Rabu, 27 Oktober 2010

Dua Triliun Duit Negara Telah Dijarah Koruptor Hasil Penelitian PUKAT UGM 1 Juli-15 September 2010

RMOL. Koruptor bikin bangkrut negara. Dari 1 Juli hingga 15 September 2010 saja, ditemukan kerugian negara sekitar Rp 2,1 triliun. Ini pun angka sementara, sehingga duit rakyat yang dijarah koruptor dalam periode itu bisa lebih besar. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) merilis suatu penelitian yang diberi judul Trend Cor­ruption Report (TCR) atau la­poran kecenderungan korupsi.

Lembaga yang berada dalam ruang lingkup Universitas Gajah Mada (UGM) ini, membuat pe­nelitian itu untuk memantau kecenderungan tindak pidana korupsi berdasarkan pemberitaan di media massa.

Ini adalah kali ketiga lembaga yang dipimpin Zaenal Arifin Mochtar itu membuat penelitian serupa. “TCR III 2010 disusun ber­dasarkan pemantauan berita korupsi yang dilakukan selama tiga bulan, yaitu periode 1 Juli-15 September 2010,” kata pe­neliti PUKAT Hifdzil Alim kepada Rakyat Merdeka.

 Hifdzil menambahkan, PU­KAT memantau 113 kasus yang melibatkan 236 pelaku, 116 modus, dan 113 sektor korupsi. Ka­sus tersebut lebih lanjut di­paparkan dalam beberapa bagian, meliputi aktor, modus, sektor, tingkat kerugian negara, penegak hukum yang menangani, dan vo­nis yang dijatuhkan.

Dalam penelitian itu dise­butkan, aktor korupsi berjumlah 236 pelaku yang dibagi dalam 38 macam. Posisi teratas di­do­minasi kelompok anggota/bekas anggota DPRD sebanyak 56 orang. Diikuti anggota/bekas DPR  29 orang, kepala dinas 18 orang, pegawai pemprov/ka­bupaten 17 orang, pegawai dinas pem­da 13 orang, dan dirut per­seroan ter­batas 11 orang. Se­da­ngkan ke­lompok yang lain jumlahnya be­rada pada kisaran di bawah 10 orang.

Dalam penelitian ini, PUKAT membeberkan 116 modus korup­si yang dikelompokkan dalam sembilan kategori untuk mencuri uang negara. Modus memper­kaya diri dan orang lain ber­jumlah 57 kali, korupsi secara bersama-sama 15 kali, mark-up 11 kali, pen­yalahgunaan wewe­nang 9 kali, suap 7 kali, grati­fikasi dan pen­ye­lewengan ang­garan masing-masing 5 kali, dan penyimpangan proyek serta penunjukan langsung masing-masing 4 kali.

Sementara itu, sektor yang paling sering dijadikan ajang korupsi masih ditempati peng­adaan barang dan jasa yang dite­mukan dalam 33 kasus. Peri­ngkat kedua, diambil oleh sektor ke­sejahteraan sosial 13 kasus. Sedangkan posisi ketiga menjadi milik sektor APBN dan pendi­dikan masing-masing 10 kasus. Berikutnya, pertanahan 7 kasus, pendapatan negara/daerah 5 kasus, BUMN 4 kasus, per­bank­an, pemerintah daerah, DPRD, kesehatan, dan olahraga masing-masing 3 kasus, departemen, ke­hutanan, dan pilkada masing-ma­sing 2 kasus, DPR, BUMD, kelautan, bantuan bencana alam, kas daerah, ketenagakerjaan, perumahan, perkoperasian, ke­aga­maan, pariwisata masing-masing 1 kasus.

Dalam laporannya, tingkat kerugian negara terbanyak pada triwulan III 2010 berkisar pada angka di bawah Rp 1 miliar de­ng­an 39 kasus.  Sementara, keru­gian negara antara Rp 1 miliar hingga Rp 10 miliar ada 31 kasus, Rp 10 miliar��"Rp 50 mi­liar��"berjumlah 10 kasus, Rp 50 mi­liar��"Rp 100 miliar hanya 1 kasus, di atas Rp 100 miliar ada 2 kasus. Kerugian negara itu belum ter­masuk 30 kasus yang belum diketahui jumlah ke­rugian nega­ranya, karena masih dalam tahap penyelidikan pe­negak hukum. “Jadi, jumlah sementara uang negara yang dijarah sebesar Rp 2,1 triliun,” tan­das Hifdzil.

PUKAT menduga, kerugian negara terbesar ada dalam kasus meloloskan permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPH­HK-HT) sebesar Rp 889,2 miliar.

Sedangkan, kerugian negara terkecil ada pada kasus korupsi dana Program Pemberdayaan So­sial Ekonomi Masyarakat (P2­SEM) yang mendakwa Edi Uto­mo, Ketua LSM PNC (Pag­u­yuban Nelayan Cam­purejo), Panceng, korupsi se­besar Rp 50 juta.

“Untuk kasus hutan, telah menjerat bekas Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau, Asral Rachman yang sekarang ditang­ani KPK. Sementara untuk P2­SEM ditangani Kejaksaan Ne­geri Gresik dan Sudah divonis oleh PN Gresik dengan pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 25 juta subsider satu bulan. Se­lain itu, terdakwa diperintahkan mengem­balikan uang negara sebesar Rp 50 juta,” katanya.

Bekas Wakil Ketua KPK Tum­pak Hatorangan Panggabean meng­imbau PUKAT agar menye­rah­kan hasil penelitiannya itu kepada lembaga penegak hukum semisal KPK.

“Di sana bisa dico­cokkan validitas data tersebut,” ujar bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan ini.

Tumpak menambahkan, keru­gi­an negara hasil penelitian PU­KAT sebesar Rp 2,1 triliun itu bi­sa bertambah dalam hitungan menit. Pasalnya, praktik korupsi di­lakukan karena melihat ada kesempatan.

“Mungkin saja pada hari ini angka itu telah berubah na­ik menjadi Rp 3 triliun. Karena, se­seorang jika melakukan ko­rup­si pasti selalu memanfaatkan kesempatan yang ada,” ujarnya.

Perlu Diteliti Kebenarannya
Harry Witjaksono, Anggota Komisi III DPR

Laporan Trend Korupsi peri­­ode 1 Juli hingga 15 Sep­tember 2010 yang dilansir PU­KA­T UGM direspon politisi Se­nayan.

Me­nurut anggota Ko­misi III DPR Har­ry Witjak­sono, laporan itu bisa diguna­kan untuk memetakan perkara ko-r­u­psi dan jumlah ke­rugian negaranya. “Sebaiknya te­rus di­kembang­kan,” katanya ke­pada Rakyat Merdeka.

Namun, Harry mengingat­kan agar PUKAT lebih teliti da­lam menyatakan angka-angka keru­gian negara. Soal­nya, jumlah ke­rugian negara akibat korupsi me­rupakan per­kara yang sangat sensitif. “Le­bih baik PUKAT ber­koordinasi dengan BPK atau lem­baga penegak hukum semi­sal KPK, Polri, Kejaksaan Agu­ng dan la­innya. Sehingga, angka Rp 2,1 tri­liun itu bisa diper­tan­ggung ja­wabkan kebe­narannya,” ujar­nya.

Har­ry juga meminta PU­KAT memberikan data itu ke­pada Komisi III DPR un­tuk diteliti kebenarannya. Pa­sal­nya, Komisi Hu­­kum DPR bisa meneliti dan men­­­­co­cokkan data PUKAT deng­an data dari lembaga pe­ne­gak hu­kum. “Kami sa­ng­at berterimaksih ji­ka PUKAT memberikan data itu un­tuk kami teliti kebena­rannya.”   [RM

Tidak ada komentar: