatuhkan.
Dalam  penelitian itu disebutkan, aktor korupsi berjumlah 236 pelaku yang  dibagi dalam 38 macam. Posisi teratas didominasi kelompok  anggota/bekas anggota DPRD sebanyak 56 orang. Diikuti anggota/bekas DPR   29 orang, kepala dinas 18 orang, pegawai pemprov/kabupaten 17 orang,  pegawai dinas pemda 13 orang, dan dirut perseroan terbatas 11 orang.  Sedangkan kelompok yang lain jumlahnya berada pada kisaran di bawah  10 orang.
Dalam penelitian ini, PUKAT membeberkan 116 modus  korupsi yang dikelompokkan dalam sembilan kategori untuk mencuri uang  negara. Modus memperkaya diri dan orang lain berjumlah 57 kali,  korupsi secara bersama-sama 15 kali, mark-up 11 kali, penyalahgunaan  wewenang 9 kali, suap 7 kali, gratifikasi dan penyelewengan  anggaran masing-masing 5 kali, dan penyimpangan proyek serta penunjukan  langsung masing-masing 4 kali.
Sementara itu, sektor yang paling  sering dijadikan ajang korupsi masih ditempati pengadaan barang dan  jasa yang ditemukan dalam 33 kasus. Peringkat kedua, diambil oleh  sektor kesejahteraan sosial 13 kasus. Sedangkan posisi ketiga menjadi  milik sektor APBN dan pendidikan masing-masing 10 kasus. Berikutnya,  pertanahan 7 kasus, pendapatan negara/daerah 5 kasus, BUMN 4 kasus,  perbankan, pemerintah daerah, DPRD, kesehatan, dan olahraga  masing-masing 3 kasus, departemen, kehutanan, dan pilkada  masing-masing 2 kasus, DPR, BUMD, kelautan, bantuan bencana alam, kas  daerah, ketenagakerjaan, perumahan, perkoperasian, keagamaan,  pariwisata masing-masing 1 kasus.
Dalam laporannya, tingkat  kerugian negara terbanyak pada triwulan III 2010 berkisar pada angka di  bawah Rp 1 miliar dengan 39 kasus.  Sementara, kerugian negara antara  Rp 1 miliar hingga Rp 10 miliar ada 31 kasus, Rp 10 miliar��"Rp 50  miliar��"berjumlah 10 kasus, Rp 50 miliar��"Rp 100 miliar hanya 1  kasus, di atas Rp 100 miliar ada 2 kasus. Kerugian negara itu belum  termasuk 30 kasus yang belum diketahui jumlah kerugian negaranya,  karena masih dalam tahap penyelidikan penegak hukum. “Jadi, jumlah  sementara uang negara yang dijarah sebesar Rp 2,1 triliun,” tandas  Hifdzil.
PUKAT menduga, kerugian negara terbesar ada dalam kasus  meloloskan permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan  Tanaman (IUPHHK-HT) sebesar Rp 889,2 miliar.
Sedangkan, kerugian  negara terkecil ada pada kasus korupsi dana Program Pemberdayaan  Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) yang mendakwa Edi Utomo, Ketua LSM  PNC (Paguyuban Nelayan Campurejo), Panceng, korupsi sebesar Rp 50  juta. 
“Untuk kasus hutan, telah menjerat bekas Kepala Dinas  Kehutanan Provinsi Riau, Asral Rachman yang sekarang ditangani KPK.  Sementara untuk P2SEM ditangani Kejaksaan Negeri Gresik dan Sudah  divonis oleh PN Gresik dengan pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 25  juta subsider satu bulan. Selain itu, terdakwa diperintahkan  mengembalikan uang negara sebesar Rp 50 juta,” katanya.
Bekas  Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengimbau PUKAT agar  menyerahkan hasil penelitiannya itu kepada lembaga penegak hukum  semisal KPK. 
“Di sana bisa dicocokkan validitas data tersebut,”  ujar bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan ini.
Tumpak  menambahkan, kerugian negara hasil penelitian PUKAT sebesar Rp 2,1  triliun itu bisa bertambah dalam hitungan menit. Pasalnya, praktik  korupsi dilakukan karena melihat ada kesempatan. 
“Mungkin saja  pada hari ini angka itu telah berubah naik menjadi Rp 3 triliun.  Karena, seseorang jika melakukan korupsi pasti selalu memanfaatkan  kesempatan yang ada,” ujarnya.
Perlu  Diteliti Kebenarannya
Harry  Witjaksono, Anggota Komisi III DPR
Laporan Trend Korupsi  periode 1 Juli hingga 15 September 2010 yang dilansir PUKAT UGM  direspon politisi Senayan.
Menurut anggota Komisi III DPR  Harry Witjaksono, laporan itu bisa digunakan untuk memetakan perkara  ko-rupsi dan jumlah kerugian negaranya. “Sebaiknya terus  dikembangkan,” katanya kepada Rakyat  Merdeka.
Namun, Harry  mengingatkan agar PUKAT lebih teliti dalam menyatakan angka-angka  kerugian negara. Soalnya, jumlah kerugian negara akibat korupsi  merupakan perkara yang sangat sensitif. “Lebih baik PUKAT  berkoordinasi dengan BPK atau lembaga penegak hukum semisal KPK,  Polri, Kejaksaan Agung dan lainnya. Sehingga, angka Rp 2,1 triliun  itu bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya,” ujarnya.
Harry  juga meminta PUKAT memberikan data itu kepada Komisi III DPR untuk  diteliti kebenarannya. Pasalnya, Komisi Hukum DPR bisa meneliti dan  mencocokkan data PUKAT dengan data dari lembaga penegak hukum.  “Kami sangat berterimaksih jika PUKAT memberikan data itu untuk kami  teliti kebenarannya.”   [RM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar