Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kemarin mendorong daerah untuk terus kreatif berinovasi tanpa takut korupsi. Sepanjang, sesuai dengan prosedur dan undang-undang inovasi daerah tetap mendapatkan apresiasi. Hal tersebut diungkapkan oleh wakil ketua KPK M Jasin dalam diskusi dalam rangka penghargaan otonomi award 10 di yang diadakan The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP) di Grand Ballrom, The Empire Palace, Surabaya kemarin (4/8), kemarin.
Jasin mengungkapkan bahwa selama inovasi daerah tetap sejalan dengan mata anggaran, atas persetujuan DPRD, akuntabel tetap tak menjadi persoalan. “Tak ada yang dipersoalkan bila sesuai jalurnya,” jelas alumnus Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, kemarin.
Dia menjelaskan, inovasi daerah tetap harus didorong selama kepala daerah atau pejabatnya tidak mengambil keuntungan pribadi. “Dalihnya inovasi tapi ada keuntungan yang mengalir. Ini yang harus kami ingatkan dengan penegakan hukum,” terangnya. Mulanya, KPK akan mengingatkan melalui sarana pencegahan korupsi. Namun bila kepala daerah yang bersangkutan membandel tentu KPK harus turun tangan dengan langkah penindakan. Artinya menyeret pelaku korupsi ke persidangan di Pengadilan Tipikor.
Jasin menambahkan bahwa selama ini banyak sekali modus korupsi di daerah. Modus tersebut dipelajari KPK, dari banyaknya pejabat yang ditangani KPK selama ini. Para pejabat daerah, kata dia, kerap kali bermain-main di arena pengadaan barang dengan cara memarkup harga dan mengubah spesifikasi barang. Modus ini mudah terlacak dan paling banyak melibatkan pejabat daerah Modus ini tidak hanya menggejala di praktik pemerintah daerah tetapi juga di pusat.
Modus lain adalah pemanfaatan sisa dana tanpa pertanggungjawaban, manipulasi sisa APBD, manipulasi perizinan, gratifikasi dari dana BPD penampung anggaran daerah, hingga bantuan sosial yang tak sesuai peruntukan. “Modus-modus macam sudah kami lacak dan mereka yang terungkap harus bertanggung jawab,” ungkap Jasin, kemarin. Selama KPK berdiri, pihaknya sudah menyeret 7 gubernur dan 21 bupati/walikota. “Yang perlu dicatat setiap upaya kami terbukti di pengadilan,” jelasnya.
Jasin mengungkapkan tak selalu dengan langkah penindakan. Kepada daerah KPK selama ini juga berupaya mendorong agar daerah berinisiatif antikorupsi. Di antaranya melakukan survey integritas secara periodik. “Kami juga melakukan sejumlah studi penilaian kepada daerah. Ada juga studi pengadaan publik secara elektronik ,” ungkapnya.
Pembicara lain, anggota VI BPK Rizal Djalil mengungkapkan bahwa ada modus baru korupsi di daerah, yakni menyalahgunakan APBD dengan modus investasi. Salah satu yang mengemuka adalah penyelewengan di kabupaten Kutai Timur. “Di mana Rp 70 miliar dana daerah diinvestasikan kepada lembaga keuangan yang tidak pruden,” jelas pria yang pernah menjabat mantan anggota komisi anggaran DPR RI.
Menurut Rizal, inventasi untuk daerah sebenarnya merupakan langkah kreatif untuk mendapatkan dana daerah. Tapi, yang kerapmenjadi persoalan jalur yang ditempuh tak prosedural Di antaranya mengabaikan persetujuan DPRD setempat. “Investasi macam itu baik saja. Asal tolok ukurnya jelas,” katanya.
Modus lain yang kerap tercium oleh penegak hukum katanya adalah penggelembungan anggaran dalam pelaksanaan suatu program. “Yang begini juga kerap terjadi di sejumlah daerah,” ungkapnya. Yang paling parah, kata dia, pelaksanaan proyek pembangungunan gedung oleh daerah. “Kerap kali kami menemukan uang habis kantor yang dibangun pun tak ada,” katanya.
Selama ini BPK selalu mendorong agar daerah bisa membikin laporan pertanggungjawaban keuangan yang akuntabel. Laporan BPK per 30 Juni sudah 74 persen daerah bisa meraih predikat wajar tanpa pengecualian dalam laporan keuangannya. “Tapi yang perlu dicatat laporan keuangan baik belum tentu tak ada korupsi,” ucapnya. Program inovasi, temuan BPK juga kerap dilakukan kepala daerah menjelang pemilukada. Langkah ini untuk menggaet respons masyarakat bila kepala daerah yang bersangkutan mengajukan diri lagi sebagai calon kepala daerah.
Sementara itu, Gubernur Soekarwo memiliki perpektif lain terkait penyebab inovasi daerah tersebut. Disinkronisasi regulasi pemerintah pusat membuat banyak kabupaten-kota ragu menuangkan inovasinya. Mereka tidak mau ambil risiko. “Ada kekhawatiran pengucuran dana sosial sebagai hibah. Padahal, hibah itu murni untuk masyarakat sangat miskin,” ungkap Gubernur Jatim Soekarwo. Menurut dia, kata hibah dari segi gramatika sebenarnya terputus. Begitu pula sebagaimana diatur Permendagri nomor 13 tahun 2006 tentang Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah.
Mantan sekdaprov itu sudah mengusulkan ke jajaran terkait tentang hibah untuk masyakat sangat miskin seharusnya ada diskresi. “Saya sudah ketemu Kepala Kejaksaan Tinggi dan Ketua Pengadilan Tinggi. Kuncinya tetap ada di pusat,” terang Sokarwo. Pejabat dari Madiun itu mengaku tidak bisa bertindak banyak ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mempermasalahkan laporan hasil penggunaan (LHP) hibah tersebut dalam penggunaan APBD.
Hal itu disebabkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan mengharuskan pencatatan melalui belanja modal, bukan belanja barang dan jasa. “Saya bukan Mendagri yang bisa langsung take over. Peran saya hanya sebatas mendorong,” ujar Soekarwo.
Sementara itu, dalam seminar sesi pertama yang diikuti empat nara sumber, yakni staf khusus Presiden RI Denny Indrayana, staf ahli Kapolri Chairul Huda, Kajati Jatim M Farela dan direktur investigasi BPKP M Yusuf juga terungkap dorongan untuk inovasi daerah. Menurut Denny, para pejabat daerah tetap tak perlu takut berinovasi. “Selama tak ada keuntungan, tak ada diskon pembelian perumahan atau kick back dalam bentuk apapun saya kira inovasi memmpercepat kemajuan daerah,” ungkapnya. Menurut Denny, garis demarkasi antara inovasi dengan korupsi adalah persoalan meraih keuntungan pribadi tadi.
Denny juga berharap agar aparat penegak hukum ekstra hati-hati dalam menegakkan hukum korupsi. Sebab, jangan sampai penegak hukum kemudian mengkorupsikan inovasi mereka, tanpa ada keuntungan pribadi yang mengalir kepada pejabat daerah tadi. (git/sep/kit)
Korupsi Daerah Versi KPK
Modus DPRD
* Memperbesar mata anggaran untuk tunjangan dan fasilitas anggota dewan
* Menyalurkan Dana APBD bagi anggota dewan melalui yayasan fiktif
* Memanipulasi perjalanan dinas
* Menerima gratifikasi
* Menerima Suap.
Modus Pejabat Daerah
* Pengadaan Barang dana Jasa Pemerintah dengan mark up harga dan merubah spesifikasi barang.
* Penggunaan sisa dana tanpa dipertanggungjawabkan & tanpa prosedur
* Penyimpangan prosedur pengajuan & pencairan dana kas daerah
* Manipulasi sisa APBD
* Manipulasi dalam proses pengadaan/perijinan/konsensi hutan
* Gratifikasi dari BPD penampung dana daerah
* Bantuan Sosial tidak sesuai peruntukannya
* Menggunakan APBD untuk keperluan Keluarganya dan koleganya
* Menerbitkan Peraturan Daerah untuk upah pungut pajak;
* Ruislag/tukar guling tanah dengan mark down harga
* Penerimaan Fee Bank
Korupsi Daerah Versi BPK
- Penggelembungan dana program
- Program fiktif
- Investasi dana daerah ke lembaga keuangan yang tak pruden
http://www.kpk.go.id
Sabtu, 30 Oktober 2010
Siaran Pers : KPK Tahan Tersangka SA (Mantan Bupati Langkat Periode 1999-2007)
Dalam pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait penggunaan dan pengelolaan kas daerah Kabupaten Langkat serta penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Langkat tahun 2000-2007, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap tersangka atas nama SA (Mantan Bupati Langkat periode 1999-2007).
Berdasarkan hasil penyidikan, ditemukan bahwa saat menjadi Bupati Langkat, tersangka SA diduga telah menyalahgunakan APBD Kabupaten Langkat tahun 2000-2007. Berdasarkan perhitungan sementara, perbuatan yang diduga dilakukan oleh SA tersebut mengakibatkan kerugian negara sekitar 99 miliar rupiah.
Atas perbuatannya, SA disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 dan/atau Pasal 8 dan/atau Pasal 13 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan upaya penahanan selama 20 hari terhitung sejak 22 Oktober 2010. Saat ini, tersangka SA ditahan di Rumah Tahanan Kelas 1 Salemba.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:
Johan Budi SP
Hubungan Masyarakat
Komisi Pemberantasan Korupsi
Jl HR Rasuna Said Kav C-1
Jakarta Selatan
(021) 2557-8300
http://www.kpk.go.id
Berdasarkan hasil penyidikan, ditemukan bahwa saat menjadi Bupati Langkat, tersangka SA diduga telah menyalahgunakan APBD Kabupaten Langkat tahun 2000-2007. Berdasarkan perhitungan sementara, perbuatan yang diduga dilakukan oleh SA tersebut mengakibatkan kerugian negara sekitar 99 miliar rupiah.
Atas perbuatannya, SA disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 dan/atau Pasal 8 dan/atau Pasal 13 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan upaya penahanan selama 20 hari terhitung sejak 22 Oktober 2010. Saat ini, tersangka SA ditahan di Rumah Tahanan Kelas 1 Salemba.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:
Johan Budi SP
Hubungan Masyarakat
Komisi Pemberantasan Korupsi
Jl HR Rasuna Said Kav C-1
Jakarta Selatan
(021) 2557-8300
http://www.kpk.go.id
Terkait Kasus Dugaan Korupsi Dalam Pengadaan Kapal Feri Takabonerate Selayar
“Pak SBY Dan Pak Komisioner KPK,” Tolong Kembalikan Kapal Kami Ke Kepulauan Selayar”
Program pemberantasan korupsi yang di dengungkan oleh presiden SBY setidaknya telah membuat para pelaku korupsi seperti cacing kepanasan , dimana dalam pengungkapan kasus korupsi sejumlah elemen di beri ruang untuk ikut berpartisipasi dalam pengungkapannya. Namun sayang, karena di kabupaten selayar sulawesi-selatan hal ini tidak berjalan seperti wilayah lain diIndonesia,
Sebutlah sebuah kasus dugaan korupsi yang melibatkan eksekutif dan legislatif kabupaten selayar, hal mana ke dua lembaga tersebut di duga telah merugikan daerah dalam penyimpangan anggaran apbd selayar TA .2002, terkait pembelian kapal feri km.takabonerate sebesar 5,5 m rupiah , yang di duga terjadi mark up dalam pembeliannya,
Dalam proses penanganan kasusnya, hakim telah menvonis mantan bupati selayar periode 1999/2004, akib patta dan ketua dprd selayar periode 1999/2004,ince langke.yang di laksanakan di dua tempat persidangan yang berbeda, akib patta di pengadilan negeri makassar dan ince langke ia di pengadilan negeri selayar.
Selain tempat sidang yang berbeda, proses penanganan terhadap ke duanya juga berbeda, yakni akib patta di tahan selama proses penyidikan jaksa dari pengadilan tinggi makassar sementara ince langke tidak ditahan oleh jaksa dari kejaksaan negeri selayar. Selain penanganan yang berbeda putusan hakim yang menangani juga berbeda, dimana hakim pengadilan negeri makassar memvonis penjara 1 tahun penjara kepada akib patta, selanjutnya dibebaskan oleh pengadilan tinggi sulawesi selatan, dibanding ince langke yang langsung di bebaskan oleh putusan hakim pengadilan negeri selayar.
Selain ke dua petinggi kabupaten selayar yang telah mendapat vonis hakim , tiga pejabat pemerintah kabupaten selayar telah duluan mendapat vonis hakim pn.selayar , ketiganya masing-masing mendapatkan putusan tiga tahun penjara, namun hanya 3 bulan yang di jalani di rutan selayar, selanjutnya melakukan upaya hukum untuk di tahan diluar rutan alias tahanan kota,dan hingga saat ini belum mendapat kepastian hukum dalam kasus dugaan korupsi ini . Ke tiganya adalah , jenewali rahim,s.sos, kepala dinas perindustrian selayar, rosman se, kepala bagian ekonomi pemkab selayar dan direktur pt.suc ,perusahaan investor pelaksana proyek pembelian dan pengoperasian kapal feri km.takabonerate.
Setelah sejumlah proses hukum dilaksanakan untuk mengungkap fakta dari dugaan kasus korupsi 5,5 miliar dana apbd selayar ta.2002 , saat ini 9 anggota dprd selayar periode 1999/2004 yang merupakan panitia anggaran dalam pengadaan kapal tersebut , juga didudukkan sebagai terdakwa, namun sayang sekali dalam proses hukum yang dilaksanakan terkesan hanya sandiwara belaka, bisa di bayangkan ketika 9 anggota dprd selayar periode 1999/2004 yang menjadi terdakwa dalam kasus ini , saat ini kembali menduduki pantia anggaran periode 2004/2009, malahj di antaranya ada yang menduduki ketua komisi di dprd selayar. Akibatnya proses persidangan pun tersendat. Hal ini di buktikan dengan panjangnya proses persidangan di pengadilan negeri selayar, hingga mencapai 35 kali sidang , di mana sebagaian besar persidangan hanya di agendakan sebagai sidang tertunda yang tentu saja sangat tidak sesuai dengan peradilan di negeri ini. Yang menjadi pertanyaan kenapa aparat penegak hukum kita tidak tegas kepada sembilan terdakwa dengan memberikan penahanan atau memberikan sangsi jika tidak mengikuti persidangan. Malah dari fakta hukum yang ada disetiap proses persidangan kasus dugaan korupsi apbd selayar ini , barang bukti sebuah kapal feri km takabonerate tidak pernah di hadirkan atau tercatat dalam pengananan hakim , namun kapal milik pemerintah dan masyarakat ini , dikontrakkan dan dioperasikan tanpa diketahui kemana hasil dan siapa yang mengoperasikannya. Ketika penulis menanyakan kepada jpu, aji sukartaji sh. Malah berkelit dan membanarkan namun menurutnya hal ini adalah kebijakan dari atas.
Proses persidangan dari dugaan kasus korupsi dana apbd selayar sebesar 5,5 rupiah dari pembelian kapal feri km takabonerate hingga saat ini masih berlanjut, namun hasil persidangannya boleh di kata telah di ketahui oleh masyarakat kabupaten selayar , yakni tidak ada persoalan”” , baik yang telah menjadi terdakwa” tidak berupaya hukum untuk pengembalian nama baiknya setelah mendapat vonis bebas dari segala tuntutan , dikaitkan dengan kedudukannya sebagai pejabat publik yang telah rusak namanya karena diduga melakukan korupsi maupun upaya lainnya untuk meluruskan persoalan yang sebenarnya, agar masyarakat tidak merasa dibohongi dengan apa yang mereka dengar dan lihat selama ini. Yang paling penting adalah “ kemana kapal km taka bonerate yang selayar telah beli di pulau jawa” dan kalau memang kapal itu bukan milik selayar , lantas kemana dan siapa yang menggunakan dana apbd selayar ta.2002 sebesar 5,5 m, tersebut ?? perlu digaris bawahi bahwa atas pembeliannya maka masyarakat selayar melalui apbd setiap tahunnya terpaksa menanggung utang bunga bank dan beban cicilan pembayaran kepada Bank BPD Sul-Sel yang di taksir telah mencapai 2 kali lipat dari kredit yang di ambil oleh investor jadi jadian yang di ketahui oleh pemimpin pemkab selayar atas persetujuan pimpinan dprd selayar.
Sejak tahun 2006 lalu penulis berusaha menghubungi kepala kejaksaan negeri selayar sejak yang telah berganti sebanyak 2 kali, selanjutnya pada tahun 2009 dan pada bulan oktober tahun ini, penulis masih menanyaka perihal perkara ini ke kajari kepulauan selayar termasuk dimana keberadaan barang bukti kapal feri yang di beli dari uang rakyat selayar tersebut berada namun di jawab dengan jawaban yang juga memelas dengan menyebut dari mana kami bisa mendapatkan dana eksekusi , sementara saya belum menjadi kejari saat itu, ujar kejari kepulauan selayar 2010 kepada penulis. Jawaban yang sama dilontarkan oleh kepala kejaksaan lama dan baru, begitupun dengan sejumlah hakim yang lama dan yang baru , atau mungkin karena mereka tidak merasakan beban utang daerah yang harus di bayarkan dari apbd selayar hingga saat ini.
Forum Peduli Selayar telah melakukan berbagai upaya dalam mencoba berbuat untuk menyelamatkan asset orang selayar, berupa sebuah kapal LCT yang di ubah menjadi kapal feri jadi jadian dengan membawa perkara ini ke KPK ( Komisi Pemberantasan Korupsi ) dengan sejumlah data pendukung termasuk temuan BPK dan temuan BPKP. KPK sempat melakukan upaya proses klarifikasi ke kejaksaan namun hingga saat ini belum di ketahui ujung pangkal perkembangan kasusnya. Padahal masyarakat selayar sangat berharap agar hal ini segera mendapat bantuan penanganan dari para komisionernya. Ataukan semua yang terlibat di dalam kasus ini adalah orang kuat dan tidak bisa tersentuh “?????”
Mungkin dengan dimuatnya tulisan ini, semua yang terkait dan yang berwenang bisa memberikan masukan dan dorongan serta bantuan agar kiranya penegak hukum di bumi tanadoang kepualaun selayar sulawesi-selatan dapat lebih tegas dalam menjalankan amanah undang-undang. Bukan malah sebaliknya ketika membaca tulisan ini kemudian mendapat celah untuk mendapatkan kesempatan”.
Penulis : arsil ihsan.
Kontak : 081 241 92 7000
http://www.kpk.go.id
Program pemberantasan korupsi yang di dengungkan oleh presiden SBY setidaknya telah membuat para pelaku korupsi seperti cacing kepanasan , dimana dalam pengungkapan kasus korupsi sejumlah elemen di beri ruang untuk ikut berpartisipasi dalam pengungkapannya. Namun sayang, karena di kabupaten selayar sulawesi-selatan hal ini tidak berjalan seperti wilayah lain diIndonesia,
Sebutlah sebuah kasus dugaan korupsi yang melibatkan eksekutif dan legislatif kabupaten selayar, hal mana ke dua lembaga tersebut di duga telah merugikan daerah dalam penyimpangan anggaran apbd selayar TA .2002, terkait pembelian kapal feri km.takabonerate sebesar 5,5 m rupiah , yang di duga terjadi mark up dalam pembeliannya,
Dalam proses penanganan kasusnya, hakim telah menvonis mantan bupati selayar periode 1999/2004, akib patta dan ketua dprd selayar periode 1999/2004,ince langke.yang di laksanakan di dua tempat persidangan yang berbeda, akib patta di pengadilan negeri makassar dan ince langke ia di pengadilan negeri selayar.
Selain tempat sidang yang berbeda, proses penanganan terhadap ke duanya juga berbeda, yakni akib patta di tahan selama proses penyidikan jaksa dari pengadilan tinggi makassar sementara ince langke tidak ditahan oleh jaksa dari kejaksaan negeri selayar. Selain penanganan yang berbeda putusan hakim yang menangani juga berbeda, dimana hakim pengadilan negeri makassar memvonis penjara 1 tahun penjara kepada akib patta, selanjutnya dibebaskan oleh pengadilan tinggi sulawesi selatan, dibanding ince langke yang langsung di bebaskan oleh putusan hakim pengadilan negeri selayar.
Selain ke dua petinggi kabupaten selayar yang telah mendapat vonis hakim , tiga pejabat pemerintah kabupaten selayar telah duluan mendapat vonis hakim pn.selayar , ketiganya masing-masing mendapatkan putusan tiga tahun penjara, namun hanya 3 bulan yang di jalani di rutan selayar, selanjutnya melakukan upaya hukum untuk di tahan diluar rutan alias tahanan kota,dan hingga saat ini belum mendapat kepastian hukum dalam kasus dugaan korupsi ini . Ke tiganya adalah , jenewali rahim,s.sos, kepala dinas perindustrian selayar, rosman se, kepala bagian ekonomi pemkab selayar dan direktur pt.suc ,perusahaan investor pelaksana proyek pembelian dan pengoperasian kapal feri km.takabonerate.
Setelah sejumlah proses hukum dilaksanakan untuk mengungkap fakta dari dugaan kasus korupsi 5,5 miliar dana apbd selayar ta.2002 , saat ini 9 anggota dprd selayar periode 1999/2004 yang merupakan panitia anggaran dalam pengadaan kapal tersebut , juga didudukkan sebagai terdakwa, namun sayang sekali dalam proses hukum yang dilaksanakan terkesan hanya sandiwara belaka, bisa di bayangkan ketika 9 anggota dprd selayar periode 1999/2004 yang menjadi terdakwa dalam kasus ini , saat ini kembali menduduki pantia anggaran periode 2004/2009, malahj di antaranya ada yang menduduki ketua komisi di dprd selayar. Akibatnya proses persidangan pun tersendat. Hal ini di buktikan dengan panjangnya proses persidangan di pengadilan negeri selayar, hingga mencapai 35 kali sidang , di mana sebagaian besar persidangan hanya di agendakan sebagai sidang tertunda yang tentu saja sangat tidak sesuai dengan peradilan di negeri ini. Yang menjadi pertanyaan kenapa aparat penegak hukum kita tidak tegas kepada sembilan terdakwa dengan memberikan penahanan atau memberikan sangsi jika tidak mengikuti persidangan. Malah dari fakta hukum yang ada disetiap proses persidangan kasus dugaan korupsi apbd selayar ini , barang bukti sebuah kapal feri km takabonerate tidak pernah di hadirkan atau tercatat dalam pengananan hakim , namun kapal milik pemerintah dan masyarakat ini , dikontrakkan dan dioperasikan tanpa diketahui kemana hasil dan siapa yang mengoperasikannya. Ketika penulis menanyakan kepada jpu, aji sukartaji sh. Malah berkelit dan membanarkan namun menurutnya hal ini adalah kebijakan dari atas.
Proses persidangan dari dugaan kasus korupsi dana apbd selayar sebesar 5,5 rupiah dari pembelian kapal feri km takabonerate hingga saat ini masih berlanjut, namun hasil persidangannya boleh di kata telah di ketahui oleh masyarakat kabupaten selayar , yakni tidak ada persoalan”” , baik yang telah menjadi terdakwa” tidak berupaya hukum untuk pengembalian nama baiknya setelah mendapat vonis bebas dari segala tuntutan , dikaitkan dengan kedudukannya sebagai pejabat publik yang telah rusak namanya karena diduga melakukan korupsi maupun upaya lainnya untuk meluruskan persoalan yang sebenarnya, agar masyarakat tidak merasa dibohongi dengan apa yang mereka dengar dan lihat selama ini. Yang paling penting adalah “ kemana kapal km taka bonerate yang selayar telah beli di pulau jawa” dan kalau memang kapal itu bukan milik selayar , lantas kemana dan siapa yang menggunakan dana apbd selayar ta.2002 sebesar 5,5 m, tersebut ?? perlu digaris bawahi bahwa atas pembeliannya maka masyarakat selayar melalui apbd setiap tahunnya terpaksa menanggung utang bunga bank dan beban cicilan pembayaran kepada Bank BPD Sul-Sel yang di taksir telah mencapai 2 kali lipat dari kredit yang di ambil oleh investor jadi jadian yang di ketahui oleh pemimpin pemkab selayar atas persetujuan pimpinan dprd selayar.
Sejak tahun 2006 lalu penulis berusaha menghubungi kepala kejaksaan negeri selayar sejak yang telah berganti sebanyak 2 kali, selanjutnya pada tahun 2009 dan pada bulan oktober tahun ini, penulis masih menanyaka perihal perkara ini ke kajari kepulauan selayar termasuk dimana keberadaan barang bukti kapal feri yang di beli dari uang rakyat selayar tersebut berada namun di jawab dengan jawaban yang juga memelas dengan menyebut dari mana kami bisa mendapatkan dana eksekusi , sementara saya belum menjadi kejari saat itu, ujar kejari kepulauan selayar 2010 kepada penulis. Jawaban yang sama dilontarkan oleh kepala kejaksaan lama dan baru, begitupun dengan sejumlah hakim yang lama dan yang baru , atau mungkin karena mereka tidak merasakan beban utang daerah yang harus di bayarkan dari apbd selayar hingga saat ini.
Forum Peduli Selayar telah melakukan berbagai upaya dalam mencoba berbuat untuk menyelamatkan asset orang selayar, berupa sebuah kapal LCT yang di ubah menjadi kapal feri jadi jadian dengan membawa perkara ini ke KPK ( Komisi Pemberantasan Korupsi ) dengan sejumlah data pendukung termasuk temuan BPK dan temuan BPKP. KPK sempat melakukan upaya proses klarifikasi ke kejaksaan namun hingga saat ini belum di ketahui ujung pangkal perkembangan kasusnya. Padahal masyarakat selayar sangat berharap agar hal ini segera mendapat bantuan penanganan dari para komisionernya. Ataukan semua yang terlibat di dalam kasus ini adalah orang kuat dan tidak bisa tersentuh “?????”
Mungkin dengan dimuatnya tulisan ini, semua yang terkait dan yang berwenang bisa memberikan masukan dan dorongan serta bantuan agar kiranya penegak hukum di bumi tanadoang kepualaun selayar sulawesi-selatan dapat lebih tegas dalam menjalankan amanah undang-undang. Bukan malah sebaliknya ketika membaca tulisan ini kemudian mendapat celah untuk mendapatkan kesempatan”.
Penulis : arsil ihsan.
Kontak : 081 241 92 7000
http://www.kpk.go.id
Jumat, 29 Oktober 2010
Rp 5,4 M Ganti Rugi Masuk APBD 2011
Untuk Perluasan Bandara Tampa Padang
Hingga saat ini pembayaran ganti rugi pembebasan lahan bandar udara Tampa Padang di Kabupaten Mamuju belum dituntaskan. Saat ini Pemprov Sulbar berencana untuk melakukan perluasan bandara agar bisa didarati pesawat berukuran besar.
Pemprov Sulbar dalam APBD Perubahan kembali menganggarkan dana untuk ganti rugi tersebut. Sementara di APBD 2011 dialokasikan anggaran Rp 5,4 miliar.
Kepala Biro Pemerintahan Pemprov Sulbar, Haeruddin Anas mengatakan, dalam waktu dekat akan dilakukan perluasan areal bandara yang ada di bagian sebelah barat. Untuk itu akan dibebaskan lahan milik warga seluas 250 meter.
''Setiap meter dihargai Rp 55.000. Anggarannya dimasukan dalam APBD Perubahan 2010. Pembayarannya akan dilakukan setelah APBD Perubahan ditetapkan,'' jelas Haeruddin, kemarin.
Hanya saja, kata dia, pemprov akan membebaskan lahan yang betul-betul sudah lengkap dokumennya. Sementara yang tidak lengkap, belum akan dibayarkan.
Disebutkan Haeruddin, saat ini luas areal bandara yang sudah diselesaikan pembebasannya sekitar 80 hektar. Sementara di tahun 2011 mendatang kembali akan dialokasikan dana Rp 5,4 miliar untuk membayar ganti rugi lahan.
http://www.kpk.go.id
Hingga saat ini pembayaran ganti rugi pembebasan lahan bandar udara Tampa Padang di Kabupaten Mamuju belum dituntaskan. Saat ini Pemprov Sulbar berencana untuk melakukan perluasan bandara agar bisa didarati pesawat berukuran besar.
Pemprov Sulbar dalam APBD Perubahan kembali menganggarkan dana untuk ganti rugi tersebut. Sementara di APBD 2011 dialokasikan anggaran Rp 5,4 miliar.
Kepala Biro Pemerintahan Pemprov Sulbar, Haeruddin Anas mengatakan, dalam waktu dekat akan dilakukan perluasan areal bandara yang ada di bagian sebelah barat. Untuk itu akan dibebaskan lahan milik warga seluas 250 meter.
''Setiap meter dihargai Rp 55.000. Anggarannya dimasukan dalam APBD Perubahan 2010. Pembayarannya akan dilakukan setelah APBD Perubahan ditetapkan,'' jelas Haeruddin, kemarin.
Hanya saja, kata dia, pemprov akan membebaskan lahan yang betul-betul sudah lengkap dokumennya. Sementara yang tidak lengkap, belum akan dibayarkan.
Disebutkan Haeruddin, saat ini luas areal bandara yang sudah diselesaikan pembebasannya sekitar 80 hektar. Sementara di tahun 2011 mendatang kembali akan dialokasikan dana Rp 5,4 miliar untuk membayar ganti rugi lahan.
http://www.kpk.go.id
Azis: Koruptor Harus Ditegasi
HUT ke-10, Kopel Berganti Nama
Anggota DPD RI, Azis Kahar Mudzakkar, mengatakan bahwa berbicara masalah korupsi, maka harus tegas. Karena, ditegasi saja, para koruptor belum tentu mau insap.
"Apalagi kalau tidak tegas," ujar Azis di acara 10 Tahun Kopel yang digelar di Hotel Sahid Makassar kemarin.
Azis memang dikenal sebagai sosok yang begitu tegas terhadap pemberantasan korupsi. Karena itu, dia mengaku sejalan dengan visi dan misi Kopel.
Saat ulang tahun Kopel yang ke-10, digelar serangkaian kegiatan. Di antaranya talkshow, pameran, peluncuran buku, pengumuman pemenang lomba karya tulis, dan launching kalender anggaran.
Winarso, badan pekerja Kopel memaparkan juga visi dan misi Kopel 2015. Salah satunya, adalah perubahan nama dari Kopel Sulawesi menjadi Kopel Indonesia. "Ini karena Kopel tidak hanya bergerak di Sulawesi, tapi sudah ke sejumlah daerah di Indonesia, seperti di Jawa, Sumatera, Maluku Utara, dan beberapa provinsi lainnya," ujar Winarso.
Kegiatan ini juga dirangkaikan dengan talkshow yang menghadirkan Ketua DPRD Sulsel, HM Roem, Walikota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, Bupati Lutim Hatta Marakarma, Ketua DPRD Lutim, dan Sekda Kabupaten Bantaeng. Lalu, ada pula penghargaan kepada mitra Kopel dan juga penganugerahan Kopel Award kepada sejumlah anggota DPRD.
Di akhir acara, Kopel memberikan penganugerakan Kopel Award "Life Long Dedication for NGO" kepada Zohra A Baso atas dedikasinya mengabdikan hidupnya pada perjuangan NGO selama tiga dekade lebih.
"Kita butuh semangat seperti beliau yang selama 35 tahun mendedikasikan dirinya di NGO. Penghargaan ini juga untuk memberikan semangat kepada teman-teman lainnya agar tetap memiliki semangat seperti yang dimiliki beliau," ujar Koordinator Kopel, Syamsuddin Alimsyah.
http://www.kpk.go.id
Anggota DPD RI, Azis Kahar Mudzakkar, mengatakan bahwa berbicara masalah korupsi, maka harus tegas. Karena, ditegasi saja, para koruptor belum tentu mau insap.
"Apalagi kalau tidak tegas," ujar Azis di acara 10 Tahun Kopel yang digelar di Hotel Sahid Makassar kemarin.
Azis memang dikenal sebagai sosok yang begitu tegas terhadap pemberantasan korupsi. Karena itu, dia mengaku sejalan dengan visi dan misi Kopel.
Saat ulang tahun Kopel yang ke-10, digelar serangkaian kegiatan. Di antaranya talkshow, pameran, peluncuran buku, pengumuman pemenang lomba karya tulis, dan launching kalender anggaran.
Winarso, badan pekerja Kopel memaparkan juga visi dan misi Kopel 2015. Salah satunya, adalah perubahan nama dari Kopel Sulawesi menjadi Kopel Indonesia. "Ini karena Kopel tidak hanya bergerak di Sulawesi, tapi sudah ke sejumlah daerah di Indonesia, seperti di Jawa, Sumatera, Maluku Utara, dan beberapa provinsi lainnya," ujar Winarso.
Kegiatan ini juga dirangkaikan dengan talkshow yang menghadirkan Ketua DPRD Sulsel, HM Roem, Walikota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, Bupati Lutim Hatta Marakarma, Ketua DPRD Lutim, dan Sekda Kabupaten Bantaeng. Lalu, ada pula penghargaan kepada mitra Kopel dan juga penganugerahan Kopel Award kepada sejumlah anggota DPRD.
Di akhir acara, Kopel memberikan penganugerakan Kopel Award "Life Long Dedication for NGO" kepada Zohra A Baso atas dedikasinya mengabdikan hidupnya pada perjuangan NGO selama tiga dekade lebih.
"Kita butuh semangat seperti beliau yang selama 35 tahun mendedikasikan dirinya di NGO. Penghargaan ini juga untuk memberikan semangat kepada teman-teman lainnya agar tetap memiliki semangat seperti yang dimiliki beliau," ujar Koordinator Kopel, Syamsuddin Alimsyah.
http://www.kpk.go.id
LSM Temukan Proyek Bermasalah di Dinas Pendidikan
Ketua LSM Forum Penegak Keadilan KTI BPD Soppeng, FA S Rahmat Kami S Sos, mengaku menemukan sejumlah proyek dalam lingkup Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Soppeng, bermasalah.
Rahmat mempertanyakan transparansi dan profesionalisme panitia, dalam menetapkan standarisasi kelayakan pemenang tender. Karena ditemukan berbagai ketimpangan, antara lain, bukan jaminan penawar terendah rekanan yang keluar sebagai pemenang tender, namun ternyata penawar nomor urut tujuh yang dimenangkan panitia.
Persoalan itu juga telah diadukan ke DPRD Soppeng. Selasa 27 Oktober kemarin, DPRD memanggil pihak Dinas Pendidikan Soppeng untuk melakukan klarifikasi. Rapat dengar pendapat DPRD Soppeng tersebut, dipimpin A Ria Akudran didampingi H Ilyas Muh Yahya dan A Takdir Akbar Singke. Semuanya dari Komisi II DPRD Soppeng.
Pejabat Pembuat Komitmen Dinas Pendidikan Soppeng, Drs Umar MSi, mengaku khilaf. Sehingga segala persoalan tender itu muncul. “Saya hanya manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan,” katanya.
Bahkan, dia mengaku kalau pihaknya baru belajar masalah aturan-aturan, baik Kepres 80 maupun ketentuan lainnya yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa. LSM meminta kepada DPRD Soppeng, agar merekomendasikan, meninjau ulang kembali hasil pemenang tender dimaksud dan persyaratan dokumen.
http://www.kpk.go.id
Rahmat mempertanyakan transparansi dan profesionalisme panitia, dalam menetapkan standarisasi kelayakan pemenang tender. Karena ditemukan berbagai ketimpangan, antara lain, bukan jaminan penawar terendah rekanan yang keluar sebagai pemenang tender, namun ternyata penawar nomor urut tujuh yang dimenangkan panitia.
Persoalan itu juga telah diadukan ke DPRD Soppeng. Selasa 27 Oktober kemarin, DPRD memanggil pihak Dinas Pendidikan Soppeng untuk melakukan klarifikasi. Rapat dengar pendapat DPRD Soppeng tersebut, dipimpin A Ria Akudran didampingi H Ilyas Muh Yahya dan A Takdir Akbar Singke. Semuanya dari Komisi II DPRD Soppeng.
Pejabat Pembuat Komitmen Dinas Pendidikan Soppeng, Drs Umar MSi, mengaku khilaf. Sehingga segala persoalan tender itu muncul. “Saya hanya manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan,” katanya.
Bahkan, dia mengaku kalau pihaknya baru belajar masalah aturan-aturan, baik Kepres 80 maupun ketentuan lainnya yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa. LSM meminta kepada DPRD Soppeng, agar merekomendasikan, meninjau ulang kembali hasil pemenang tender dimaksud dan persyaratan dokumen.
http://www.kpk.go.id
12 Kades Segera Dilimpahkan ke Kejaksaan
Tunggu Pesetujuan Tertulis Bupati
Berkas Perkara dugaan korupsi bantuan beras miskin yang melibatkan 12 kepala desa, camat dan oknum bulog sudah rampung.
Audit kerugian yang dilakukan oleh tim BPK sudah selesai. Begitupun dengan pemeriksaan kepada 12 oknum kepala desa se Kecamatan Bua telah rampung. Kerugian negara sebesar Rp137 juta. "Berkas kepala kecamatan Bua, Andi Sana Kira dan pegawai Bulog Palopo sudah lengkap dan telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Belopa," jelas Kapolres Luwu, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Rudy Heru Susanto melalui Kasatreskrim Polres Luwu, AKP Abdul Muttalib yang ditemui Upeks di Belopa, Kamis (28/10).
Kendala yang dihadapi oleh Polisi dalam hal mengajukan tersangka yakni 12 kepala desa adalah masih terbentur pada surat persetujuan tertulis Bupati Luwu untuk dilakukan pemeriksaan terhadap oknum kepala desa di Kecamatan Bua. "Kita tinggal tunggu persetujuan tertulis bupati untuk persetujuan pemeriksaan kepada 12 oknum kepala desa," jela Muttalib.
Menurutnya, sesuai dengan Peraturan Pemerinta (PP) 72 Tahun 2005 tetang desa, salah satu pasalnya disebutkan seorang kepala desa jika mengalami proses hukum, maka sebelumnya penyidik harus bermohon izin kepada bupati, kata mantan Kapolsek Lamasi, Luwu ini.
Apabila sudah ada persetujuan tertulis dari bupati, maka ke 12 oknum kepada desa di wilayah Kecamatan Bua, langsung diserahkan kepada kejaksaan untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.
http://www.kpk.go.id
Berkas Perkara dugaan korupsi bantuan beras miskin yang melibatkan 12 kepala desa, camat dan oknum bulog sudah rampung.
Audit kerugian yang dilakukan oleh tim BPK sudah selesai. Begitupun dengan pemeriksaan kepada 12 oknum kepala desa se Kecamatan Bua telah rampung. Kerugian negara sebesar Rp137 juta. "Berkas kepala kecamatan Bua, Andi Sana Kira dan pegawai Bulog Palopo sudah lengkap dan telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Belopa," jelas Kapolres Luwu, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Rudy Heru Susanto melalui Kasatreskrim Polres Luwu, AKP Abdul Muttalib yang ditemui Upeks di Belopa, Kamis (28/10).
Kendala yang dihadapi oleh Polisi dalam hal mengajukan tersangka yakni 12 kepala desa adalah masih terbentur pada surat persetujuan tertulis Bupati Luwu untuk dilakukan pemeriksaan terhadap oknum kepala desa di Kecamatan Bua. "Kita tinggal tunggu persetujuan tertulis bupati untuk persetujuan pemeriksaan kepada 12 oknum kepala desa," jela Muttalib.
Menurutnya, sesuai dengan Peraturan Pemerinta (PP) 72 Tahun 2005 tetang desa, salah satu pasalnya disebutkan seorang kepala desa jika mengalami proses hukum, maka sebelumnya penyidik harus bermohon izin kepada bupati, kata mantan Kapolsek Lamasi, Luwu ini.
Apabila sudah ada persetujuan tertulis dari bupati, maka ke 12 oknum kepada desa di wilayah Kecamatan Bua, langsung diserahkan kepada kejaksaan untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.
http://www.kpk.go.id
Pemkab Pinrang akan Dilapor ke KPK
Defisit yang terjadi di Kabupaten Pinrang, terus mendapat sorotan banyak pihak. Setelah desakan dari Lembaga Peduli Sosial Ekonomi Budaya Hukum dan Politik (LP-Sibuk) Sulsel, kini giliran Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar yang angkat bicara.
LBH Makassar mengancam, jika Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel tidak mampu mengusut dan menangani kasus defisit yang merugikan keuangan negara hingga puluhan miliar rupiah di Pemkab Pinrang, maka pihaknya akan mengambil alih dan meneruskan laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wakil Direktur LBH Makassar, Zulkifli Hasanuddin SH mengatakan, pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu permasalahan defisit yang terjadi di Pinrang. “Kalau memang ada indikasi korupsi di dalamnya, kami mendesak kejati melakukan proses menyelidikan dan penyidikan, mengingat defisit yang terjadi di Pinrang bukan uang sedikit,” katanya.
Menurut Zulkifli, dugaan korupsi APBD sehingga menyebabkan defisit sebesar Rp57 miliar yang terjadi di Pinrang, seharusnya menjadi acuan pihak kejati untuk segera melakukan gerakan untuk proses penyelidikan.
Besaran dugaan korupsi di Pinrang kata Zulkifli, sebenarnya sudah masuk ranah KPK. “Namun kami masih menghargai pihak kejati untuk segera melakukan proses penyelidikan dan tidak main-main menyikapi laporan dugaan korupsi yang terjadi di Kabupaten Pinrang,” jelasnya.
Ditambahkan Zulkifli, kalau pihak kejati sudah tidak mampu menangani dugaan korupsi Pinrang dan kesulitan menyita dana yang diduga dikorupsi oleh oknum koruptor di Pinrang, maka pihaknya akan menarik kasus tersebut ke KPK.
“Kalau kejati tidak mampu, kami akan menarik dan melaporkan ke KPK terhadap penyimpangan dana APBD 2009,” paparnya. Sementara Djusman AR, Direktur LP-Sibuk Sulsel, kepada Upeks mengatakan, pihaknya mendesak pula Kapolda Sulselbar dan Kejati Sulselbar, untuk mengevaluasi kinerja aparaturnya yang ditempatkan di Kabupaten Pinrang, Kapolres dan Kajati Pinrang, karena dianggap tidak mendengar dan mengetahui perkembangan korupsi yang terjadi di wilayahnya.
Sementara Mantan Bupati Pinrang, Drs H Andi Nawir MP, kepada Upeks ketika di wawancarai di kediamannya beberapa waktu lalu mengatakan, apa yang terjadi di Kabupaten Pinrang sudah menjadi kekhawatiran pihaknya sejak lama.
Andi Nawir mengatakan, meski namanya kerap disangkut-pautkan dalam kasus defisit yang terjadi di Pinrang, pihaknya tidak menyalahkan bupati H Andi Aslam Patonangi SH MSi. Mengingat yang mengetahui persis kondisi keuangan daerah adalah bagian keuangan daerah, yang dinilai pihaknya terlalu memaksakan belanja daerah yang tidak sesuai dengan penerimaan daerah.
“Makanya selama menjabat bupati, saya tidak pernah pindahkan kepala keuangan karena jika terjadi masalah dalam keuangan, maka bagian keuanganlah yang harus menjawab, karena ini rawan sekali,” tandasnya.
LBH Makassar mengancam, jika Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel tidak mampu mengusut dan menangani kasus defisit yang merugikan keuangan negara hingga puluhan miliar rupiah di Pemkab Pinrang, maka pihaknya akan mengambil alih dan meneruskan laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wakil Direktur LBH Makassar, Zulkifli Hasanuddin SH mengatakan, pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu permasalahan defisit yang terjadi di Pinrang. “Kalau memang ada indikasi korupsi di dalamnya, kami mendesak kejati melakukan proses menyelidikan dan penyidikan, mengingat defisit yang terjadi di Pinrang bukan uang sedikit,” katanya.
Menurut Zulkifli, dugaan korupsi APBD sehingga menyebabkan defisit sebesar Rp57 miliar yang terjadi di Pinrang, seharusnya menjadi acuan pihak kejati untuk segera melakukan gerakan untuk proses penyelidikan.
Besaran dugaan korupsi di Pinrang kata Zulkifli, sebenarnya sudah masuk ranah KPK. “Namun kami masih menghargai pihak kejati untuk segera melakukan proses penyelidikan dan tidak main-main menyikapi laporan dugaan korupsi yang terjadi di Kabupaten Pinrang,” jelasnya.
Ditambahkan Zulkifli, kalau pihak kejati sudah tidak mampu menangani dugaan korupsi Pinrang dan kesulitan menyita dana yang diduga dikorupsi oleh oknum koruptor di Pinrang, maka pihaknya akan menarik kasus tersebut ke KPK.
“Kalau kejati tidak mampu, kami akan menarik dan melaporkan ke KPK terhadap penyimpangan dana APBD 2009,” paparnya. Sementara Djusman AR, Direktur LP-Sibuk Sulsel, kepada Upeks mengatakan, pihaknya mendesak pula Kapolda Sulselbar dan Kejati Sulselbar, untuk mengevaluasi kinerja aparaturnya yang ditempatkan di Kabupaten Pinrang, Kapolres dan Kajati Pinrang, karena dianggap tidak mendengar dan mengetahui perkembangan korupsi yang terjadi di wilayahnya.
Sementara Mantan Bupati Pinrang, Drs H Andi Nawir MP, kepada Upeks ketika di wawancarai di kediamannya beberapa waktu lalu mengatakan, apa yang terjadi di Kabupaten Pinrang sudah menjadi kekhawatiran pihaknya sejak lama.
Andi Nawir mengatakan, meski namanya kerap disangkut-pautkan dalam kasus defisit yang terjadi di Pinrang, pihaknya tidak menyalahkan bupati H Andi Aslam Patonangi SH MSi. Mengingat yang mengetahui persis kondisi keuangan daerah adalah bagian keuangan daerah, yang dinilai pihaknya terlalu memaksakan belanja daerah yang tidak sesuai dengan penerimaan daerah.
“Makanya selama menjabat bupati, saya tidak pernah pindahkan kepala keuangan karena jika terjadi masalah dalam keuangan, maka bagian keuanganlah yang harus menjawab, karena ini rawan sekali,” tandasnya.
DL Sitorus Divonis 5 Tahun Penjara
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memvonis lima tahun penjara pengusaha Darianus Lungguk (DL) Sitorus. Dia terbukti bersalah dalam kasus penyuapan hakim Ibrahim. Hakim juga memvonis Adner Sirait, kuasa hukum Sitorus, 4,5 tahun penjara.
"Menyatakan terdakwa satu dan dua terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Ketua Majelis Hakim Djupriadi saat pembacaan vonis terhadap terdakwa kasus penyuapan hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (25/10).
Djupriadi menyatakan, terdakwa Adner dan DL Sitorus terbukti bersalah melanggar pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.
Selain divonis hukuman penjara, kedua terdakwa juga didenda sebesar Rp 150 juta atau subsider tiga bulan penjara. Terdakwa Adner meminta waktu untuk berpikir apakah mengupayakan banding atau tidak. Sementara itu, DL Sitorus menegaskan, akan mengajukan banding kepada majelis hakim.
Kasus itu berawal saat kedua terdakwa menyuap hakim Ibrahim dengan tujuan untuk memenangkan PT Sabar Ganda, terkait perkara banding sengketa tanah dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Adner sempat menghubungi DL Sitorus guna memberikan informasi kesepakatannya dengan Ibrahim, terkait pemberian dana untuk memenangkan kasus sengketa tanah, 29 Maret 2010.
Sitorus menyetujui dan menyuruh Adner mengambil uang Rp 300 juta untuk Ibrahim di notaris kepercayaan Sitorus, Yoko Verra Mokoagow. Kemudian, Adner menemui Ibrahim di kawasan Cikini, Jakarta Pusat dan menyerahkan uang suap itu di sekitar Cempaka Putih, 30 Maret 2010.
Sebelumnya, petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mendapatkan informasi Adner dan Ibrahim akan melakukan transaksi suap. Selanjutnya, petugas KPK menguntit dan menangkap Ibrahim tidak jauh dari lokasi transaksi dengan Adner. Sedangkan, Adner dibekuk petugas KPK dua jam setelah penangkapan Ibrahim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Putusan majelis hakim terhadap kedua terdakwa lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum dengan hukuman penjara masing-masing enam dan lima tahun, serta membayar denda Rp 150 juta dan subsider enam bulan penjara.
Sumber: Investor Daily, 26 Oktober 2010
"Menyatakan terdakwa satu dan dua terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Ketua Majelis Hakim Djupriadi saat pembacaan vonis terhadap terdakwa kasus penyuapan hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (25/10).
Djupriadi menyatakan, terdakwa Adner dan DL Sitorus terbukti bersalah melanggar pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.
Selain divonis hukuman penjara, kedua terdakwa juga didenda sebesar Rp 150 juta atau subsider tiga bulan penjara. Terdakwa Adner meminta waktu untuk berpikir apakah mengupayakan banding atau tidak. Sementara itu, DL Sitorus menegaskan, akan mengajukan banding kepada majelis hakim.
Kasus itu berawal saat kedua terdakwa menyuap hakim Ibrahim dengan tujuan untuk memenangkan PT Sabar Ganda, terkait perkara banding sengketa tanah dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Adner sempat menghubungi DL Sitorus guna memberikan informasi kesepakatannya dengan Ibrahim, terkait pemberian dana untuk memenangkan kasus sengketa tanah, 29 Maret 2010.
Sitorus menyetujui dan menyuruh Adner mengambil uang Rp 300 juta untuk Ibrahim di notaris kepercayaan Sitorus, Yoko Verra Mokoagow. Kemudian, Adner menemui Ibrahim di kawasan Cikini, Jakarta Pusat dan menyerahkan uang suap itu di sekitar Cempaka Putih, 30 Maret 2010.
Sebelumnya, petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mendapatkan informasi Adner dan Ibrahim akan melakukan transaksi suap. Selanjutnya, petugas KPK menguntit dan menangkap Ibrahim tidak jauh dari lokasi transaksi dengan Adner. Sedangkan, Adner dibekuk petugas KPK dua jam setelah penangkapan Ibrahim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Putusan majelis hakim terhadap kedua terdakwa lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum dengan hukuman penjara masing-masing enam dan lima tahun, serta membayar denda Rp 150 juta dan subsider enam bulan penjara.
Sumber: Investor Daily, 26 Oktober 2010
Barang Bukti Kasus Korupsi Raib Entah Ke mana "
Program Pemberantasan Korupsi Yang Di Dengungkan Oleh Presiden Sby Setidaknya Telah Membuat Para Pelaku Korupsi Seperti Cacing Kepanasan , Di Mana Dalam Pengungkapan Kasus Korupsi Sejumlah Elemen Di Beri Ruang Untuk Ikut Berpartisipasi Dalam Pengungkapannya. Namun Sayang, Karena Di Kabupaten Selayar Sulawesi-Selatan Hal Ini Tidak Berjalan Seperti Wilayah Lain Di Indonesia,
Sebutlah Sebuah Kasus Dugaan Korupsi Yang Melibatkan Eksekutif Dan Legislatif Kabupaten Selayar, Hal Mana Ke Dua Lembaga Tersebut Di Duga Telah Merugikan Daerah Dalam Penyimpangan Anggaran Apbd Selayar Ta.2002, Terkait Pembelian Kapal Feri Km.Takabonerate Sebesar 5,5 M Rupiah , Yang Di Duga Terjadi Mark Up Dalam Pembeliannya,
Dalam Proses Penanganan Kasusnya, Hakim Telah Menvonis Mantan Bupati Selayar Periode 1999/2004, Akib Patta Dan Ketua Dprd Selayar Periode 1999/2004,Ince Langke.Yang Di Laksanakan Di Dua Tempat Persidangan Yang Berbeda, Akib Patta Di Pengadilan Negeri Makassar Dan Ince Langke Ia Di Pengadilan Negeri Selayar.
Selain Tempat Sidang Yang Berbeda, Proses Penanganan Terhadap Ke Duanya Juga Berbeda, Yakni Akib Patta Di Tahan Selama Proses Penyidikan Jaksa Dari Pengadilan Tinggi Makassar Sementara Ince Langke Tidak Di Tahan Oleh Jaksa Dari Kejaksaan Negeri Selayar. Selain Penanganan Yang Berbeda Putusan Hakim Yang Menangani Juga Berbeda, Di Mana Hakim Pengadilan Negeri Makassar Memvonis Penjara 1 Tahun Penjara Kepada Akib Patta, Selanjutnya Di Bebaskan Oleh Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan, Dibanding Ince Langke Yang Langsung Di Bebaskan Oleh Putusan Hakim Pengadilan Negeri Selayar.
Selain Ke Dua Petinggi Kabupaten Selayar Yang Telah Mendapat Vonis Hakim , Tiga Pejabat Pemerintah Kabupaten Selayar Telah Duluan Mendapat Vonis Hakim Pn.Selayar , Ke Tiganya Masing-Masing Mendapatkan Putusan Tiga Tahun Penjara, Namun Hanya 3 Bulan Yang Di Jalani Di Rutan Selayar, Selanjutnya Melakukan Upaya Hukum Untuk Di Tahan Di Luar Rutan Alias Tahanan Kota,Dan Hingga Saat Ini Belum Mendapat Kepastian Hukum Dalam Kasus Dugaan Korupsi Ini . Ke Tiganya Adalah , Jenewali Rahim,S.Sos, Kepala Dinas Perindustrian Selayar, Rosman Se, Kepala Bagian Ekonomi Pemkab Selayar Dan Direktur Pt.Suc ,Perusahaan Investor Pelaksana Proyek Pembelian Dan Pengoperasian Kapal Feri Km.Takabonerate.
Setelah Sejumlah Proses Hukum Di Laksanakan Untuk Mengungkap Fakta Dari Dugaan Kasus Korupsi 5,5 Miliar Dana Apbd Selayar Ta.2002 , Saat Ini 9 Anggota Dprd Selayar Periode 1999/2004 Yang Merupakan Panitia Anggaran Dalam Pengadaan Kapal Tersebut , Juga Di Dudukkan Sebagai Terdakwa, Namun Sayang Sekali Dalam Proses Hukum Yang Di Laksanakan Terkesan Hanya Sandiwara Belaka, Bisa Di Bayangkan Ketika 9 Anggota Dprd Selayar Periode 1999/2004 Yang Menjadi Terdakwa Dalam Kasus Ini , Saat Ini Kembali Menduduki Pantia Anggaran Periode 2004/2009, Malahj Di Antaranya Ada Yang Mendududki Ketua Komisi Di Dprd Selayar. Akibatnya Proses Persidangan Pun Tersendat. Hal Ini Di Buktikan Dengan Panjangnya Proses Persidangan Di Pengadilan Negeri Selayar, Hingga Mencapai 35 Kali Sidang , Di Mana Sebagaian Besar Persidangan Hanya Di Agendakan Sebagai Sidang Tertunda Yang Tentu Saja Sangat Tidak Sesuai Dengan Peradilan Di Negeri Ini. Yang Menjadi Pertanyaan Kenapa Aparat Penegak Hukum Kita Tidak Tegas Kepada Sembilan Terdakwa Dengan Memberikan Penahanan Atau Memberikan Sangsi Jika Tidak Mengikuti Persidangan. Malah Dari Fakta Hukum Yang Ada Di Setiap Proses Persidangan Kasus Dugaan Korupsi Apbd Selayar Ini , Barang Bukti Sebuah Kapal Feri Km Takabonerate Tidak Pernah Di Hadirkan Atau Tercatat Dalam Pengananan Hakim , Namun Kapal Milik Pemerintah Dan Masyarakat Ini , Di Kontrakkan Dan Di Operasikan Tanpa Di Ketahui Kemana Hasil Dan Siapa Yang Mengoperasikannya. Ketika Penulis Menanyakan Kepada Jpu, Aji Sukartaji Sh. Malah Berkelit Dan Membanarkan Namun Menurutnya Hal Ini Adalah Kebijakan Dari Atas.
Proses Persidangan Dari Dugaan Kasus Korupsi Dana Apbd Selayar Sebesar 5,5 Rupiah Dari Pembelian Kapal Feri Km Takabonerate Hingga Saat Ini Masih Berlanjut, Namun Hasil Persidangannya Boleh Di Kata Telah Di Ketahui Oleh Masyarakat Kabupaten Selayar , Yakni Tidak Ada Persoalan”” , Baik Yang Telah Menjadi Terdakwa” Tidak Berupaya Hukum Untuk Pengembalian Nama Baiknya Setelah Mendapat Vonis Bebas Dari Segala Tuntutan , Di Kaitkan Dengan Kedudukannya Sebagai Pejabat Publik Yang Telah Rusak Namanya Karena Di Duga Melakukan Korupsi Maupun Upaya Lainnya Untuk Meluruskan Persoalan Yang Sebenarnya, Agar Masyarakat Tidak Merasa Di Bohongi Dengan Apa Yang Mereka Dengar Dan Lihat Selama Ini. Yang Paling Penting Adalah “ Kemana Kapal Km Taka Bonerate Yang Selayar Telah Beli Di Pulau Jawa” Dan Kalau Memang Kapal Itu Bukan Milik Selayar , Lantas Kemana Dan Siapa Yang Menggunakan Dana Apbd Selayar Ta.2002 Sebesar 5,5 M, Tersebut ??
Penulis Kemudian Berusaha Menghubungi Kepala Kejaksaan Negeri Selayar Sejak Tahun 2006 Yang Telah Berganti Sebanyak 2 Kali, Namun Jawaban Yang Sama Di Lontarkan Oleh Kepala Kejaksaan Lama Dan Baru, Begitupun Dengan Sejumlah Hakim Yang Lama Dan Yang Baru , Atau Mungkin Karena Mereka Tidak Merasakan Beban Utang Daerah Yang Harus Di Bayarkan Dari Apbd Selayar Hingga Saat Ini .
Mungkin Dengan Di Muatnya Tulisan Ini, Semua Yang Terkait Dan Yang Berwenang Bisa Memberikan Masukan Dan Dorongan Serta Bantuan Agar Kiranya Penegak Hukum Di Bumi Tanadoang Selayar Dapat Lebih Tegas Dalam Menjalankan Amanah Undang-Undang. Bukan Malah Sebaliknya Ketika Membaca Tulisan Ini Kemudian Mendapat Celah Untuk Mendapatkan Kesempatan.
Sebutlah Sebuah Kasus Dugaan Korupsi Yang Melibatkan Eksekutif Dan Legislatif Kabupaten Selayar, Hal Mana Ke Dua Lembaga Tersebut Di Duga Telah Merugikan Daerah Dalam Penyimpangan Anggaran Apbd Selayar Ta.2002, Terkait Pembelian Kapal Feri Km.Takabonerate Sebesar 5,5 M Rupiah , Yang Di Duga Terjadi Mark Up Dalam Pembeliannya,
Dalam Proses Penanganan Kasusnya, Hakim Telah Menvonis Mantan Bupati Selayar Periode 1999/2004, Akib Patta Dan Ketua Dprd Selayar Periode 1999/2004,Ince Langke.Yang Di Laksanakan Di Dua Tempat Persidangan Yang Berbeda, Akib Patta Di Pengadilan Negeri Makassar Dan Ince Langke Ia Di Pengadilan Negeri Selayar.
Selain Tempat Sidang Yang Berbeda, Proses Penanganan Terhadap Ke Duanya Juga Berbeda, Yakni Akib Patta Di Tahan Selama Proses Penyidikan Jaksa Dari Pengadilan Tinggi Makassar Sementara Ince Langke Tidak Di Tahan Oleh Jaksa Dari Kejaksaan Negeri Selayar. Selain Penanganan Yang Berbeda Putusan Hakim Yang Menangani Juga Berbeda, Di Mana Hakim Pengadilan Negeri Makassar Memvonis Penjara 1 Tahun Penjara Kepada Akib Patta, Selanjutnya Di Bebaskan Oleh Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan, Dibanding Ince Langke Yang Langsung Di Bebaskan Oleh Putusan Hakim Pengadilan Negeri Selayar.
Selain Ke Dua Petinggi Kabupaten Selayar Yang Telah Mendapat Vonis Hakim , Tiga Pejabat Pemerintah Kabupaten Selayar Telah Duluan Mendapat Vonis Hakim Pn.Selayar , Ke Tiganya Masing-Masing Mendapatkan Putusan Tiga Tahun Penjara, Namun Hanya 3 Bulan Yang Di Jalani Di Rutan Selayar, Selanjutnya Melakukan Upaya Hukum Untuk Di Tahan Di Luar Rutan Alias Tahanan Kota,Dan Hingga Saat Ini Belum Mendapat Kepastian Hukum Dalam Kasus Dugaan Korupsi Ini . Ke Tiganya Adalah , Jenewali Rahim,S.Sos, Kepala Dinas Perindustrian Selayar, Rosman Se, Kepala Bagian Ekonomi Pemkab Selayar Dan Direktur Pt.Suc ,Perusahaan Investor Pelaksana Proyek Pembelian Dan Pengoperasian Kapal Feri Km.Takabonerate.
Setelah Sejumlah Proses Hukum Di Laksanakan Untuk Mengungkap Fakta Dari Dugaan Kasus Korupsi 5,5 Miliar Dana Apbd Selayar Ta.2002 , Saat Ini 9 Anggota Dprd Selayar Periode 1999/2004 Yang Merupakan Panitia Anggaran Dalam Pengadaan Kapal Tersebut , Juga Di Dudukkan Sebagai Terdakwa, Namun Sayang Sekali Dalam Proses Hukum Yang Di Laksanakan Terkesan Hanya Sandiwara Belaka, Bisa Di Bayangkan Ketika 9 Anggota Dprd Selayar Periode 1999/2004 Yang Menjadi Terdakwa Dalam Kasus Ini , Saat Ini Kembali Menduduki Pantia Anggaran Periode 2004/2009, Malahj Di Antaranya Ada Yang Mendududki Ketua Komisi Di Dprd Selayar. Akibatnya Proses Persidangan Pun Tersendat. Hal Ini Di Buktikan Dengan Panjangnya Proses Persidangan Di Pengadilan Negeri Selayar, Hingga Mencapai 35 Kali Sidang , Di Mana Sebagaian Besar Persidangan Hanya Di Agendakan Sebagai Sidang Tertunda Yang Tentu Saja Sangat Tidak Sesuai Dengan Peradilan Di Negeri Ini. Yang Menjadi Pertanyaan Kenapa Aparat Penegak Hukum Kita Tidak Tegas Kepada Sembilan Terdakwa Dengan Memberikan Penahanan Atau Memberikan Sangsi Jika Tidak Mengikuti Persidangan. Malah Dari Fakta Hukum Yang Ada Di Setiap Proses Persidangan Kasus Dugaan Korupsi Apbd Selayar Ini , Barang Bukti Sebuah Kapal Feri Km Takabonerate Tidak Pernah Di Hadirkan Atau Tercatat Dalam Pengananan Hakim , Namun Kapal Milik Pemerintah Dan Masyarakat Ini , Di Kontrakkan Dan Di Operasikan Tanpa Di Ketahui Kemana Hasil Dan Siapa Yang Mengoperasikannya. Ketika Penulis Menanyakan Kepada Jpu, Aji Sukartaji Sh. Malah Berkelit Dan Membanarkan Namun Menurutnya Hal Ini Adalah Kebijakan Dari Atas.
Proses Persidangan Dari Dugaan Kasus Korupsi Dana Apbd Selayar Sebesar 5,5 Rupiah Dari Pembelian Kapal Feri Km Takabonerate Hingga Saat Ini Masih Berlanjut, Namun Hasil Persidangannya Boleh Di Kata Telah Di Ketahui Oleh Masyarakat Kabupaten Selayar , Yakni Tidak Ada Persoalan”” , Baik Yang Telah Menjadi Terdakwa” Tidak Berupaya Hukum Untuk Pengembalian Nama Baiknya Setelah Mendapat Vonis Bebas Dari Segala Tuntutan , Di Kaitkan Dengan Kedudukannya Sebagai Pejabat Publik Yang Telah Rusak Namanya Karena Di Duga Melakukan Korupsi Maupun Upaya Lainnya Untuk Meluruskan Persoalan Yang Sebenarnya, Agar Masyarakat Tidak Merasa Di Bohongi Dengan Apa Yang Mereka Dengar Dan Lihat Selama Ini. Yang Paling Penting Adalah “ Kemana Kapal Km Taka Bonerate Yang Selayar Telah Beli Di Pulau Jawa” Dan Kalau Memang Kapal Itu Bukan Milik Selayar , Lantas Kemana Dan Siapa Yang Menggunakan Dana Apbd Selayar Ta.2002 Sebesar 5,5 M, Tersebut ??
Penulis Kemudian Berusaha Menghubungi Kepala Kejaksaan Negeri Selayar Sejak Tahun 2006 Yang Telah Berganti Sebanyak 2 Kali, Namun Jawaban Yang Sama Di Lontarkan Oleh Kepala Kejaksaan Lama Dan Baru, Begitupun Dengan Sejumlah Hakim Yang Lama Dan Yang Baru , Atau Mungkin Karena Mereka Tidak Merasakan Beban Utang Daerah Yang Harus Di Bayarkan Dari Apbd Selayar Hingga Saat Ini .
Mungkin Dengan Di Muatnya Tulisan Ini, Semua Yang Terkait Dan Yang Berwenang Bisa Memberikan Masukan Dan Dorongan Serta Bantuan Agar Kiranya Penegak Hukum Di Bumi Tanadoang Selayar Dapat Lebih Tegas Dalam Menjalankan Amanah Undang-Undang. Bukan Malah Sebaliknya Ketika Membaca Tulisan Ini Kemudian Mendapat Celah Untuk Mendapatkan Kesempatan.
Terdakwa Korupsi Dana Proyek Air Bersih Divonis Satu Tahun Penjara
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro, Kamis sore (28/10) telah menggelar sidang dan menetapkan hukuman satu tahun penjara terhadap Terdakwa Supono yang terkait kasus korupsi proyek air bersih WSLIC (Water Sanitation for Low Income Communities).
Menurut Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Bojonegoro kepada tim redaksi website Kejaksaan R.I., Jum’at (29/10) menerangkan bahwa terdakwa Supono, staf Dinas Kesehatan Bojonegoro yang menjadi pimpinan proyek WSLIC terbukti bersalah sesuai dakwaan primer jaksa penuntut umum, yakni pasal 3 ayat 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi sehingga Majelis Hakim PN bojonegoro memvonis dengan hukuman satu tahun penjara.
“Vonis yang telah dijatuhkan oleh majelis hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yakni dua tahun enam bulan, selain itu terdakwa juga dikenakan denda Rp 50 juta, serta mengganti kerugian uang negara sebesar Rp 29 juta,”ujarnya.
Ditegaskan, terdakwa dinyatakan tetap ditahan karena fakta serta berbagai alat bukti yang terungkap di persidangan memperkuat bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Untuk diketahui, Terdakwa yang kini Pegawai Negeri Sipil di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bojonegoro tersangkut perkara karena menyalahgunakan anggaran proyek Rp 593,8 juta tahun 2007. Proyek WSLIC dilaksanakan di enam desa yang tersebar di Kecamatan Padangan dan Kecamatan Purwosari. Dana untuk membiayai proyek tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Rp 389,4 juta dan APBD Kabupaten Bojonegoro sebesar Rp 204,3 juta.
Sementara dalam pelaksanaannya terjadi berbagai penyimpangan. Di antaranya, penggelembungan harga pembelian sejumlah peralatan untuk kebutuhan proyek tersebut.
Kasus yang juga menyeret mantan Kepala Dinas Kesehatan Bojonegoro dr Setyo Budi. Persidangannya masih dalam tahap pemeriksaan saksi-saksi, sehingga belum bisa dilimpahkan ke PN. Sebelumnya dikabarkan, terdakwa Setyo Budi sempat ditetapkan sebagai buron selama dua tahun.(@sm)
(Sumber: Tim Redaksi Website Kejaksaan RI/Kejari Bojonegoro)
Menurut Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Bojonegoro kepada tim redaksi website Kejaksaan R.I., Jum’at (29/10) menerangkan bahwa terdakwa Supono, staf Dinas Kesehatan Bojonegoro yang menjadi pimpinan proyek WSLIC terbukti bersalah sesuai dakwaan primer jaksa penuntut umum, yakni pasal 3 ayat 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi sehingga Majelis Hakim PN bojonegoro memvonis dengan hukuman satu tahun penjara.
“Vonis yang telah dijatuhkan oleh majelis hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yakni dua tahun enam bulan, selain itu terdakwa juga dikenakan denda Rp 50 juta, serta mengganti kerugian uang negara sebesar Rp 29 juta,”ujarnya.
Ditegaskan, terdakwa dinyatakan tetap ditahan karena fakta serta berbagai alat bukti yang terungkap di persidangan memperkuat bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Untuk diketahui, Terdakwa yang kini Pegawai Negeri Sipil di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bojonegoro tersangkut perkara karena menyalahgunakan anggaran proyek Rp 593,8 juta tahun 2007. Proyek WSLIC dilaksanakan di enam desa yang tersebar di Kecamatan Padangan dan Kecamatan Purwosari. Dana untuk membiayai proyek tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Rp 389,4 juta dan APBD Kabupaten Bojonegoro sebesar Rp 204,3 juta.
Sementara dalam pelaksanaannya terjadi berbagai penyimpangan. Di antaranya, penggelembungan harga pembelian sejumlah peralatan untuk kebutuhan proyek tersebut.
Kasus yang juga menyeret mantan Kepala Dinas Kesehatan Bojonegoro dr Setyo Budi. Persidangannya masih dalam tahap pemeriksaan saksi-saksi, sehingga belum bisa dilimpahkan ke PN. Sebelumnya dikabarkan, terdakwa Setyo Budi sempat ditetapkan sebagai buron selama dua tahun.(@sm)
(Sumber: Tim Redaksi Website Kejaksaan RI/Kejari Bojonegoro)
Dadang Kafrawi Dihukum 1 Tahun Penjara
Mantan Walikota Jakarta Selatan, Dadang Kafrawi terbukti turut serta melakukan tindak pidana korupsi dan dihukum 1 tahun penjara. Pada persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (28/10) kemarin, Hakim Arswandi membacakan putusannya terkait kasus yang menimpa Dadang Kafrawi atas pembebasan tanah makam unit Budha yang melibatkan mantan walikota tersebut.
Selain menghukum dengan pidana penjara, Dadang Kafrawi juga dihukum membayar uang denda sebesar Rp. 150 Juta dan subsider 2 bulan kurungan.
Dadang Kafrawi terbukti melanggar Dakwaan Subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam persidangan sebelumnya pada 20 September 2010, Jaksa telah menuntut terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 1,5 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
(Sumber: Tim Redaksi Website Kejaksaan RI/Kejari Jaksel)
Selain menghukum dengan pidana penjara, Dadang Kafrawi juga dihukum membayar uang denda sebesar Rp. 150 Juta dan subsider 2 bulan kurungan.
Dadang Kafrawi terbukti melanggar Dakwaan Subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam persidangan sebelumnya pada 20 September 2010, Jaksa telah menuntut terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 1,5 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
(Sumber: Tim Redaksi Website Kejaksaan RI/Kejari Jaksel)
Akhirnya Kejagung Ambil Langkah Deponeering untuk Bibit-Chandra
www.kejaksaan.go.id
Kejaksaan Agung mengumumkan keputusan resmi terkait sikap kejagung terhadap penolakan PK oleh Mahkamah Agung kasus pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Kejaksaan Agung akhirnya mengambil langkah deponeering terkait penolakan tersebut.
Menurut Plt Jaksa Agung RI Darmono pada konfrensi pers, Jumat (29/10), Kejaksaan Agung mengambil langkah deponeering atau mengesampingkan perkara untuk kepentingan umum terhadap atas perkara Bibit-Chandra .
“Kejagung mesti melakukan sejumlah langkah atas keputusan ini. Salah satunya dengan menemui pihak eksekutif dan legislatif dan yudikatif,” tegas Darmono.
"Tentu dibutuhkan pertimbangan dari badan negara seperti legislatif yakni DPR, yudikatif yaitu Mahkamah Agung, serta eksekutif dalam hal ini presiden. Namun sifatnya meminta pendapat atau saran," ujarnya.
Dalam hal ini Darmono menjelaskan, ketentuan pasal 35 C UU Kejaksaan 2004 menjelaskan tentang badan kekuasan negara yang berkaitan tidak mengikat setelah mendengar saran.
“Artinya apa pun yang diberikan tidak mengikat atau menghambat Kejagung untuk menagmbil keputusan tersebut,” katanya.
Selain itu, kejaksaan menilai pelimpahan kasus ini ke pengadilan akan menggangu upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Pemberantasan korupsi adalah agenda yang harus dilaksankan, sehingga upaya penyelamatan harus dilakukan dan bukan semata-mata untuk melindungi KPK, melainkan untuk melindungi kepentingan yang lebih luas," tandasnya.
(Sumber: Tim Redaksi Website Kejaksaan RI)
Menurut Plt Jaksa Agung RI Darmono pada konfrensi pers, Jumat (29/10), Kejaksaan Agung mengambil langkah deponeering atau mengesampingkan perkara untuk kepentingan umum terhadap atas perkara Bibit-Chandra .
“Kejagung mesti melakukan sejumlah langkah atas keputusan ini. Salah satunya dengan menemui pihak eksekutif dan legislatif dan yudikatif,” tegas Darmono.
"Tentu dibutuhkan pertimbangan dari badan negara seperti legislatif yakni DPR, yudikatif yaitu Mahkamah Agung, serta eksekutif dalam hal ini presiden. Namun sifatnya meminta pendapat atau saran," ujarnya.
Dalam hal ini Darmono menjelaskan, ketentuan pasal 35 C UU Kejaksaan 2004 menjelaskan tentang badan kekuasan negara yang berkaitan tidak mengikat setelah mendengar saran.
“Artinya apa pun yang diberikan tidak mengikat atau menghambat Kejagung untuk menagmbil keputusan tersebut,” katanya.
Selain itu, kejaksaan menilai pelimpahan kasus ini ke pengadilan akan menggangu upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Pemberantasan korupsi adalah agenda yang harus dilaksankan, sehingga upaya penyelamatan harus dilakukan dan bukan semata-mata untuk melindungi KPK, melainkan untuk melindungi kepentingan yang lebih luas," tandasnya.
(Sumber: Tim Redaksi Website Kejaksaan RI)
Pegawai Tidak Perlu Takut Laporkan Penyimpangan
Umumnya pelapor merasa takut dan khawatir dimusuhi jika melaporkan penyimpangan yang terjadi di lingkungan kerjanya, apalagi yang berhubungan dengan korupsi. Untuk mengantisipasi hal tersebut, KPK mengenalkan sistem KPK Whistleblower's System (KWS). Sistem ini memungkinkan pelapor melaporkan setiap penyimpangan kepada KPK secara online. Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Ketua KPK, Moch. Jasin, saat membuka acara “Sosialisasi KWS dan Pusat Pengendalian Gratifikasi (PPG)” di kantor pusat PT. PLN (Persero) Jakarta, Rabu, 13 Oktober 2010. “Dengan melapor melalui KWS, identitas pelapor tidak akan terdeteksi walaupun palaporan tersebut dilakukan dengan menggunakan komputer kantor”, ungkap Jasin. Sosialisasi KPK di kantor pusat PLN ini secara garis besar menyinggung KWS dan PPG dengan tujuan agar membuat bahwa kiri-kanan akan semakin waspada dan tidak ingin melakukan korupsi karena takut dilaporkan oleh mitra kerjanya. Dengan KWS, apabila di lingkungan kerja ada yang melakukan penyimpangan, pegawai bisa membuka komputer dan langsung mengakses KWS melalui website: http://kws.kpk.go.id. “Program ini diciptakan agar setiap pegawai dapat saling mengawasi dalam pengertian untuk menuju kabaikan, bukan mencurigai, bukan hal lain yang justru meruntuhkan perusahaan atau organisasi”, kata Jasin. Sejak diluncurkan pada September 2009, pengunjung KWS berjumlah sekitar 60.000. Jumlah sebesar ini menunjukkan bahwa literasi masyarakat Indonesia di bidang web sangat tinggi. Namun, dari jumlah tersebut, hanya sekitar 2600 laporan yang berbau korupsi. “Korupsi yang melibatkan orang penting, penyelenggara negara, atau penegak hukum merupakan seleksi dari direktorat pengaduan masyarakat (dumas) KPK”, ungkap Jasin. Ditinjau dari aspek teknologi, KWS ini sangat aman, yang memungkinkan identitas pelapor tidak bisa di-hack ataupun di-hijack. “Pelapor akan merasa aman karena tidak diketahui orang lain selama orang bersangkutan tidak bercerita kepada orang lain”, tambahnya. Sementara berdasarkan aspek kemanfataan, KWS ini membuat pegawai bisa saling menjaga diri untuk tidak melakukan penyimpangan, apalagi yang mengarah kepada tindakan korupsi. PLN dijadikan salah satu sasaran sosialiasi KPK dengan harapan PLN menjadi perusahaan BUMN yang akan mendapat kepercayaan atau trust dari masyarakat. Membangun kepercayaan ini menjadi kewajiban semua stakeholder yang ada di BUMN, dari direksi sampai pegawai dan teknisi yang melakukan layanan langsung kepada masyarakat. Selain PT. PLN (Persero), kegiatan sosialisasi seperti ini telah dilaksanakan di Pertamina beberapa waktu yang lalu. Selain itu, dalam waktu dekat KPK akan melaksanakan kegiatan serupa di Kementerian Pertanian. Melapor bukan berarti disita Gratifikasi apapun yang diterima sedapat mungkin harus dilaporkan kepada KPK agar bisa menghindari fitnah dan prasangka jelek. Setiap cendera mata yang diterima juga harus dilaporkan. Banyak pihak yang menganggap bahwa pemberian gratifikasi ini dapat memutus tali silaturrahmi. Namun hal tersebut dibantah oleh M. Jasin. “Pelaporan gratifikasi ini tidak menghilangkan silaturrahmi dan cinta kasih kepada sesama tetangga dan kerabat. Melapor bukan berarti harus disita oleh KPK. Yang penting, gratifikasi tersebut dilaporkan terlebih dahulu ke KPK. Setelah itu gratifikasi akan dianalisis oleh tim. Jika diindikasikan tidak ada konflik kepentingan, maka akan dikembalikan dan menjadi hak kepada penerima gratifikasi”, ungkap Jasin. Jasin menambahkan bahwa tidak ada batas minimal dalam gratifikasi. Untuk memudahkan pelaporan gratifikasi yang kerap terjadi, maka dibentuk Pusat Pengendalian Gratifikasi (PPG) di setiap instansi. “Dalam hal ini, pelapor tidak deal langsung dengan KPK, melainkan kepada PPG yang ada di tempat kerjanya”, ungkapnya. PPG ini dibentuk untuk mendorong kinerja instansi agar lebih bersih, mencegah korupsi, serta mengetahui lebih dini jika ada hal-hal yang mencurigakan. (humas) |
Stand KPK Terbaik di Acara Legal Expo Kemenhukham
Stand KPK memperoleh penghargaan sebagai Stand Terbaik pada acara “Legal Expo” yang dilaksanakan oleh Kemenhukham, 26-27 Oktober 2010, dalam rangka HUT ke-65 Dharma Karyadhika. Penghargaan diberikan langsung oleh Dirjen PP Wahiddudin Adam, yang mewakili Menteri Hukum dan HAM, pada penutupan pameran di Auditorium Pengayoman Kemenhukham.
Penghargaan ini diberikan berdasarkan penilaian dewan juri selama pelaksanaan pameran berlangsung. Penilaian yang dilakukan di antaranya adalah berdasarkan inovasi dan konten yang disajikan. Stand KPK sendiri menampilkan beragam produk hukum dan materi sosialisasi yang bersifat informatif dan edukatif, seperti poster dan modul-modul antikorupsi, buku-buku terbitan KPK, dan pengenalan “KPK Whistle Blowers System (KWS)”. Selain itu, salah satu yang menarik perhatian pengunjung selama kegiatan pameran adalah games antikorupsi dan pembagian merchandise KPK berupa stiker, pin, gantungan kunci, majalah, dan sebagainya.
Keberhasilan KPK ini tidak lepas dari kerja sama apik antara Direktorat Dikyanmas dan Biro Humas dalam menyajikan berbagai materi yang edukatif, informatif, dan inovatif. “Ini merupakan prestasi kedua dalam keikutsertaan KPK di pameran pada 2010. Sebelumnya, KPK juga menjadi yang terbaik pada pameran di MA beberapa bulan yang lalu”, ungkap koordinator stand KPK, Irawati.
Pameran yang dibuka langsung oleh Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar tersebut diikuti oleh sekitar 50 peserta yang terdiri atas Kemenkumham, DPR RI, MA, MK, Polri, Kejagung, KPK, PPATK, KY, KHN, Komnas HAM, Komnas Perempuan, Ombudsman, LPSK, UNDP, World Bank, Komnas Perempuan, Peradi, Kontras, YLBHI, dan berbagai institusi atau LSM lain yang bergerak pada pembangunan hukum dan HAM. Selain itu, acara ini juga diikuti oleh berbagai perguruan tinggi dan penerbit buku. (humas)
Penghargaan ini diberikan berdasarkan penilaian dewan juri selama pelaksanaan pameran berlangsung. Penilaian yang dilakukan di antaranya adalah berdasarkan inovasi dan konten yang disajikan. Stand KPK sendiri menampilkan beragam produk hukum dan materi sosialisasi yang bersifat informatif dan edukatif, seperti poster dan modul-modul antikorupsi, buku-buku terbitan KPK, dan pengenalan “KPK Whistle Blowers System (KWS)”. Selain itu, salah satu yang menarik perhatian pengunjung selama kegiatan pameran adalah games antikorupsi dan pembagian merchandise KPK berupa stiker, pin, gantungan kunci, majalah, dan sebagainya.
Keberhasilan KPK ini tidak lepas dari kerja sama apik antara Direktorat Dikyanmas dan Biro Humas dalam menyajikan berbagai materi yang edukatif, informatif, dan inovatif. “Ini merupakan prestasi kedua dalam keikutsertaan KPK di pameran pada 2010. Sebelumnya, KPK juga menjadi yang terbaik pada pameran di MA beberapa bulan yang lalu”, ungkap koordinator stand KPK, Irawati.
Pameran yang dibuka langsung oleh Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar tersebut diikuti oleh sekitar 50 peserta yang terdiri atas Kemenkumham, DPR RI, MA, MK, Polri, Kejagung, KPK, PPATK, KY, KHN, Komnas HAM, Komnas Perempuan, Ombudsman, LPSK, UNDP, World Bank, Komnas Perempuan, Peradi, Kontras, YLBHI, dan berbagai institusi atau LSM lain yang bergerak pada pembangunan hukum dan HAM. Selain itu, acara ini juga diikuti oleh berbagai perguruan tinggi dan penerbit buku. (humas)
Indeks Korupsi Stagnan
Angka Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2010 tetap 2,8 atau berada di peringkat ke-110 dari 178 negara yang disurvei. Nilai ini sama persis dengan tahun 2009 sehingga bisa dimaknai pemberantasan korupsi di negeri ini jalan di tempat.
Nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia sama dengan Bolivia, Gabon, Benin, Kosovo, dan Kepulauan Solomon. IPK Indonesia lebih rendah dibandingkan Singapura (9,3) yang tertinggi di Asia Tenggara, Brunei Darussalam (5,5), Malaysia (4,4), dan Thailand (3,5). Indonesia hanya lebih baik dibandingkan Vietnam (2,7), Timor Leste (2,5), Filipina (2,4), Kamboja (2,1), dan Myanmar (1,4).
"Saya terkejut Indonesia bertahan dengan 2,8. Dugaan saya, skor IPK Indonesia turun di bawah 2,8 karena melemahnya kinerja pemberantasan korupsi dalam setahun terakhir ini," kata Todung Mulya Lubis, Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia (TII), dalam peluncuran IPK tahun 2010, Selasa (26/10) di Jakarta.
IPK adalah indeks gabungan dari 13 survei oleh 10 lembaga independen yang mengukur persepsi tingkat korupsi di 178 negara di dunia.
Todung menyebutkan, stagnasi pemberantasan korupsi di Indonesia disebabkan oleh upaya pelemahan sistematis terhadap pemberantasan korupsi, terutama terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Wakil Ketua KPK M Jasin menilai, stagnannya pemberantasan korupsi disebabkan sistem hukum dan politik di Indonesia masih korup. "Anggota DPR, DPRD, dan pemilu kepala daerah harus umbar duit. Ini berisiko politik karena setiap pilkada tak ada yang berakhir tenang. Semua ricuh. Inilah yang dinilai peneliti internasional," katanya.
Pemberantasan korupsi melalui penindakan atau pencegahan juga tidak terintegrasi.
Jasin menilai, dengan tiadanya perbaikan dalam pemberantasan korupsi, target Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar skor IPK Indonesia pada tahun 2015 sebesar 5,0 dipastikan tak akan terwujud. Target Presiden itu disampaikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun 2010. Diperkirakan, IPK Indonesia paling tinggi 3,1.
Sumber : Kompas
"Saya terkejut Indonesia bertahan dengan 2,8. Dugaan saya, skor IPK Indonesia turun di bawah 2,8 karena melemahnya kinerja pemberantasan korupsi dalam setahun terakhir ini," kata Todung Mulya Lubis, Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia (TII), dalam peluncuran IPK tahun 2010, Selasa (26/10) di Jakarta.
IPK adalah indeks gabungan dari 13 survei oleh 10 lembaga independen yang mengukur persepsi tingkat korupsi di 178 negara di dunia.
Todung menyebutkan, stagnasi pemberantasan korupsi di Indonesia disebabkan oleh upaya pelemahan sistematis terhadap pemberantasan korupsi, terutama terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Wakil Ketua KPK M Jasin menilai, stagnannya pemberantasan korupsi disebabkan sistem hukum dan politik di Indonesia masih korup. "Anggota DPR, DPRD, dan pemilu kepala daerah harus umbar duit. Ini berisiko politik karena setiap pilkada tak ada yang berakhir tenang. Semua ricuh. Inilah yang dinilai peneliti internasional," katanya.
Pemberantasan korupsi melalui penindakan atau pencegahan juga tidak terintegrasi.
Jasin menilai, dengan tiadanya perbaikan dalam pemberantasan korupsi, target Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar skor IPK Indonesia pada tahun 2015 sebesar 5,0 dipastikan tak akan terwujud. Target Presiden itu disampaikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun 2010. Diperkirakan, IPK Indonesia paling tinggi 3,1.
Sumber : Kompas
Amerika Serikat Dukung KPK Berantas Korupsi
Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Scot Marciel berkunjung ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),. Kunjungan ini merupakan kunjungan pertama kalinya setelah ia ditunjuk oleh Presiden Barack Obama sebagai Dubes untuk Indonesia menggantikan Cameron M. Home.
Tujuan Marciel ke KPK tidak lain adalah untuk mendukung KPK dalam melaksanakan tugasnya sebagai lembaga pemberantas korupsi di Indonesia.Ikut hadir bersama Marciel, Ted Lyng (Political Counselor) dan Joshua Finch (Economic Counselor). Mereka diterima oleh Plh. Ketua KPK Haryono, Wakil Ketua KPK Chandra M. Mamzah, Bibit Samad Riyanto, dan Moch. Jasin. Sekjen KPK, Bambang Pratomosunu, Deputi Penindakan Ade Rahardja, dan Kepala Kerjasama Internasional Giri Suprapdiono juga ikut hadir mendampingi Pimpinan KPK.
Dalam pertemuannya dengan Pimpinan KPK, Scot Marciel menyampaikan rasa bangganya atas prestasi KPK dalam memberantas korupsi, Ia berharap KPK bisa menjadi agen perubahan sehingga ada kesadaran bagi rakyat Indonesia untuk tidak melakukan korupsi. Hal ini juga telah dilakukan oleh Amerika dahulu dan saat ini rakyat Amerika merasa malu melakukan korupsi. Selain menyampaikan pujiannya atas kinerja KPK, Marciel dan koleganya Ted Lyng juga melontarkan beberapa pertanyaan kepada Pimpinan KPK, antara lain hambatan-hambatan yang dialami KPK, perkembangan reformasi birokrasi, metode KPK dalam menangani kasus korupsi, hubungan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, serta persepsi masyarakat saat ini terhadap KPK. Bahkan sempat mengemuka pertanyaan, “Apakah KPK mengenal pembuktian terbalik seperti di Hongkong?” kata Ted Lyng yang dilontarkan dengan serius.
Dalam kesempatan ini, Pimpinan KPK secara bergantian menjawab pertanyaan secara detail tentang hal-hal yang ditanyakan oleh utusan Obama tersebut. Dalam kaitan pembuktian terbalik, Moch Jasin menjelaskan bahwa Memang ada pasal di UU KPK tentang gratifikasi apabila gratifikasi yang diterima oleh penyelenggara negara lebih dari 10 juta maka penyelenggara tersebut yang wajib membuktikan bahwa pemberian tersebut bukan korupsi.
Pertemuan antara Scot Marciel dengan Pimpinan KPK berlangsung selama satu jam dan banyak hal-hal baru yang didapat oleh kedua belah pihak. Ke depan, harapannya kerjasama KPK dengan pemerintah AS lebih bisa ditingkatkan, khususnya dalam hal capacity building dan pertukaran informasi. (humas)
Tutup Peluang Korupsi Lewat Layanan Publik Berkualitas
www.kpk.go.idMakassar,----. Kualitas pelayanan publik yang prima akan menutup peluang terjadinya tindak pidana korupsi dalam bentuk suap maupun imbalan yang diberikan kepada petugas pelayanan publik kepada masyarakat untuk mempercepat pelayanan yang diberikan.
”Persoalan mendasar pelayanan publik adalah terletak pada pola pikir oknum aparatur pemerintah, yakni paradigma yang berorientasi kekuasaan,” kata Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan KPK, Eko Soesamto Tjiptadi saat menjadi pembicara kunci Seminar “Pemberantasan Korupsi Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik” yang diadakan di Hotel Kenari, Makassar, Kamis (21/10).
Menurut Eko, salah satu persoalan yang sering ditemui dalam pelayanan publik lainnya adalah belum transparan dan akuntabelnya pelayanan, serta prosedur yang panjang.”Hal-hal seperti itu, selain “mendidik” masyarakat untuk melakukan jalan pintas dalam memperoleh pelayanan, juga menyuburkan praktik-praktik korupsi.”
Dalam seminar ini, KPK memaparkan temuan yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung beberapa instansi layanan publik di Makassar, antara lain di Kantor Pertanahan Kota Makassar, Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar, Kantor Samsat Kota Makassar dan yang lainnya.
Eko menambahkan, KPK terus berupaya mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik, baik di tingkat pusat maupun daerah. Melalui pemaparan ini, tambahnya, KPK akan melanjutkan evaluasi dengan instansi pelayanan publik termasuk melakukan pengamatan dan peninjauan di unit pelayanan publik Sulawesi Selatan dan Makassar khususnya. “Kami berharap kegiatan ini bisa memberi kontribusi besar dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi,” tandasnya.
Seminar yang dibuka oleh Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo ini juga dihadiri oleh Kepala Samsat Bandung Timur untuk memberikan contoh yang bisa menginspirasi layanan publik di Makassar untuk melakukan hal serupa.
Samsat Bandung Timur sudah menerapkan drive thru, CCTV, access control, antrian micromatic, serta tiga tombol layanan publik yang mengharuskan masyarakat penerima layanan untuk menekan satu dari tiga tombol tersebut sebagai ungkapan atau feedback tingkat kepuasan.
Melalui kegiatan supervisi peningkatan layanan publik yang dilakukan secara berkesinambungan ini, diharapkan akan menumbuhkan keseriusan dan tekad kuat dari instansi-instansi pelayanan publik untuk terus meningkatkan kualitas pelayanannya kepada masyarakat. *****
”Persoalan mendasar pelayanan publik adalah terletak pada pola pikir oknum aparatur pemerintah, yakni paradigma yang berorientasi kekuasaan,” kata Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan KPK, Eko Soesamto Tjiptadi saat menjadi pembicara kunci Seminar “Pemberantasan Korupsi Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik” yang diadakan di Hotel Kenari, Makassar, Kamis (21/10).
Menurut Eko, salah satu persoalan yang sering ditemui dalam pelayanan publik lainnya adalah belum transparan dan akuntabelnya pelayanan, serta prosedur yang panjang.”Hal-hal seperti itu, selain “mendidik” masyarakat untuk melakukan jalan pintas dalam memperoleh pelayanan, juga menyuburkan praktik-praktik korupsi.”
Dalam seminar ini, KPK memaparkan temuan yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung beberapa instansi layanan publik di Makassar, antara lain di Kantor Pertanahan Kota Makassar, Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar, Kantor Samsat Kota Makassar dan yang lainnya.
Eko menambahkan, KPK terus berupaya mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik, baik di tingkat pusat maupun daerah. Melalui pemaparan ini, tambahnya, KPK akan melanjutkan evaluasi dengan instansi pelayanan publik termasuk melakukan pengamatan dan peninjauan di unit pelayanan publik Sulawesi Selatan dan Makassar khususnya. “Kami berharap kegiatan ini bisa memberi kontribusi besar dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi,” tandasnya.
Seminar yang dibuka oleh Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo ini juga dihadiri oleh Kepala Samsat Bandung Timur untuk memberikan contoh yang bisa menginspirasi layanan publik di Makassar untuk melakukan hal serupa.
Samsat Bandung Timur sudah menerapkan drive thru, CCTV, access control, antrian micromatic, serta tiga tombol layanan publik yang mengharuskan masyarakat penerima layanan untuk menekan satu dari tiga tombol tersebut sebagai ungkapan atau feedback tingkat kepuasan.
Melalui kegiatan supervisi peningkatan layanan publik yang dilakukan secara berkesinambungan ini, diharapkan akan menumbuhkan keseriusan dan tekad kuat dari instansi-instansi pelayanan publik untuk terus meningkatkan kualitas pelayanannya kepada masyarakat. *****
Kamis, 28 Oktober 2010
KPK : Sebagian Pelayanan Publik Terindikasi Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil merekam sejumlah pelanggaran dalam proses pelayanan publik oleh sejumlah satuan kerja di Lampung yang mengarah pada tindak korupsi.
Deputi Pencegahan KPK Eko Soesamto Tjiptadi, di Bandarlampung, Rabu, mengatakan, temuan tersebut terjadi sedikitnya pada tujuh satuan kerja yang bergerak di bidang pelayanan publik dan direkam dalam bentuk video pada Agustus 2010.
"Rekaman ini kami jadikan panduan untuk meminta Pemerintah Lampung segera memprioritaskan pelayanan publik dan melakukan perbaikan mendasar dalam jangka waktu tiga bulan," kata dia.
Mengenai sanksi yang akan diberikan kepada kepala satuan kerja, Eko mempersilakan Pemerintah Provinsi Lampung untuk menindaklanjuti temuan tersebut.
Temuan KPK tersebut direkam dalam bentuk video di sejumlah satuan kerja di Lampung pada Agustus 2010, terkait wajah pelayanan publik di daerah itu.
Video itu diputar dalam seminar "Pemberantasan Korupsi melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik" di Bandarlampung, Rabu. Acara itu dihadiri oleh Wakil Gubernur Lampung Djoko Umar Said, seluruh satuan kerja dan instansi yang bergerak di bidang pelayanan publik.
Sejumlah satuan kerja yang dalam video tersebut melakukan fungsi pelayanan publik yang terindikasi korupsi itu adalah Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Polresta, Badan Perizinan Terpadu Kota Bandarlampung, Kantor Imigrasi Lampung, dan Dinas Perhubungan Kota Bandarlampung.
Sebagian besar instansi itu tidak memiliki loket resmi untuk melakukan pelayanan, sehingga menurut Eko ketiadaan itu bisa membuka peluang indikasi korupsi.
Bahkan dalam video tersebut, tampak seorang oknum Kanwil BPN Provinsi Lampung menerima uang yang dimasukkan terlebih dahulu ke dalam map oleh seseorang.
Dia menambahkan, berdasarkan hasil riset KPK sepanjang 2010, Lampung masuk dalam sembilan wilayah yang mutu pelayanan publiknya perlu segera diperbaiki. Sembilan daerah yang menjadi prioritas untuk dilakukan perbaikan itu adalah Sumatra Selatan, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa Timur, dan Kaltim.
Perbaikan kualitas pelayanan publik itu akan dilakukan secara terpadu oleh pemerintah daerah setempat dengan pengawasan penuh dari KPK dan Ombudsman.
Pengawasan dan evaluasi itu akan dilakukan setiap tiga bulan sekali oleh KPK dengan fokus terhadap perbaikan kualitas layanan. "Kami melihat tindakan yang mengarah pada korupsi itu lebih sebagai bentuk kerusakan sistem, dan prioritas perbaikan pada perbaikan sistem," kata Eko Soesamto Tjiptadi.
Sumber : Suara Karya
KPK Gelar Aksi Donor
Selain peduli dengan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sadar akan kepedulian sosial terhadap sesama. Bekerja sama dengan PMI, KPK menggelar aksi donor darah pada hari ini, Selasa (20/10), di Auditorium Gedung KPK dari pukul 09.00 WIB hingga selesai. Acara donor darah rutin tiga bulanan yang dikoordinasikan oleh Wadah Pegawai KPK ini merupakan yang ke-11 kalinya sejak 2008. “Donor darah ini menjadi program wajib Wadah Pegawai karena pegawai KPK sudah banyak yang menjadi penyumbang aktif” ujar Adlinsyah Nasution, Ketua Wadah Pegawai KPK. Adlinsyah menambahkan, selain pegawai KPK, kegiatan donor darah ini juga melibatkan masyarakat umum dan pihak eksternal yang ingin mendonorkan darahnya, seperti pegawai dari kantor-kantor yang ada disekitar gedung KPK. “Untuk keempat kalinya kami sudah bekerja sama dengan kantor lain di KPK, seperti Jasa Raharja, untuk mengikuti program ini. Setiap ada donor darah, kami selalu mengirimkan pemberitahuan kepada mereka agar bisa berpartisipasi pada kegiatan ini. Begitu juga sebaliknya,” lanjutnya. Mengenai kemungkinan membludaknya pendonor, Adlinsyah mengaku bahwa kali ini PMI menyediakan sekitar 100 kantong sehingga pelaksanaan kegiatan ini bisa dilakukan dalam satu hari. “Waktunya sudah disesuaikan dengan kapasitas kantong yang disediakan oleh PMI”, ujarnya. Adlinsyah berharap, kegiatan seperti ini bisa diikuti oleh masyarakat lebih luas, terutama dari pegawai perkantoran di sekitar KPK. “Kami mengajak pihak eksternal bisa bekerja sama dengan memformalkan koordinasi dengan perkantoran lain di sekitar KPK sehingga darah yang disumbangkan akan lebih banyak,” tandasnya. Selain donor darah, saat ini KPK juga sedang melakukan penggalangan dana untuk bantuan korban bencana alam di Wasior dengan harapan dapat mengurangi beban penderitaan para korban. Selain berupa dana, KPK juga menggalang bantuan berupa pakaian bekas, obat-obatan, dan bantuan lain yang bisa berguna bagi para korban. (Humas) |
Komitmen Antikorupsi Menuju KTT Dunia di Seoul
Komitmen antikorupsi yang merupakan hasil kerja Working Group on Anti Corruption (WG-AC) yang dimotori oleh KPK dan Prancis telah disepakati oleh anggota G20 pada acara G20 Sherpa Meeting yang berlangsung di Kota Incheon, Republik Korea, pada 13-15 Oktober 20. Komitmen ini selanjutnya akan dibahas oleh para pemimpin negara pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Seoul, Korea, pada 11-12 November 2010.
G20 Sherpa Meeting merupakan pertemuan pendahuluan yang dilakukan sebelum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Pertemuan ini ditujukan untuk membahas dan menyepakati isu-isu yang akan disampaikan dan dideklarasikan oleh para pemimpin negara.
G20 Sherpa Meeting merupakan pertemuan pendahuluan yang dilakukan sebelum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Pertemuan ini ditujukan untuk membahas dan menyepakati isu-isu yang akan disampaikan dan dideklarasikan oleh para pemimpin negara.
Pada pertemuan yang dihadiri oleh 20 negara anggota G20, 4 negara tamu (Ethiopia, Singapura, Spanyol, dan Vietnam), serta 7 organisasi international (FSB, ILO, IMF, OECD, UN, World Bank, dan WTO) ini, delegasi Indonesia yang terdiri atas KPK, yang diwakilii Moch. Jasin, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Luar Negeri bersama-sama dengan Perancis menyampaikan hasil kerja Working Group on Anti Corruption (WG-AC) dan mengupayakan agar komitmen dan kesepakatan-kesepakatan yang tertuang dalam bentuk Draft Plan of Action dapat disetujui para Sherpa.
Adapun komitmen antikorupsi yang dihasilkan WG-AC tertuang bentuk Plan of Action yang meliputi (1) Ratifikasi dan pemenuhan terhadap UNCAC serta mekanisme reviunya, (2) Kriminalisasi atas tindak penyuapan lintas negara, (3) Anti pencucian uang sesuai Agenda FATF, (4) Kerja sama dalam penolakan masuknya pelaku korupsi serta hasil kejahatannya ke dalam yurisdiksi negara anggota, (5) Kerja sama internasional dan bantuan hukum, yimbal balik (Mutual Legal Assistance), (6) Kerja sama dalam pemulihan aset (asset recovery), (7) Perlindungan terhadap pelapor tindak pidana korupsi, (8) Perlindungan terhadap lembaga atau otoritas yang melakukan upaya pemberantasan korupsi,(9) Pencegahan korupsi di sektor publik, dan (10) Keterlibatan sektor swasta serta kerja sama antara pihak publik dan swasta dalam kegiatan pemberantasan korupsi.
Laporan WG-AC yang disampaikan oleh Co-Chair WG-AC (dibacakan oleh Sherpa Perancis) secara umum disambut positif. Beberapa catatan yang disampaikan oleh para Sherpa (Saudi Arabia, Turki, Italia, India, dan Kanada) menyatakan persetujuannya dan apresiasi atas hasil kerja WG-AC sejauh ini.
Selain akan dibahas dan disepakati para pemimpin negara pada pertemuan KTT, anggota Sherpa juga bersepakat bahwa komitmen-komitmen antikorupsi yang dihasilkan WG-AC ini direncanakan akan dicantumkan dalam Annex pada deklarasi pemimpin negara G20 di KTT Seoul. Sementara untuk proses monitor terhadap pemenuhan komitmen dari setiap negara anggota akan dilakukan setiap tahun yang hasil monitoring tahap pertamanya akan disampaikan pada para pemimpin negara di KTT Perancis tahun 2011 (humas)http://www.kpk.go.id
Rabu, 27 Oktober 2010
INDEKS PERSEPSI KORUPSI - Somalia Negara Terkorup Sedunia
Negara-negara yang tercabik peperangan masih dinilai sebagai negara terkorup di dunia. Hal itu menurut laporan terkini dari Transparency Internasional untuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index (CPI) 2010, Selasa (26/10).
Laporan IPK ini dilandaskan pada hasil jajak pendapat di kalangan para pelaku bisnis dan rakyat di 178 negara. Negara paling korupsi adalah Somalia, disusul oleh Birma (Myanmar), Afghanistan dan Irak. Denmark, Selandia Baru dan Singapura menempati urusan paling atas sebagai negara yang paling tidak korup, sementara Inggris hanya menduduki urutan ke-20.
Melalui laporannya yang paling baru, Rusia digolongkan ke dalam kelompok negara-negara yang paling korup, menempati urutan ke-154. Sementara Italia turun ke peringkat 67, sekarang berada di bawah Rwanda. Sementara itu China menduduki urutan ke-78.
Menurut temuan Transparency International, negara-negara miskin dan rentan paling menderita berbagai akibat korupsi. Hasil temuan ini menandakan upaya-upaya yang lebih besar harus dilakukan terhadap pemerintahan di seluruh dunia. Karena, itu, banyak yang harus dilakukan untuk menerapkan peraturan dan hukum yang sudah ada, kata Huguette Labelle, Ketua Transparency Internasional.
Indonesia
Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia tidak berubah dari tahun lalu, yaitu 2,8. Pencapaian ini berada di bawah beberapa negeri tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.
Capaian Indonesia berada di bawah sejumlah negara tetangga seperti Singapura 9,3, Malaysia 4,4, Thailand 3,5. Indonesia setara dengan sejumlah negara terbelakang seperti Bolivia, Gabon, Kosovo, dan Solomon Island. Posisi Indonesia hanya unggul dari Vietnam 2,7, Filipina 2,4, Kamboja 2,1, Laos 2,1, dan Myanmar 1,4.
CPI adalah pengukuran tingkat korupsi berdasarkan persepsi negara-negara di dunia. Korupsi yang diukur adalah sektor publik, yaitu korupsi yang berkaitan dengan pejabat publik, pegawai negeri dan politikus.
Transparency International didirikan tahun 1993 dan merupakan LSM yang memantau praktik korupsi dalam perusahaan dan korupsi politik. Untuk CPI tahun 2010, data yang digabungkan berasal dari 13 survei yang dilakukan oleh 10 organisasi. Berikut data Indeks Persepsi Korupsi untuk negara-negara ASEAN.
BBC-DETIK | GLOBAL | BERLIN
Laporan IPK ini dilandaskan pada hasil jajak pendapat di kalangan para pelaku bisnis dan rakyat di 178 negara. Negara paling korupsi adalah Somalia, disusul oleh Birma (Myanmar), Afghanistan dan Irak. Denmark, Selandia Baru dan Singapura menempati urusan paling atas sebagai negara yang paling tidak korup, sementara Inggris hanya menduduki urutan ke-20.
Melalui laporannya yang paling baru, Rusia digolongkan ke dalam kelompok negara-negara yang paling korup, menempati urutan ke-154. Sementara Italia turun ke peringkat 67, sekarang berada di bawah Rwanda. Sementara itu China menduduki urutan ke-78.
Menurut temuan Transparency International, negara-negara miskin dan rentan paling menderita berbagai akibat korupsi. Hasil temuan ini menandakan upaya-upaya yang lebih besar harus dilakukan terhadap pemerintahan di seluruh dunia. Karena, itu, banyak yang harus dilakukan untuk menerapkan peraturan dan hukum yang sudah ada, kata Huguette Labelle, Ketua Transparency Internasional.
Indonesia
Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia tidak berubah dari tahun lalu, yaitu 2,8. Pencapaian ini berada di bawah beberapa negeri tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.
Capaian Indonesia berada di bawah sejumlah negara tetangga seperti Singapura 9,3, Malaysia 4,4, Thailand 3,5. Indonesia setara dengan sejumlah negara terbelakang seperti Bolivia, Gabon, Kosovo, dan Solomon Island. Posisi Indonesia hanya unggul dari Vietnam 2,7, Filipina 2,4, Kamboja 2,1, Laos 2,1, dan Myanmar 1,4.
CPI adalah pengukuran tingkat korupsi berdasarkan persepsi negara-negara di dunia. Korupsi yang diukur adalah sektor publik, yaitu korupsi yang berkaitan dengan pejabat publik, pegawai negeri dan politikus.
Transparency International didirikan tahun 1993 dan merupakan LSM yang memantau praktik korupsi dalam perusahaan dan korupsi politik. Untuk CPI tahun 2010, data yang digabungkan berasal dari 13 survei yang dilakukan oleh 10 organisasi. Berikut data Indeks Persepsi Korupsi untuk negara-negara ASEAN.
Urutan | Negara | Skor |
176 | Myanmar | 1,4 |
154 | Laos | 2,1 |
154 | Kamboja | 2,1 |
134 | Filipina | 2,4 |
116 | Vietnam | 2,7 |
110 | Indonesia | 2,8 |
78 | Thailand | 3,5 |
56 | Malaysia | 4,4 |
38 | Brunei | 5,5 |
1 | Singapura | 9,3 |
BBC-DETIK | GLOBAL | BERLIN
INDEKS PERSEPSI KORUPSI
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tak berubah
JAKARTA. Upaya pemberantasan korupsi ternyata stagnan. Hal ini ditunjukan dengan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang tahun ini tidak berubah dengan tahun lalu.
Tahun ini, IPK Indonesia sebesar 2,8 atau berada di posisi ke-110. Sebelumnya, tahun lalu, Indonesia berada di posisi 111.
Sekretaris Jenderal Tansparency International (TI) Indonesia Teten Masduki menyatakan angka 2,8 menunjukkan bahwa pemerintah belum serius memberantas korupsi. Untuk itu, dia mengatakan perlu dukungan yang kuat terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Wakil Ketua KPK Muhammad Jasin mengatakan bahwa salah satu faktor masih stagnannya indeks persepsi korupsi karena belum efektifnya proses reformasi birokrasi. "Negara yang memiliki IPK tinggi memiliki pelayanan birokrasi yang sangat baik," ujarnya.
Secara umum Corruption Perception Index (CPI) 2010 mengukur tingkat korupsi di 178 negara. Negara dengan skor tertinggi (9,3) adalah Denmark, Selandia Baru dan Singapura. Di Asia Tenggara, Indonesia ada di posisi kelima setelah Singapura, Brunei (5,5), Malaysia (4,4), Thailand (3,5). Namun nilai Indonesia lebih baik daripada Vietnam (2,7), Timor Leste (2,5), Filipina (2,4), Kamboja (2,1) dan Myanmar (1,4).
Tahun ini, IPK Indonesia sebesar 2,8 atau berada di posisi ke-110. Sebelumnya, tahun lalu, Indonesia berada di posisi 111.
Sekretaris Jenderal Tansparency International (TI) Indonesia Teten Masduki menyatakan angka 2,8 menunjukkan bahwa pemerintah belum serius memberantas korupsi. Untuk itu, dia mengatakan perlu dukungan yang kuat terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Wakil Ketua KPK Muhammad Jasin mengatakan bahwa salah satu faktor masih stagnannya indeks persepsi korupsi karena belum efektifnya proses reformasi birokrasi. "Negara yang memiliki IPK tinggi memiliki pelayanan birokrasi yang sangat baik," ujarnya.
Secara umum Corruption Perception Index (CPI) 2010 mengukur tingkat korupsi di 178 negara. Negara dengan skor tertinggi (9,3) adalah Denmark, Selandia Baru dan Singapura. Di Asia Tenggara, Indonesia ada di posisi kelima setelah Singapura, Brunei (5,5), Malaysia (4,4), Thailand (3,5). Namun nilai Indonesia lebih baik daripada Vietnam (2,7), Timor Leste (2,5), Filipina (2,4), Kamboja (2,1) dan Myanmar (1,4).
"Melakukan copy & paste artikel berita ini dan atau mendistribusikan ulang melalui situs atau blog Anda tanpa seizin redaksi Kontan adalah melanggar Hak Cipta / Copyright ©"
Polri & Kejagung Ngaku Tak Punya Rekening Liar Tanggapi Data Yang Dilansir LSM FITRA
RMOL. Sebagai lembaga penegak hukum, Polri dan Kejaksaan Agung diduga juga memiliki sejumlah rekening liar.
Menurut data yang dilansir lembaga swadaya masyarakat (LSM) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Korps Bhayangkara dan Korps Adhyaksa juga mempunyai rekening-rekening yang tidak sesuai peraturan. Peraturan apa?
Koordinator Advokasi dan Investigasi FITRA Uchok Khadafi menjelaskan, rekening-rekening itu melanggar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.05/2007 , Peraturan Menteri Keuangan Nomor 58/PMK.05/2007 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-94/PB/2007 yang menyebutkan, semua lembaga harus menyampaikan hasil laporan keuangannya ke Kementerian Keuangan dan Bendahara Negara.
“Yang kami dapat, Polri dan Kejaksaan Agung belum menyetorkan laporan keuangan tersebut, dan ini tidak boleh terjadi. Kami khawatir ada oknum-oknum yang akan memainkan uang tersebut. Inilah yang kami sebut rekening liar,” tandas Uchok.
Uchok menambahkan, data tersebut bukanlah hasil investigasi FITRA, melainkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dikutip pihaknya. “Jika ada yang menyangkal, silakan menemui BPK, karena ini sama persis dengan data BPK,” ujarnya.
Uchok pun menyarankan agar Polri dan Kejaksaan Agung bersikap transparan atas kepemilikan rekening itu, dan segera menyelesaikannya sesuai peraturan yang berlaku sebelum masalahnya menjadi besar. “Harus jujur jika memang memiliki rekening liar ini,” tandasnya.
Wakil Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Kombes Ketut Untung Yoga Ana mempertanyakan mengenai kata liar yang disematkan FITRA kepada 220 rekening milik Polri. “Liar itu seperti apa, harus jelas penggunaan kata tersebut, soalnya setiap kami membuat rekening selalu ada izinnya,” kata dia saat dihubungi, kemarin.
Meski begitu, Ketut menambahkan, sah-sah saja jika LSM melansir data yang menurut mereka rekening liar sebagai wujud kontrol sosial. “Ada lembaga eksternal yang memantau kondisi keuangan suatu lembaga penegak hukum, itu sah-sah saja. Tapi, itu tidak dapat dijadikan sebagai rujukan hukum, karena yang berhak melakukan audit ialah lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan,” ujarnya.
Ketut juga berharap FITRA lebih teliti dalam melakukan penelitian yang menyangkut keuangan negara di suatu lembaga penegak hukum. Soalnya, jika dilakukan secara asal-asalan, maka masyarakat tidak ada yang mempercayai data tersebut. “Harus benar-benar hasil audit investigasi yang mendalam. Selain itu harus bekerja sama dengan lembaga pemantau keuangan lainnya,” ujar dia.
Hal senada disampaikan Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAMwas) Marwan Effendi. “Tidak ada rekening liar di Kejaksaan Agung. Setiap rekening di sini merupakan rekening yang formil dan sudah sesuai prosedur yang berlaku,” katanya saat dihubungi.
Marwan menegaskan, dua buah rekening Kejaksaan Agung yang dicurigai FITRA itu bukanlah rekening liar. “Pertama, rekening untuk barang bukti yang disita kejaksaan. Kedua, rekening untuk setoran kas negara,” jelas bekas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus ini.
Marwan pun mengaku, pihaknya selalu melaporkan jumlah rekening berikut isinya kepada Kementerian Keuangan atau Bendahara Negara. “Kami selalu melaporkan posisi keuangan kepada instansi terkait. Sebaiknya FITRA memberikan bukti yang konkret dan jelas jika kami tidak menyerahkan laporan keuangan,” tandasnya.
Meski begitu, Marwan mengakui, saat ini pihaknya merasa kesulitan untuk mengatur rekening-rekening tersebut. Soalnya, rekening yang dimiliki kejaksaan sangat banyak. “Ada edaran bahwa rekening kejaksaan dijadikan satu saja. Tapi, tampaknya ini repot. Masalahnya, rekening di tingkat kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri di seluruh Indonesia secara otomatis harus mengirim ke Jakarta. Ini dinilai tidak efisien. Ini yang kadang kala menjadi masalah bagi kami,” paparnya.
Kendati begitu, Marwan menegaskan, rekening-rekening yang dimiliki kejaksaan itu tidak bisa dibilang liar. “Yang namanya liar itu jika tidak ada izin. Kami sudah mendapatkan izin dan suratnya pun ada. Jadi, apa yang mereka nilai liar,” ujarnya.
Yang Mencurigakan Wajib Ditutup
Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR
Melihat silang pendapat antara FITRA, Polri dan Kejaksaan Agung mengenai dugaan rekening liar, anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar mencoba bersikap netral.
“Jika FITRA meyakini data itu, maka harus bisa dipertanggung jawabkan. Untuk Kejagung dan Polri, jika benar telah melakukan kesalahan, maka segera mengaku,” kata anggota Fraksi Partai Demokrat ini.
Sebagai anggota Komisi Hukum DPR, Dasrul berjanji akan membawa masalah ini ke dalam rapat kerja dengan pihak Kejaksaan Agung dan Polri di gedung DPR. Soalnya, masalah uang negara merupakan isu yang sangat sensitif bagi masyarakat. “Kami akan agendakan masalah ini dalam rapat kerja nanti,” tambahnya.
Dasrul juga menyarankan FITRA agar memberikan data itu kepada Komisi III DPR untuk mempemudah proses pengecekannya. “Kami mau melihat data itu secara konkrit dan valid,” tegasnya.
Dia juga berharap Polri dan Kejaksaan Agung bersikap transparan terhadap masalah ini. Soalnya, lanjut Dasrul, dalam keputusan Menteri Keuangan disebutkan bahwa setiap lembaga negara wajib menutup semua rekening yang mencurigakan.
“Kalau dirasa rekening-rekening itu liar, maka sebaiknya Polri dan Kejagung segera menutupnya dan mengembalikan semua uang itu kepada negara. Jika uang tersebut sudah diserahkan kepada negara, maka bisa digunakan untuk memajukan perekonomian, selain untuk memperbaiki citra kedua lembaga penegak hukum itu yang saat ini sedang dipertanyakan,” sarannya.
Semoga Tak Ada Yang Disembunyikan
Johnson Panjaitan, Direktur Bantuan Hukum, Asosiasi Advokat Indonesia
Data yang dilansir Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengenai dugaan rekening liar di sejumlah lembaga negara, termasuk Polri dan Kejaksaan Agung merupakan suatu teguran masyarakat atau kontrol sosial.
Demikian pendapat Johnson Panjaitan, Direktur Advokasi dan Bantuan Hukum, Asosiasi Advokat Indonesia, kemarin. “Sebaiknya disikapi dengan bijak oleh lembaga penegak hukum itu. Saya harap mereka tidak emosi atas laporan itu,” katanya.
Johnson menyarankan, pihak Polri dan Kejaksaan Agung berkata jujur jika memiliki sejumlah rekening dengan isi di atas Rp 1 miliar dan tidak sesuai Peraturan Menteri Keuangan. “Harus berani berkata jujur kepada masyarakat untuk membeberkan semuanya. Semoga tidak ada yang disembunyikan” ujarnya.
Dia menambahkan, Polri dan Kejagung perlu melakukan pembenahan di internal pengurusnya. Kedua lembaga itu, lanjut Johnson, bisa dikatakan sukses apabila mampu membersihkan institusinya masing-masing dari oknum penegak hukum yang nakal. “Saya yakin mereka mampu melakukan pembenahan diri. Akan tetapi, mereka harus mempunyai tekad yang kuat untuk melakukannya,” ucapnya.
Kepada FITRA, praktisi hukum ini menyarankan untuk meneliti aliran duit di rekening-rekening tersebut. Apakah sudah sesuai prosedur atau disalahgunakan oknum-oknum tertentu. “FITRA harus bisa mempertanggung jawabkan hasil penelitiannya,” kata dia.
Johnson juga berharap FITRA melapor kepada KPK jika benar-benar menemukan indikasi penyalahgunaan rekening-rekening tersebut. “Kalau FITRA yakin ada penyalahgunaan, sebaiknya diserahkan kepada KPK biar langsung ditangani prosesnya.” [RM
Menurut data yang dilansir lembaga swadaya masyarakat (LSM) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Korps Bhayangkara dan Korps Adhyaksa juga mempunyai rekening-rekening yang tidak sesuai peraturan. Peraturan apa?
Koordinator Advokasi dan Investigasi FITRA Uchok Khadafi menjelaskan, rekening-rekening itu melanggar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.05/2007 , Peraturan Menteri Keuangan Nomor 58/PMK.05/2007 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-94/PB/2007 yang menyebutkan, semua lembaga harus menyampaikan hasil laporan keuangannya ke Kementerian Keuangan dan Bendahara Negara.
“Yang kami dapat, Polri dan Kejaksaan Agung belum menyetorkan laporan keuangan tersebut, dan ini tidak boleh terjadi. Kami khawatir ada oknum-oknum yang akan memainkan uang tersebut. Inilah yang kami sebut rekening liar,” tandas Uchok.
Uchok menambahkan, data tersebut bukanlah hasil investigasi FITRA, melainkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dikutip pihaknya. “Jika ada yang menyangkal, silakan menemui BPK, karena ini sama persis dengan data BPK,” ujarnya.
Uchok pun menyarankan agar Polri dan Kejaksaan Agung bersikap transparan atas kepemilikan rekening itu, dan segera menyelesaikannya sesuai peraturan yang berlaku sebelum masalahnya menjadi besar. “Harus jujur jika memang memiliki rekening liar ini,” tandasnya.
Wakil Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Kombes Ketut Untung Yoga Ana mempertanyakan mengenai kata liar yang disematkan FITRA kepada 220 rekening milik Polri. “Liar itu seperti apa, harus jelas penggunaan kata tersebut, soalnya setiap kami membuat rekening selalu ada izinnya,” kata dia saat dihubungi, kemarin.
Meski begitu, Ketut menambahkan, sah-sah saja jika LSM melansir data yang menurut mereka rekening liar sebagai wujud kontrol sosial. “Ada lembaga eksternal yang memantau kondisi keuangan suatu lembaga penegak hukum, itu sah-sah saja. Tapi, itu tidak dapat dijadikan sebagai rujukan hukum, karena yang berhak melakukan audit ialah lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan,” ujarnya.
Ketut juga berharap FITRA lebih teliti dalam melakukan penelitian yang menyangkut keuangan negara di suatu lembaga penegak hukum. Soalnya, jika dilakukan secara asal-asalan, maka masyarakat tidak ada yang mempercayai data tersebut. “Harus benar-benar hasil audit investigasi yang mendalam. Selain itu harus bekerja sama dengan lembaga pemantau keuangan lainnya,” ujar dia.
Hal senada disampaikan Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAMwas) Marwan Effendi. “Tidak ada rekening liar di Kejaksaan Agung. Setiap rekening di sini merupakan rekening yang formil dan sudah sesuai prosedur yang berlaku,” katanya saat dihubungi.
Marwan menegaskan, dua buah rekening Kejaksaan Agung yang dicurigai FITRA itu bukanlah rekening liar. “Pertama, rekening untuk barang bukti yang disita kejaksaan. Kedua, rekening untuk setoran kas negara,” jelas bekas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus ini.
Marwan pun mengaku, pihaknya selalu melaporkan jumlah rekening berikut isinya kepada Kementerian Keuangan atau Bendahara Negara. “Kami selalu melaporkan posisi keuangan kepada instansi terkait. Sebaiknya FITRA memberikan bukti yang konkret dan jelas jika kami tidak menyerahkan laporan keuangan,” tandasnya.
Meski begitu, Marwan mengakui, saat ini pihaknya merasa kesulitan untuk mengatur rekening-rekening tersebut. Soalnya, rekening yang dimiliki kejaksaan sangat banyak. “Ada edaran bahwa rekening kejaksaan dijadikan satu saja. Tapi, tampaknya ini repot. Masalahnya, rekening di tingkat kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri di seluruh Indonesia secara otomatis harus mengirim ke Jakarta. Ini dinilai tidak efisien. Ini yang kadang kala menjadi masalah bagi kami,” paparnya.
Kendati begitu, Marwan menegaskan, rekening-rekening yang dimiliki kejaksaan itu tidak bisa dibilang liar. “Yang namanya liar itu jika tidak ada izin. Kami sudah mendapatkan izin dan suratnya pun ada. Jadi, apa yang mereka nilai liar,” ujarnya.
Yang Mencurigakan Wajib Ditutup
Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR
Melihat silang pendapat antara FITRA, Polri dan Kejaksaan Agung mengenai dugaan rekening liar, anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar mencoba bersikap netral.
“Jika FITRA meyakini data itu, maka harus bisa dipertanggung jawabkan. Untuk Kejagung dan Polri, jika benar telah melakukan kesalahan, maka segera mengaku,” kata anggota Fraksi Partai Demokrat ini.
Sebagai anggota Komisi Hukum DPR, Dasrul berjanji akan membawa masalah ini ke dalam rapat kerja dengan pihak Kejaksaan Agung dan Polri di gedung DPR. Soalnya, masalah uang negara merupakan isu yang sangat sensitif bagi masyarakat. “Kami akan agendakan masalah ini dalam rapat kerja nanti,” tambahnya.
Dasrul juga menyarankan FITRA agar memberikan data itu kepada Komisi III DPR untuk mempemudah proses pengecekannya. “Kami mau melihat data itu secara konkrit dan valid,” tegasnya.
Dia juga berharap Polri dan Kejaksaan Agung bersikap transparan terhadap masalah ini. Soalnya, lanjut Dasrul, dalam keputusan Menteri Keuangan disebutkan bahwa setiap lembaga negara wajib menutup semua rekening yang mencurigakan.
“Kalau dirasa rekening-rekening itu liar, maka sebaiknya Polri dan Kejagung segera menutupnya dan mengembalikan semua uang itu kepada negara. Jika uang tersebut sudah diserahkan kepada negara, maka bisa digunakan untuk memajukan perekonomian, selain untuk memperbaiki citra kedua lembaga penegak hukum itu yang saat ini sedang dipertanyakan,” sarannya.
Semoga Tak Ada Yang Disembunyikan
Johnson Panjaitan, Direktur Bantuan Hukum, Asosiasi Advokat Indonesia
Data yang dilansir Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengenai dugaan rekening liar di sejumlah lembaga negara, termasuk Polri dan Kejaksaan Agung merupakan suatu teguran masyarakat atau kontrol sosial.
Demikian pendapat Johnson Panjaitan, Direktur Advokasi dan Bantuan Hukum, Asosiasi Advokat Indonesia, kemarin. “Sebaiknya disikapi dengan bijak oleh lembaga penegak hukum itu. Saya harap mereka tidak emosi atas laporan itu,” katanya.
Johnson menyarankan, pihak Polri dan Kejaksaan Agung berkata jujur jika memiliki sejumlah rekening dengan isi di atas Rp 1 miliar dan tidak sesuai Peraturan Menteri Keuangan. “Harus berani berkata jujur kepada masyarakat untuk membeberkan semuanya. Semoga tidak ada yang disembunyikan” ujarnya.
Dia menambahkan, Polri dan Kejagung perlu melakukan pembenahan di internal pengurusnya. Kedua lembaga itu, lanjut Johnson, bisa dikatakan sukses apabila mampu membersihkan institusinya masing-masing dari oknum penegak hukum yang nakal. “Saya yakin mereka mampu melakukan pembenahan diri. Akan tetapi, mereka harus mempunyai tekad yang kuat untuk melakukannya,” ucapnya.
Kepada FITRA, praktisi hukum ini menyarankan untuk meneliti aliran duit di rekening-rekening tersebut. Apakah sudah sesuai prosedur atau disalahgunakan oknum-oknum tertentu. “FITRA harus bisa mempertanggung jawabkan hasil penelitiannya,” kata dia.
Johnson juga berharap FITRA melapor kepada KPK jika benar-benar menemukan indikasi penyalahgunaan rekening-rekening tersebut. “Kalau FITRA yakin ada penyalahgunaan, sebaiknya diserahkan kepada KPK biar langsung ditangani prosesnya.” [RM
Semua Perkara Korupsi Harus Dihukum Minimal 8 Tahun!
Laporan: Ade Mulyana
RMOL. Sistem hukum terhadap pelaku korupsi haruslah dimaksimalkan mulai dari penyidik, pengadilan maupun dari sisi UU-nya. Diharapkan, tidak ada lagi batas minimal dan batas maksimal hukuman.
"Pokoknya bangun pararadigma semua perkara korupsi paling kurang dihukum delapan tahun. Kalau kesalahannya banyak, misalnya, bisa 20 tahun," demikian ujar Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Zainal Arifin Mochtar saat memaparkan makalahnya pada rangkaian acara Simposium Nasional Pemuda Anti Korupsi, di Hotel Century Park, Senayan, Jakarta, Senin (25/10).
Pasalnya ia melihat penjeraan terhadap koruptor sampai saat ini masih kurang. Hukuman yang seharusnya bisa sampai 20 tahun ternyata hanya dihukum satu tahun. Bahkan pasal yang menjerat mereka pun menjadi ancaman ikut serta melakukan penyuapan.
"Ancaman kurungannya lima tahun, ya akhirnya diputuskan cuma satu tahun saja. Selain itu juga proses remisi harus diperbaiki. Jangan seorang koruptor bisa mendapatkan remisi dua kali dalam satu tahun," imbuhnya menambahkan. [wid]
"Pokoknya bangun pararadigma semua perkara korupsi paling kurang dihukum delapan tahun. Kalau kesalahannya banyak, misalnya, bisa 20 tahun," demikian ujar Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Zainal Arifin Mochtar saat memaparkan makalahnya pada rangkaian acara Simposium Nasional Pemuda Anti Korupsi, di Hotel Century Park, Senayan, Jakarta, Senin (25/10).
Pasalnya ia melihat penjeraan terhadap koruptor sampai saat ini masih kurang. Hukuman yang seharusnya bisa sampai 20 tahun ternyata hanya dihukum satu tahun. Bahkan pasal yang menjerat mereka pun menjadi ancaman ikut serta melakukan penyuapan.
"Ancaman kurungannya lima tahun, ya akhirnya diputuskan cuma satu tahun saja. Selain itu juga proses remisi harus diperbaiki. Jangan seorang koruptor bisa mendapatkan remisi dua kali dalam satu tahun," imbuhnya menambahkan. [wid]
Dua Triliun Duit Negara Telah Dijarah Koruptor Hasil Penelitian PUKAT UGM 1 Juli-15 September 2010
RMOL. Koruptor bikin bangkrut negara. Dari 1 Juli hingga 15 September 2010 saja, ditemukan kerugian negara sekitar Rp 2,1 triliun. Ini pun angka sementara, sehingga duit rakyat yang dijarah koruptor dalam periode itu bisa lebih besar. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) merilis suatu penelitian yang diberi judul Trend Corruption Report (TCR) atau laporan kecenderungan korupsi.
Lembaga yang berada dalam ruang lingkup Universitas Gajah Mada (UGM) ini, membuat penelitian itu untuk memantau kecenderungan tindak pidana korupsi berdasarkan pemberitaan di media massa.
Ini adalah kali ketiga lembaga yang dipimpin Zaenal Arifin Mochtar itu membuat penelitian serupa. “TCR III 2010 disusun berdasarkan pemantauan berita korupsi yang dilakukan selama tiga bulan, yaitu periode 1 Juli-15 September 2010,” kata peneliti PUKAT Hifdzil Alim kepada Rakyat Merdeka.
Hifdzil menambahkan, PUKAT memantau 113 kasus yang melibatkan 236 pelaku, 116 modus, dan 113 sektor korupsi. Kasus tersebut lebih lanjut dipaparkan dalam beberapa bagian, meliputi aktor, modus, sektor, tingkat kerugian negara, penegak hukum yang menangani, dan vonis yang dijatuhkan.
Dalam penelitian itu disebutkan, aktor korupsi berjumlah 236 pelaku yang dibagi dalam 38 macam. Posisi teratas didominasi kelompok anggota/bekas anggota DPRD sebanyak 56 orang. Diikuti anggota/bekas DPR 29 orang, kepala dinas 18 orang, pegawai pemprov/kabupaten 17 orang, pegawai dinas pemda 13 orang, dan dirut perseroan terbatas 11 orang. Sedangkan kelompok yang lain jumlahnya berada pada kisaran di bawah 10 orang.
Dalam penelitian ini, PUKAT membeberkan 116 modus korupsi yang dikelompokkan dalam sembilan kategori untuk mencuri uang negara. Modus memperkaya diri dan orang lain berjumlah 57 kali, korupsi secara bersama-sama 15 kali, mark-up 11 kali, penyalahgunaan wewenang 9 kali, suap 7 kali, gratifikasi dan penyelewengan anggaran masing-masing 5 kali, dan penyimpangan proyek serta penunjukan langsung masing-masing 4 kali.
Sementara itu, sektor yang paling sering dijadikan ajang korupsi masih ditempati pengadaan barang dan jasa yang ditemukan dalam 33 kasus. Peringkat kedua, diambil oleh sektor kesejahteraan sosial 13 kasus. Sedangkan posisi ketiga menjadi milik sektor APBN dan pendidikan masing-masing 10 kasus. Berikutnya, pertanahan 7 kasus, pendapatan negara/daerah 5 kasus, BUMN 4 kasus, perbankan, pemerintah daerah, DPRD, kesehatan, dan olahraga masing-masing 3 kasus, departemen, kehutanan, dan pilkada masing-masing 2 kasus, DPR, BUMD, kelautan, bantuan bencana alam, kas daerah, ketenagakerjaan, perumahan, perkoperasian, keagamaan, pariwisata masing-masing 1 kasus.
Dalam laporannya, tingkat kerugian negara terbanyak pada triwulan III 2010 berkisar pada angka di bawah Rp 1 miliar dengan 39 kasus. Sementara, kerugian negara antara Rp 1 miliar hingga Rp 10 miliar ada 31 kasus, Rp 10 miliar��"Rp 50 miliar��"berjumlah 10 kasus, Rp 50 miliar��"Rp 100 miliar hanya 1 kasus, di atas Rp 100 miliar ada 2 kasus. Kerugian negara itu belum termasuk 30 kasus yang belum diketahui jumlah kerugian negaranya, karena masih dalam tahap penyelidikan penegak hukum. “Jadi, jumlah sementara uang negara yang dijarah sebesar Rp 2,1 triliun,” tandas Hifdzil.
PUKAT menduga, kerugian negara terbesar ada dalam kasus meloloskan permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) sebesar Rp 889,2 miliar.
Sedangkan, kerugian negara terkecil ada pada kasus korupsi dana Program Pemberdayaan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) yang mendakwa Edi Utomo, Ketua LSM PNC (Paguyuban Nelayan Campurejo), Panceng, korupsi sebesar Rp 50 juta.
“Untuk kasus hutan, telah menjerat bekas Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau, Asral Rachman yang sekarang ditangani KPK. Sementara untuk P2SEM ditangani Kejaksaan Negeri Gresik dan Sudah divonis oleh PN Gresik dengan pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 25 juta subsider satu bulan. Selain itu, terdakwa diperintahkan mengembalikan uang negara sebesar Rp 50 juta,” katanya.
Bekas Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengimbau PUKAT agar menyerahkan hasil penelitiannya itu kepada lembaga penegak hukum semisal KPK.
“Di sana bisa dicocokkan validitas data tersebut,” ujar bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan ini.
Tumpak menambahkan, kerugian negara hasil penelitian PUKAT sebesar Rp 2,1 triliun itu bisa bertambah dalam hitungan menit. Pasalnya, praktik korupsi dilakukan karena melihat ada kesempatan.
“Mungkin saja pada hari ini angka itu telah berubah naik menjadi Rp 3 triliun. Karena, seseorang jika melakukan korupsi pasti selalu memanfaatkan kesempatan yang ada,” ujarnya.
Perlu Diteliti Kebenarannya
Harry Witjaksono, Anggota Komisi III DPR
Laporan Trend Korupsi periode 1 Juli hingga 15 September 2010 yang dilansir PUKAT UGM direspon politisi Senayan.
Menurut anggota Komisi III DPR Harry Witjaksono, laporan itu bisa digunakan untuk memetakan perkara ko-rupsi dan jumlah kerugian negaranya. “Sebaiknya terus dikembangkan,” katanya kepada Rakyat Merdeka.
Namun, Harry mengingatkan agar PUKAT lebih teliti dalam menyatakan angka-angka kerugian negara. Soalnya, jumlah kerugian negara akibat korupsi merupakan perkara yang sangat sensitif. “Lebih baik PUKAT berkoordinasi dengan BPK atau lembaga penegak hukum semisal KPK, Polri, Kejaksaan Agung dan lainnya. Sehingga, angka Rp 2,1 triliun itu bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya,” ujarnya.
Harry juga meminta PUKAT memberikan data itu kepada Komisi III DPR untuk diteliti kebenarannya. Pasalnya, Komisi Hukum DPR bisa meneliti dan mencocokkan data PUKAT dengan data dari lembaga penegak hukum. “Kami sangat berterimaksih jika PUKAT memberikan data itu untuk kami teliti kebenarannya.” [RM
Lembaga yang berada dalam ruang lingkup Universitas Gajah Mada (UGM) ini, membuat penelitian itu untuk memantau kecenderungan tindak pidana korupsi berdasarkan pemberitaan di media massa.
Ini adalah kali ketiga lembaga yang dipimpin Zaenal Arifin Mochtar itu membuat penelitian serupa. “TCR III 2010 disusun berdasarkan pemantauan berita korupsi yang dilakukan selama tiga bulan, yaitu periode 1 Juli-15 September 2010,” kata peneliti PUKAT Hifdzil Alim kepada Rakyat Merdeka.
Hifdzil menambahkan, PUKAT memantau 113 kasus yang melibatkan 236 pelaku, 116 modus, dan 113 sektor korupsi. Kasus tersebut lebih lanjut dipaparkan dalam beberapa bagian, meliputi aktor, modus, sektor, tingkat kerugian negara, penegak hukum yang menangani, dan vonis yang dijatuhkan.
Dalam penelitian itu disebutkan, aktor korupsi berjumlah 236 pelaku yang dibagi dalam 38 macam. Posisi teratas didominasi kelompok anggota/bekas anggota DPRD sebanyak 56 orang. Diikuti anggota/bekas DPR 29 orang, kepala dinas 18 orang, pegawai pemprov/kabupaten 17 orang, pegawai dinas pemda 13 orang, dan dirut perseroan terbatas 11 orang. Sedangkan kelompok yang lain jumlahnya berada pada kisaran di bawah 10 orang.
Dalam penelitian ini, PUKAT membeberkan 116 modus korupsi yang dikelompokkan dalam sembilan kategori untuk mencuri uang negara. Modus memperkaya diri dan orang lain berjumlah 57 kali, korupsi secara bersama-sama 15 kali, mark-up 11 kali, penyalahgunaan wewenang 9 kali, suap 7 kali, gratifikasi dan penyelewengan anggaran masing-masing 5 kali, dan penyimpangan proyek serta penunjukan langsung masing-masing 4 kali.
Sementara itu, sektor yang paling sering dijadikan ajang korupsi masih ditempati pengadaan barang dan jasa yang ditemukan dalam 33 kasus. Peringkat kedua, diambil oleh sektor kesejahteraan sosial 13 kasus. Sedangkan posisi ketiga menjadi milik sektor APBN dan pendidikan masing-masing 10 kasus. Berikutnya, pertanahan 7 kasus, pendapatan negara/daerah 5 kasus, BUMN 4 kasus, perbankan, pemerintah daerah, DPRD, kesehatan, dan olahraga masing-masing 3 kasus, departemen, kehutanan, dan pilkada masing-masing 2 kasus, DPR, BUMD, kelautan, bantuan bencana alam, kas daerah, ketenagakerjaan, perumahan, perkoperasian, keagamaan, pariwisata masing-masing 1 kasus.
Dalam laporannya, tingkat kerugian negara terbanyak pada triwulan III 2010 berkisar pada angka di bawah Rp 1 miliar dengan 39 kasus. Sementara, kerugian negara antara Rp 1 miliar hingga Rp 10 miliar ada 31 kasus, Rp 10 miliar��"Rp 50 miliar��"berjumlah 10 kasus, Rp 50 miliar��"Rp 100 miliar hanya 1 kasus, di atas Rp 100 miliar ada 2 kasus. Kerugian negara itu belum termasuk 30 kasus yang belum diketahui jumlah kerugian negaranya, karena masih dalam tahap penyelidikan penegak hukum. “Jadi, jumlah sementara uang negara yang dijarah sebesar Rp 2,1 triliun,” tandas Hifdzil.
PUKAT menduga, kerugian negara terbesar ada dalam kasus meloloskan permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) sebesar Rp 889,2 miliar.
Sedangkan, kerugian negara terkecil ada pada kasus korupsi dana Program Pemberdayaan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) yang mendakwa Edi Utomo, Ketua LSM PNC (Paguyuban Nelayan Campurejo), Panceng, korupsi sebesar Rp 50 juta.
“Untuk kasus hutan, telah menjerat bekas Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau, Asral Rachman yang sekarang ditangani KPK. Sementara untuk P2SEM ditangani Kejaksaan Negeri Gresik dan Sudah divonis oleh PN Gresik dengan pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 25 juta subsider satu bulan. Selain itu, terdakwa diperintahkan mengembalikan uang negara sebesar Rp 50 juta,” katanya.
Bekas Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengimbau PUKAT agar menyerahkan hasil penelitiannya itu kepada lembaga penegak hukum semisal KPK.
“Di sana bisa dicocokkan validitas data tersebut,” ujar bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan ini.
Tumpak menambahkan, kerugian negara hasil penelitian PUKAT sebesar Rp 2,1 triliun itu bisa bertambah dalam hitungan menit. Pasalnya, praktik korupsi dilakukan karena melihat ada kesempatan.
“Mungkin saja pada hari ini angka itu telah berubah naik menjadi Rp 3 triliun. Karena, seseorang jika melakukan korupsi pasti selalu memanfaatkan kesempatan yang ada,” ujarnya.
Perlu Diteliti Kebenarannya
Harry Witjaksono, Anggota Komisi III DPR
Laporan Trend Korupsi periode 1 Juli hingga 15 September 2010 yang dilansir PUKAT UGM direspon politisi Senayan.
Menurut anggota Komisi III DPR Harry Witjaksono, laporan itu bisa digunakan untuk memetakan perkara ko-rupsi dan jumlah kerugian negaranya. “Sebaiknya terus dikembangkan,” katanya kepada Rakyat Merdeka.
Namun, Harry mengingatkan agar PUKAT lebih teliti dalam menyatakan angka-angka kerugian negara. Soalnya, jumlah kerugian negara akibat korupsi merupakan perkara yang sangat sensitif. “Lebih baik PUKAT berkoordinasi dengan BPK atau lembaga penegak hukum semisal KPK, Polri, Kejaksaan Agung dan lainnya. Sehingga, angka Rp 2,1 triliun itu bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya,” ujarnya.
Harry juga meminta PUKAT memberikan data itu kepada Komisi III DPR untuk diteliti kebenarannya. Pasalnya, Komisi Hukum DPR bisa meneliti dan mencocokkan data PUKAT dengan data dari lembaga penegak hukum. “Kami sangat berterimaksih jika PUKAT memberikan data itu untuk kami teliti kebenarannya.” [RM
Kubu Syamsul Pastikan Belum Terima Jadwal Periksa KPK
RMOL. Gubernur Sumatera Utara Syamsul Arifin masih ditunggu kedatangannya di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi.
KPK tetap berencana kembali memeriksa Syamsul Arifin terkait kasus penyelewengan dana APBD Kabupaten Langkat, hari ini (Rabu, 27/10).
Namun ketika dikonfirmasi, kuasa hukum Syamsul Arifin, Samsul Huda mengaku tidak mendapat jadwal pemeriksaan bagi kliennya.
"Tidak ada tuh, saya tidak tahu," ujar Samsul Huda ketika dihubungi wartawan di kantor KPK, jalan HR Rasuna Said Jakarta Selatan, sore ini (Rabu, 27/10).
Jum'at (22/10) kemarin, KPK secara resmi menetapkan Syamsul Arifin sebagai tersangka penyelewengan dana APBD Kabupaten Langkat tahun 2000-2007 ketika dirinya menjabat sebagai Bupati. Syamsul disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1), pasal 3, pasal 8 dan pasal 13 UU Nomer 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK melakukan upaya penahanan terhadap Syamsul Arifin selama 20 hari di rumah Tahanan kelas 1 Salemba.
Selain Syamsul Arifin, KPK juga berencana melakukan pemeriksaan terhadap mantan Kepala Bappenas Paskah Suzetta dan mantan anggota DPR Hamka Yamdhu. Sementara itu belum ada keterangan resmi dari pihak KPK sendiri mengenai rencana pemeriksaan tersebut. [wid]
KPK tetap berencana kembali memeriksa Syamsul Arifin terkait kasus penyelewengan dana APBD Kabupaten Langkat, hari ini (Rabu, 27/10).
Namun ketika dikonfirmasi, kuasa hukum Syamsul Arifin, Samsul Huda mengaku tidak mendapat jadwal pemeriksaan bagi kliennya.
"Tidak ada tuh, saya tidak tahu," ujar Samsul Huda ketika dihubungi wartawan di kantor KPK, jalan HR Rasuna Said Jakarta Selatan, sore ini (Rabu, 27/10).
Jum'at (22/10) kemarin, KPK secara resmi menetapkan Syamsul Arifin sebagai tersangka penyelewengan dana APBD Kabupaten Langkat tahun 2000-2007 ketika dirinya menjabat sebagai Bupati. Syamsul disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1), pasal 3, pasal 8 dan pasal 13 UU Nomer 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK melakukan upaya penahanan terhadap Syamsul Arifin selama 20 hari di rumah Tahanan kelas 1 Salemba.
Selain Syamsul Arifin, KPK juga berencana melakukan pemeriksaan terhadap mantan Kepala Bappenas Paskah Suzetta dan mantan anggota DPR Hamka Yamdhu. Sementara itu belum ada keterangan resmi dari pihak KPK sendiri mengenai rencana pemeriksaan tersebut. [wid]
Timur Pradopo Minim Program Berantas Korupsi
Laporan: Frida Astuti
RMOL. Indonesian Corruption Watch (ICW) berpendapat pemilihan Kapolri dan Jaksa Agung seharusnya menjadi momentum tepat bagi SBY untuk menunjukkan komitmen memberantas korupsi
Namun dengan terplihnya Timur Pradopo sebagai Kapolri pengganti Jenderal BHD justru akan semakin menjauhkan komitmen pemerintah untuk memberantas korupsi.
"Kami tidak mendengar sedikitpun mainset antikorupsi sebagai latar belakang pemilihan Kapolri dan program calon Kapolri pun tidak terukur untuk pemberantasan korupsi," papar koordinator bidang hukum ICW, Febridiansyah di kantornya, Jalan Kalibata, Jakarta, Minggu (24/10)
Selain itu, kata Febri lagi, terdapat sejumlah kejanggalan dalam pemilihan Timur sebagai Kapolri. Salah satunya yaitu kenaikan pangkat yang secara tiba-tiba.
Dengan demikian ICW pun menyimpulkan bahwa SBY telah gagal memanfaatkan momentum penting untuk pembersihan dan penyelamatan Polri dengan mengangkat Timur sebagai Kapolri. [wid]
Namun dengan terplihnya Timur Pradopo sebagai Kapolri pengganti Jenderal BHD justru akan semakin menjauhkan komitmen pemerintah untuk memberantas korupsi.
"Kami tidak mendengar sedikitpun mainset antikorupsi sebagai latar belakang pemilihan Kapolri dan program calon Kapolri pun tidak terukur untuk pemberantasan korupsi," papar koordinator bidang hukum ICW, Febridiansyah di kantornya, Jalan Kalibata, Jakarta, Minggu (24/10)
Selain itu, kata Febri lagi, terdapat sejumlah kejanggalan dalam pemilihan Timur sebagai Kapolri. Salah satunya yaitu kenaikan pangkat yang secara tiba-tiba.
Dengan demikian ICW pun menyimpulkan bahwa SBY telah gagal memanfaatkan momentum penting untuk pembersihan dan penyelamatan Polri dengan mengangkat Timur sebagai Kapolri. [wid]
SINDIR PRILAKU KORUPSI
Seorang pengendara motor melintasi grafiti di daerah lebak bulus, Jakarta Selatan, (Minggu, 24/10). Mural atau grafiti ini menyindir prilaku korupsi. Walau mempunyai banyak uang, hati koruptor tidak akan tenang karena uang yang didapatkan dengan cara tidak halal. INDRA HARDI/RM
Diperiksa KPK, MS Kaban Seret Nama Soeharto
Laporan: Wahyu Sabda Kuncahyo
RMOL. Mantan Menteri Kehutanan (Menhut) MS Kaban memenuhi panggilan sebagai saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus pengadaan sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan.
"Sebagai saksi untuk Pak Wandoyo (mantan Direktur Perencanaan dan Keuangan Kemenhut), mantan anak buah dalam kasus SKRT," jelas Kaban saat tiba di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, sekitar pukul 10.30 WIB tadi (Senin, 25/10).
Menjelaskan soal proyek SKRT, Kaban malah mengatakan bahwa proyek itu adalah produk yang berasal dari jaman Presiden Soeharto.
"Ini kan dari jaman Pak Harto, saya tinggal meneruskan. Waktu itu karena ada perubahan pengelolaan hutan lalu berubah karena ada UU Otonomi Daerah. Setelah itu ngga terpelihara lagi.
"Waktu itu (ia menjabat) ada kebijakan berantas illegal logging, pembakaran hutan dan sebagainya. Jadi kita perlu satu sistem komunikasi, ternyata berantakan semua," ungkapnya.
Ia mengatakan hal penunjukan langsung PT Masaro Radiokom milik Anggoro Widjojo, kakak Anggodo Widjojo, dalam kasus SKRT bukanlah substansi perkara karena soal itu sudah diatur di Keppres.
"Itu diatur Keppres tapi saya pikir persoalannya bukan itu nanti kita serahkan ke KPK saja. Nanti kita tunggu di pengadilan bagaimana," tandasnya.[ald]
"Sebagai saksi untuk Pak Wandoyo (mantan Direktur Perencanaan dan Keuangan Kemenhut), mantan anak buah dalam kasus SKRT," jelas Kaban saat tiba di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, sekitar pukul 10.30 WIB tadi (Senin, 25/10).
Menjelaskan soal proyek SKRT, Kaban malah mengatakan bahwa proyek itu adalah produk yang berasal dari jaman Presiden Soeharto.
"Ini kan dari jaman Pak Harto, saya tinggal meneruskan. Waktu itu karena ada perubahan pengelolaan hutan lalu berubah karena ada UU Otonomi Daerah. Setelah itu ngga terpelihara lagi.
"Waktu itu (ia menjabat) ada kebijakan berantas illegal logging, pembakaran hutan dan sebagainya. Jadi kita perlu satu sistem komunikasi, ternyata berantakan semua," ungkapnya.
Ia mengatakan hal penunjukan langsung PT Masaro Radiokom milik Anggoro Widjojo, kakak Anggodo Widjojo, dalam kasus SKRT bukanlah substansi perkara karena soal itu sudah diatur di Keppres.
"Itu diatur Keppres tapi saya pikir persoalannya bukan itu nanti kita serahkan ke KPK saja. Nanti kita tunggu di pengadilan bagaimana," tandasnya.[ald]
Walhi Desak Pemerintah Tatapkan Status Darurat Bencana
Manager Desk Bencana Walhi, Irhash Ahmady menjelaskan sejak awal Oktober 2009 sudah terjadi tujuh kali bencana besar.
Diantaranya banjir yang melanda lebih dari 80 Kabupaten/Kota di Indonesia, gempa diberbagai daerah, Banjir Wasior dan terakhir bencana gunung Merapi di Yogyakarta dan tsunami di Mentawai.
Selain itu, meskipun UU Nomer 24/2007 tentang pengelolaan bencana sudah dikeluarkan, pemerintah masih terlihat gamang dalam menjalankan amanat konstitusi.
''Tujuan dilahirkannya regulasi itu adalah untuk meminimalisasi dampak bencana yang terjadi di Indonesia. Berbagai bencana yang terus terjadi hingga hari ini seakan mempertegas kondisi dan situasi pengelolaan bencana kita masih amburadul,'' ujar Irhash dalam jumpa pers di kantornya, Jalan Tegal Parang Utara 14 Jakarta Selatan (Rabu, 27/10).
Ia menambahkan pemerintah juga harus segera mengambil langkah-langkah keluar dari krisis ini, dengan menyiapsiagakan seluruh komponen terkait agar ancaman terhadap keselamatan warga bisa dikurangi. Dalam konteks lebih jauh, lanjut Irhash, perspektif pengurangan resiko bencana harus segera diimplementasikan dan dilakukan kajian serius terhadap ancaman dan kerentanan.
Walhi juga meminta pemerintah segera mengeluarkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pemulihan untuk memulihkan dan melindungi kondisi ekologis, sosial dan budaya kawasan dengan menjamin akses dan kontrol rakyat atas sumber-sumber kehidupan yang adil dan lestari. [arp]
Survei TII: IPK Korupsi Indonesia Masih Sama dengan Tahun Lalu
Laporan: Kristian Ginting
Hasilnya, korupsi tetap menjadi hambatan terhadap kemajuan setiap negara. Dari 178 negara yang disurvei, tiga perempatnya memiliki nilai di bawah lima. Artinya dengan skala nol negara yang dipersepsikan sangat korup, sedangkan 10 dipersepsikan tingkat korupsinya sangat rendah.
Posisi pamungkas ditempati oleh tiga negara, yakni Denmark, Selandia Baru dan Singapura. Ketiga negara ini memiliki skor IPK yang sama yaitu 9,3. Sedangkan negara yang dipersepsikan paling korup adalah Somalia. Dengan skor IPK 1,1 peringkat 178.
Sedangkan Indonesia berada pada peringkat 110, dengan skor IPK 2,8. Skor yang sama diperoleh pada tahun lalu. [wid]
Langganan:
Postingan (Atom)