Kamis, 11 November 2010

Tren Pelemahan Komisi Antikorupsi

Di tengah menguatnya kesadaran masyarakat dunia untuk melawan korupsi, juga terjadi tren global untuk melemahkan komisi antikorupsi oleh pihak penguasa setempat. Tren pelemahan itu disampaikan oleh pimpinan komisi antikorupsi sejumlah negara dan para pakar pada hari pertama Konferensi Internasional Antikorupsi Ke-14 di Bangkok, Thailand, Rabu (10/11).

Wartawan Kompas Ahmad Arif dari Bangkok, kemarin, melaporkan, pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia menjadi salah satu contoh yang dibahas dalam konferensi yang diikuti perwakilan lebih dari 100 negara itu.

Wakil Ketua KPK M Jasin memaparkan tentang rekayasa perkara pemerasan dan penyalahgunaan wewenang yang disangkakan kepada dua unsur pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. "Dua unsur pimpinan KPK, Bibit dan Chandra, dipenjara Polri dengan sangkaan yang direkayasa," kata Jasin.

Menurut Jasin, rekayasa perkara terhadap Bibit dan Chandra itu terjadi karena banyak pihak yang merasa terancam dengan penindakan yang dilakukan KPK. Jasin menyebutkan, lembaganya telah memenjarakan 42 anggota parlemen, 8 menteri, 7 gubernur, 20 bupati/wali kota, 8 anggota KPU, 4 duta besar, 1 gubernur Bank Indonesia (BI), dan 4 deputi gubernur BI, termasuk salah satunya besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Panthep Klanarongan, Presiden National Anti-Corruption Commission Thailand, mengemukakan adanya tekanan dan ancaman terhadap anggota komisinya, terutama ketika menginvestigasi korupsi yang melibatkan politisi dan pimpinan pemerintahan. "Kami juga mendapat ancaman. Saya yakin ini juga terjadi di negara lain dengan detail yang berbeda," katanya.

Panthep juga menyebutkan soal lemahnya dukungan penegak hukum lain dan kerja sama Pemerintah Thailand untuk memberantas korupsi.

Dragos Kos, Presiden Group of States Against Corruption (GRECO), menyatakan adanya tekanan yang dialami oleh lembaga antikorupsi di Eropa. "Kerja komisi antikorupsi memang selalu dalam bahaya. Semakin sukses komisi antikorupsi, semakin tinggi ancaman dan upaya pelemahannya," ujarnya.

Dia merumuskan, modus pelemahan itu dilakukan dengan mengubah undang-undang untuk mengurangi kewenangan komisi antikorupsi. Modus berikutnya dengan merestrukturisasi lembaga untuk mengurangi independensinya hingga mengurangi sumber daya atau anggaran.

Dragos Kos menyarankan agar dasar hukum yang mengatur keberadaan komisi antikorupsi diperkuat, misalnya dengan dimasukkan dalam konstitusi dasar sehingga tidak bisa diubah dengan mudah oleh kepentingan koruptor.

Kasus lain yang menjadi sorotan adalah yang menimpa Nuhu Ribadu, mantan Ketua Economic and Financial Crimes Commission Nigeria. Dia dipaksa mundur dari jabatannya oleh Pemerintah Nigeria karena mengungkap korupsi di kalangan politisi Nigeria.

Salah satu yang pernah dijebloskan oleh Nuhu Ribadu adalah mantan Gubernur Negara Bagian Delta yang dikenal memiliki kedekatan dengan Presiden Nigeria Umaru Yar'Adua. Nuhu Ribadu kemudian terpaksa melarikan diri ke Amerika Serikat karena kuatnya ancaman dari dalam negeri. Namun, Nuhu Ribadu, yang diagendakan menjadi pembicara dalam sesi ini, batal menyampaikan kesaksiannya.

Contoh tekanan

Juree Vichit, Sekretaris Jenderal Transparency International Thailand, yang menjadi moderator dalam sesi ini menggarisbawahi bahwa kasus yang dialami KPK di Indonesia dan sejumlah negara lain menjadi contoh besarnya tekanan terhadap gerakan antikorupsi.

Sumber : Kompas, 11 November 2010
ARTIKEL INI BUKAN TANGGUNGJAWAB KPK RI

Tidak ada komentar: