Kamis, 11 November 2010

Koruptor Dana Bencana Bisa Terancam Hukuman Mati

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dimungkinkan menerapkan hukuman maksimal terhadap kasus korupsi dana bencana. Hal ini ditegaskan Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Chandra M Hamzah, usai Peluncuran Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2010, di Graha Niaga, Jalan Jenderal Sudirman, Selasa (9/11).
"Hukuman maksimal yakni hukuman mati dimungkinkan. Penerapan Pasal 2 ayat (2) bisa diterapkan," kata Chandra menjawab pertanyaan potensi korupsi dalam penggunaan dana bencana.

Seperti diketahui, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam Pasal 2 ayat (2) memungkinkan hukuman mati terkait kasus korupsi dana bencana. Pasal tersebut menyebutkan, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."

Keadaan tertentu dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.

Pengawasan
Ditanya soal pengawasan, Chandra mengaku tidak bisa melakukan setiap hari. Penggunaan anggaran bisa diawasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan melakukan audit. "Hasil audit baru bisa ditindaklanjuti," katanya.

Chandra menambahkan, penunjukan memang dimungkinkan dilakukan saat fase tanggap darurat setelah bencana. Namun, jika terjadi pengadaan fiktif maupun penggelembungan harga maka tetap bisa dijerat dengan UU Tindak Pidana Korupsi.

KPK berpendapat situasi kegentingan atau tanggap darurat telah berakhir saat memasuki tahap rehabilitasi dalam setiap bencana. Karena itu, pengaturan penunjukan langsung dalam pengadaan barang dan jasa telah dikembalikan ke peraturan awal. Dia memaparkan, dalam berbagai kasus korupsi dana bantuan sosial biasanya dilakukan dalam berbagai modus, di antaranya dengan memberikan bantuan hanya kepada pihak yang sepaham atau satu partai.

Sumber : Suara Merdeka, 10 Npvember 2010
ARTIKEL INI BUKAN TANGGUNGJAWAB KPK RI

Tidak ada komentar: