Selasa, 02 November 2010

Terselubung di OB, Miliaran per Bulan Menelusuri Dugaan Pungli Terorganisir di PT Pelni

SUNGGUH sangat mencengangkan memasuki ‘belantara’ Pelabuhan Soekarno-Hatta. Rasanya, seperti memasuki “dunia lain” yang penuh dengan intrik aksi bulus. Mulai dari aksi copet, penipuan, hingga dugaan pungutan liar (Pungli) yang terorganisir di moda transportasi terbesar di Nusantara, yakni PT Pelni.

APA yang akan dibeberkan pada tulisan ini, adalah bagian pungli terkecil yang berhasil ditemukan di lapangan. Hampir sebagian besar orang yang bergelut di Pelabuhan Soekarno-Hatta, sebenarnya sudah tahu.
Proses penyusuran pungli terorganisir itu berawal pekan lalu. Wartawan Harian Ujungpadang Ekspres (Upeks) menerima pengaduan dari salah seorang pengusaha jasa pengiriman antarpulau, Sy (50). Dia menyebut, banyak pungutan di PT Pelni. Salah satunya, kata dia, adanya tarif siluman pada biaya over bagasi atau yang dikenal dengan sebutan OB. Atas bantuannya pula, wartawan bisa menelusuri seluk beluk dugaan pungli di OB.
Berdasarkan penelusuran itu, berhasil terungkap mekanisme pungli yang ternyata tak hanya melibatkan pihak internal PT Pelni yang bertugas melayani OB, tetapi juga oknum-oknum instansi yang berada di lingkungan Pelabuhan Soekarno-Hatta. Prosesnya, berawal saat pihak pemilik barang akan mengirimkan barang ke luar pulau menggunakan jasa kapal PT Pelni. Di atas tiket, tarif OB tercatat sebesar Rp150 ribu per koli. Namun, biaya yang harus dikeluarkan oleh pemilik barang lebih dari jumlah yang tertera dari tiket, yakni berkisar Rp165 ribu jika melalui oknum petugas PT Pelni dan berkisar Rp175 ribu jika melalui calo.
Tarif itu sudah otomatis akan diminta kepada setiap konsumen. Baik itu oleh oknum petugas, calo, bahkan para buruh. “Itu mi pak, pernah ada yang berkelahi di sini antara buruh dan petugas Pelni karena tidak ada kebijaksanaannya. Kalau kita hanya bayar sesuai dengan tarif di tiket, pasti tidak diizinkan ki masuk,” ujar Rahman, salah seorang buruh di Pelabuhan Soekarno-Hatta.
Hal yang sama juga disampaikan buruh lainnya, Ilo. Menurut dia, sudah tak perlu dipertanyakan lagi soal tambahan biaya itu. “Sudah pasti mi, pak. Tidak mau dilayani kita kalau hanya sesuai dengan tarif di tiket,” ujarnya.
Dengan bekal barang serta uang Rp1 juta, Upeks pun berpura-pura untuk mengirimkan barang. Awalnya, beberapa calo menawarkan biaya Rp175 ribu per koli. Karena tak puas, kami pun menemui petugas PT Pelni. Oleh oknum berinisial JB itu, dia menawarkan tarif yang lebih murah, hanya Rp165 ribu per koli. Akhirnya barang itu pun berhasil dikirim melalui KM Nggapulu, Sabtu (30/10) lalu.
Oknum JB mengatakan, praktik itu dilakukan untuk mempermudah pengiriman barang. “Itu namanya biaya kelancaran. Kalau tidak begitu, bisa-bisa banyak hambatan,” ujarnya.
Menurutnya, dia hanya mendapatkan Rp5.000 per koli dalam satu kali pengiriman. Dan selebihnya disetor ke bagian OB. “Jadi, saya terbuka saja dik. Memang biaya yang tertera di atas tiket itu hanya Rp150 ribu. Tapi yang adik harus bayar Rp165 ribu per koli. Jujur saja, saya hanya ambil Rp5.000 per koli saja, Rp10.000 saya setor,” ujarnya.
Menurut dia, biaya Rp10.000 per koli itu dikumpulkan lalu dibagikan ke oknum-oknum instansi yang berada di Pelabuhan. “Mereka memang tidak memaksa untuk meminta jatah, tapi itu kan untuk kelancaran saja,” ujarnya.
Bukan hanya JB yang mengatakan hal itu. Salah seorang petugas PT Pelni lainnya, juga mengatakan hal yang sama. Menurut dia, memang sudah begitu aturannya. Jumlah pungli itu memang terlihat sedikit jika diteliti per satuan. Tetapi jika dihitung dengan jumlah barang OB untuk satu kapal, maka jumlahnya bisa mencapai puluhan juta.
Karena OB merupakan fasilitas yang diberikan kepada penumpang PT Pelni, maka biasanya jumlah OB yang diizinkan untuk dimuat dalam satu kapal bergantung jumlah penumpangnya. Misalnya saja, untuk KM Nggapulu yang memiliki kapasistas 2.130 orang dengan estimasi jumlah OB 25% dari kapasitas, maka jumlah barang OB yang berpotensi untuk diangkut bisa mencapai 500 barang.
“Ini selalu kita keluhkan. Tapi, mereka tidak mau mengerti. Memang kalau dilihat per satuan jumlahnya tidak seberapa, tetapi bagi kami yang sehari-hari menggunakan jasa PT Pelni untuk mengirim barang, jumlah itu sangat berat,” ujar Muis, Ketua Persatuan Pengusaha Pengiriman Antar Pulau, Sabtu (30/10) lalu.
Menurutnya, jumlah pungli itu jika dikumpulkan dalam sebulan bisa mencapai miliaran rupiah. “Kita coba hitung sendiri. Dalam satu kali kapal berlabuh, minimal bisa mengangkut 800 koli barang. Dan dalam satu bulan itu, minimal enam kali kapal PT Pelni bersandar. Maka, paling sedikit itu bisa mencapai Rp120 juta. Itu baru dari OB saja, belum lagi dari lain-lainnya. Misalnya, kontainer yang jauh lebih besar lagi,” ujarnya. Itu berarti, jika bagian lain juga melakukan hal yang sama (pungli), maka jumlahnya bisa mencapai miliaran per bulan.
Menanggapi temuan itu, Kepala Cabang PT Pelni, Jhon yang dihubungi Minggu (31/10) via selularnya, secara tegas membantah. “Tidak benar itu. Tidak ada itu pungutan-pungutan seperti itu,” ujarnya.
Namun, lanjut dia, kalau memang ada oknum yang kedapatan melakukan pungli, maka pihaknya tak akan membiarkan begitu saja. “Kami akan memberikan sanksi yang berat,” ujarnya. ()

http://www.kpk.go.id

Tidak ada komentar: